7

235 36 43
                                    


Pagi ini Yoohyeon harus rela berlari sepanjang lapangan sekolah karena terlambat. Sepulang dari kafe tadi malam, Yoohyeon tetap berkutat pada puisinya yang belum selesai. Bahkan ketika jam di dinding sudah menunjukkan dini hari, Yoohyeon tetap nekat. Dan inilah hasilnya.

Bersama dengan beberapa siswi yang lain, Yoohyeon berlari untuk yang terakhir kalinya mengelilingi lapangan. Nafas Yoohyeon mulai tidak stabil. Yoohyeon pun mulai sempoyongan.

"Yoohyeon-ah, geumanhae!" Meskipun samar-samar Yoohyeon bisa mendengar itu suara Jiu.

Yoohyeon memilih menghentikan larinya dan menoleh. Jiu langsung menghampirinya dan menatapnya khawatir.

"Hei, wajahmu pucat," ujar Jiu.

"Aku hampir selesai sunbaenim." Yoohyeon mengambil nafas di sela sela rasa lelahnya. Jiu menanggapi dengan gelengan kepala.

"Apa kau tidak mendengar ucapanku tadi? Sepuluh kali putaran Yoohyeon-ah. Kau berlari lebih dari itu!"

"Eh?" Yoohyeon terkejut kemudian memandang Jiu yang tengah menatapnya kesal.

"Siswi yang lain sudah selesai sedari tadi dan kau masih berlari? Ck kau sepertinya kurang fokus hari ini."

"Aku mendengarnya 20 kali putaran," cicit Yoohyeon.

Jiu memutar bola matanya malas kemudian meninggalkan lapangan sambil memberi kode agar Yoohyeon mengikutinya. Bagai kerbau dicocok hidungnya, Yoohyeon menurut dan mengikuti Jiu.

"Aku belum pernah pilih kasih, tapi kau terlihat pucat. Mau kuantar ke UKS?" tawar Jiu.

Yoohyeon menggeleng. Setelah ini dia harus masuk ke kelas. Lagipula dia tidak suka ketinggalan pelajaran.

"Baiklah. Ngomong-ngomong apakah Siyeon masih mengganggumu?" Jiu bertanya dengan nada penasaran. Dia hanya khawatir pada Yoohyeon apalagi dia tidak dapat berbuat lebih untuk membantunya.

"Tentu saja. Aku sudah menantangnya, dia berkata aku harus menuruti kata-katanya." Yoohyeon menjawab setelah meminum sebotol air minumnya.

"Dia sungguh berkata begitu?"

Yoohyeon mengangguk "ne. Untuk sementara ini aku hanya akan menuruti apa katanya. Jika dia keterlaluan, aku tidak segan-segan untuk melawannya."

Jiu menunduk merasa sedih sekaligus marah di saat bersamaan "aku sangat ingin menolongmu."

"Gwaenchana sunbaenim. Aku akan melewati ini."

"Percayalah dia sebenarnya anak yang baik. Kondisinya lah yang membuatnya berubah seperti ini. Aku berharap dengan adanya dirimu, dia mau berubah. Aku merasa dia tertarik padamu."

Yoohyeon tersenyum simpul menanggapi ucapan Jiu. Tertarik? Bahkan sebisa mungkin Yoohyeon hanya ingin menjauh dari gadis itu. Namun sudut hati Yoohyeon mengiyakan apa ucapan Jiu tadi. Terlebih setelah mereka bertemu tanpa sengaja tadi malam.

"Kau tak perlu merasa kasihan padaku. Aku tidak perlu dikasihani. Aku yang menjalani dan aku yang memilih jalan seperti ini."

Yoohyeon menggelengkan kepala kemudian mengambil tasnya. "Sunbaenim aku harus kembali ke kelas. Gomawo untuk perhatiannya."

"Ah ne."

Setelah mengobrol sebentar, Yoohyeon bergegas kembali ke kelas menyusul kelasnya yang ketinggalan.

*****

"Yoohyeon-ah kau mau menemui Siyeon sunbaenim?" tanya Yoobin ketika dia melihat gadis tinggi itu mulai memberesi bukunya.

Jam istirahat sudah berbunyi dan para siswi sudah keluar kelas sejak tadi. Yoohyeon tampak memberesi bukunya dan menggantinya dengan pelajaran berikutnya. Yoobin masih ingat bahwa Yoohyeon harus menemui Siyeon siang ini di kantin.

"Yah kali ini aku memilih untuk mengalah Yoobin-ah. Aku rasa percuma melawan dirinya. Mungkin aku yang salah karena menantang dirinya."

Yoobin menatap Yoohyeon dengan bingung. Baru kali ini untuk pertama kalinya, Yoohyeon mengalah. Gadis tinggi itu terkenal dengan sifat keras kepalanya hingga Yoobin meyakini dari segi manapun tetap Siyeon yang salah bagi Yoohyeon. Namun tanpa disangka Yoohyeon justru melontarkan kata-kata di luar ekspektasinya.

"Aku pergi Yoobin." Tanpa sadar Yoohyeon sudah berjalan keluar kelas. Yoobin terlalu asyik dengan pikirannya hingga melupakan sahabatnya mulai pergi.

"Yah kuharap kau baik-baik saja Yoohyeon-ah." Yoobin mengambil bukunya dan berjalan keluar kelas menuju perpustakaan.

*****

Yoohyeon celingukan mencari di mana Siyeon. Dia merasa kesal karena dirinya harus mencari gadis dingin itu sekarang. Sudah berulang kali dia memutari kantin, namun hasilnya nihil.

"Aish, ke mana gadis dingin itu." Yoohyeon terlihat jengkel.

"Sudah memutari kantinnya?" Seseorang bertanya padanya. Yoohyeon berjengit kaget hingga gadis itu menoleh.

"Nuguseyo?" Yoohyeon merasa familiar dengan gadis kecil di depannya. Namun dia lupa di mana dia pernah bertemu.

"Mencari Siyeon? Maafkan, hari ini Siyeon tidak masuk. Ada sesuatu yang terjadi hari ini oleh karena itu mungkin untuk beberapa hari ke depan dia tidak akan masuk." jelas gadis itu.

"Eh?"

"Ya begitulah. Hanya beberapa yang tahu bagaimana sisi lemahnya. Oiya kau tadi bertanya siapa namaku kan? Aku Kim Sua, sepupu dari Siyeon yang selalu mengganggumu. Untuk beberapa hari ini kau aman."

Yoohyeon bingung saat ini. Dalam hati dia senang karena dia bisa terbebas dari Siyeon tapi ada sudut kecilnya yang ingin tahu apa yang terjadi padanya.

"Aku pergi." Sua menunggu reaksi dari gadis tinggi itu namun gadis itu malah terdiam cukup lama hingga membuat Sua bosan.

Lagipula dia tidak peduli dengan reaksi Yoohyeon. Dia hanya ingin menyampaikan bahwa sepupunya tidak akan mengganggu gadis itu untuk sementara. Gadis Kim itu mungkin bisa bernafas lega.

Dia melangkah dengan cuek ke tempat yang biasa dia dan Siyeon tempati. Tanpa sepupunya, Sua merasa tidak nyaman. Sua akui dia bergantung pada Siyeon dan juga ...




Jiu




Mantan kekasihnya

Ah bolehkah dia mengatakan bahwa Jiu masih pacarnya tak peduli bagaimana Jiu membencinya. Sua begitu bodoh karena mencintai Ketua OSIS itu begitu dalam. Salahkan Jiu yang tiba-tiba masuk ke kehidupan penuh kekacauan milik Sua.

Sua memasuki ruangan khusus itu. Dia menghela nafas. Ruangan itu tampak sepi. Hanya ada dirinya. Sua merasa lelah dan ingin pergi dari kehidupannya. Hidup menjadi seorang putri bungsu konglomerat bukanlah hal yang menyenangkan bagi dirinya.

Sua berpikir jika saja tak ada Siyeon, mungkin dia sudah lama mengakhiri hidup. Untuk apa hidup ketika cahaya hidupmu tak lagi ada? Cahaya hidup Sua hanya Jiu. Bahkan hingga saat ini.

Gadis itu menyandarkan tubuhnya di sofa yang rusak. Dia lelah dia ingin tidur. Mungkin tidur yang panjang atau bahkan tidur yang tidak akan pernah usai.

to be  continue ...

AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang