3. Kejutan

2.9K 496 149
                                    

Hari ini ulang tahun Seokjin.

Aku tidak bisa menundanya lagi.

Dewan direksi memaksaku menikahi putri penanam saham terbesar.

Dan otakku sudah buntu memikirkan segala macam cara untuk mempertahankan perusahaan keluargaku. Satu-satunya peninggalan orang tuaku.

Aku merasa tak berguna karena harus termakan jebakan sialan mereka.

Aku menemani si putri kaya berbelanja sampai jauh malam dan membuatku terlambat merayakannya bersama Seokjin.

Yoo Ri bahkan bersikeras ingin mampir ke rumah dan bertemu Seokjin.

Kutarik napasku dalam-dalam sebelum memanggilnya, berharap dalam hati semoga saja Seokjin bisa memaafkanku.

"Seokijinie sayang, Daddy pulang."

Kulihat ia memasang wajah merajuk andalannya dan mengerucutkan bibirnya.

Imut sekali, ingin segera kupeluk dirinya.

Tetapi aku menahan diri mengingat ada Yoo Ri yang bersembunyi di luar pintu.

Aku terkekeh, duduk di sampingnya, dan kurangkul bahu kecil bocah sepuluh tahun itu gemas.

Aku pun mulai bertanya iseng sambil menjawil ujung hidung mungilnya, "Seokjinie ngambek lagi?"

Seokjin menepis tanganku dengan telapak tangan kecilnya, masih merajuk lucu.

Suara ngambeknya terdengar, "Daddy bohong lagi sama Seokjinie. Hari ini tidak menjemputku, juga tidak pulang seharian. Aku 'kan kangen sama Daddy!"

Bohong lagi, katanya.
Jujur saja, itu membuatku merasa bersalah.

Namun kalimat terakhirnya yang mengatakan kangen sukses membuatku kembali hangat.

Memang hanya Seokjinie yang mampu membuatku merasakan berbagai macam hal hanya dalam beberapa patah katanya.

Aku mengacak rambutnya, gemas setengah mati melihat ekspresi wajahnya, mata bulat dan bibir maju, kombinasi luar biasa.

Aku menjawab cepat, "Daddy juga kangen Seokjinie, donk. Tapi, tebak, hari ini, Daddy, membawa seseorang untuk dikenalkan padamu."

Seokjin mengedip beberapa kali. Sepertinya penasaran, atau bingung?

Aku memberi isyarat pada Yoo Ri yang berdiri di ambang pintu agar masuk ke dalam kamar Seokjin.

"Hai, Seokjinie," sapa Yoo Ri, kurasa ia mencoba terlihat lembut dengan menambahkan senyum ramah untuk Seokjin.

Seperti ketika pertama bertemu denganku, Seokjin beringsut merapat padaku, dengan bola mata bulatnya menatap ragu pada Yoo Ri. Ia menarik-narik lengan jasku.

Aku menundukkan kepala, mengelus tangannya, berusaha memberikan keberanian padanya. Setelah kurasa ia cukup berani, aku mempersiapkan diri memberitahunya.

Kubimbing tangan kecil Seokjin ke arah tangan Yoo Ri yang terulur.

"Ia calon ibumu."

***

Saat itu, aku kira, meskipun pernikahanku dengan Yoo Ri adalah karena bisnis belaka.

Paling tidak, dengan adanya figur seorang ibu, Seokjinie akan lebih berbahagia.

Aku belum menyadari kalau ternyata, Seokjinie sama sekali tidak mengharapkan kehadiran Yoo Ri.

Joon's Journal [ Namjin ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang