Dia yang kutemui lewat kata pisah dan hati yang masih terluka. Seorang yang kembali membuatku percaya bahwa rasa memiliki berjuta cerita pada jalan yang berbeda. Hadir sebagai penyelamat tatkala diri semakin tidak percaya-siapa pun.
Aku yang pernah memahat kecewa pada sebidang rasa percaya kepada dia yang kutitipkan perasaan untuk bersama. Dia, yang menyia-nyiakan hati dan memilih menyakiti. Sedang aku yang sudah tak mampu berjuang dengan segala sakit.
Pertemuan yang mengesankan. Menjadi pundak untuk bersandar dan menceritakan tentang kisahku bersama masa lalu. Baik sikapnya, lembut tutur katanya, indah senyumannya. Apa ini hanya di awal saja?
"Ini bukan hanya tentang saya saja, ini tentang banyak rasa."
"Iya aku paham, aku sibuk sekarang. Jangan ganggu aku dulu. Nanti kita bicarain lagi."
Itu yang namanya hubungan? Tidak. Hubungan itu berarti ikatan. Harus ada dua orang atau lebih di dalamnya. Apa mungkin kita berada di antara yang lebih itu?
Itu yang membuatku nyaman. Di saat aku kehilangan arah untuk kembali, dia siap menjadi rumah kedua untuk kutempati.
Perlahan masa lalu memudar, sepertinya aku memilih terus berjalan. Sebelum masa lalu membuatku untuk kembali menoleh dan memaksaku untuk memilih. Terus berjalan menuju kejadian yang baru atau kembali ke masa lalu.
Aku mulai ragu.
Berubah, katanya. Aku kembali ragu, apa dia bisa menyatukan dengan sempurna rasa percayaku terhadapnya atau bahkan hanya omong kosong belaka.
"Hubungan ini bukan hanya tentang kamu aja ya. Aku juga ada di dalamnya."
"Gak ... Gak, kamu berubah."
"Hei! Kenapa jadi nyalahin aku? Emang kamu pikir, kamu gak pernah buat salah apa?"
"Kamu berubah! Pas aku butuhin kamu, kamu gak pernah ada. Coba pas kamu yang butuhin aku, aku selalu ada buat kamu."
"Aku capek kamu giniin terus."
"Kamu pikir, aku?"
Selalu aja gitu. Waktu tidak pernah tepat untuk kita saling bercerita. Ego selalu ada bersama hati yang kalut. Berakhir ribut.
***
Menjauh untuk menenangkan pikiran adalah cara terbaik yang kerap kulakukan. Kala itu aku bertemu sosok penenang. Tidak, aku tidak akan jatuh hati kepadanya. Jauh di sana, aku punya dia yang menjadi rumah untuk kembali. Harus selalu diingat, aku pergi bukan untuk mencari tempat bersinggah, melainkan untuk kembali kala rindu menyerang hati."Sedang apa di sini?" Pertanyaan pertama yang membuatku akhirnya nyaman dan bercerita banyak hal padanya.
"Nggak. Cuma jalan-jalan aja."
"Saya pun juga begitu. Dalam rangka apa jalan-jalan ke sini?"
"Menenangkan pikiran aja."
"Kenapa hutan?" Dia terus bertanya yang sebenarnya membuatku tak begitu nyaman. "Ah, maaf banyak nanya. Saya hanya ingin tau, kenapa ada orang yang memilih hutan untuk melepaskan penat dalam hidupnya."
"Tak ada alasan yang menarik kenapa saya memilih melarikan diri ke hutan."
"Hutan punya cara sederhana untuk dinikmati. Tenang. Menyejukkan."
Apa dia memikirkanku? Pertanyaan itu kerap kali hadir di saat bayangannya melintasi pikiranku. Aku ingin pulang. Ingin bertemu. Bercerita tentang apa pun yang telah terjadi setahun belakangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara
Short StoryMemulai kembali dengan kisah patah hati atau melangkah menuju yang membuatmu nyaman adalah pilihan, terserah hati memilih kembali terluka atau melupakan tragedi.