Dua

328 17 1
                                    

Jingga sore mulai menyapa. Menggantikan biru yang sedikit terkalahkan karena jingga yang kini menjadi pusat perhatian. Gadis dengan rambut hitam lurus panjang berjalan masuk ke dalam rumahnya setelah memarkirkan mobilnya tepat di belakang mobil mamanya. Kakinya berderap menuju sebuah kamar yang rutin ia masuki. Allura tersenyum ketika melihat seorang wanita dengan banyak kerutan di wajahnya tengah duduk sambil menyulam seperti biasa.

“Sore, Oma. Ini udah sulaman keberapa hari ini?” tanya Allura seraya menunjuk benang wol berwarna tosca yang tengah disulam oleh omanya.

Oma menolehkan kepalanya sejenak lalu tersenyum. Tangannya masih sibuk menyulam benang-benang itu menjadi sebuah rajutan yang akan menjadi koleksinya yang kesekian. “Sore cucu Oma yang paling cantik. Benang tosca ini baru korban eksekusi ketiga Oma hari ini,” jelasnya yang membuat Allura terkekeh kecil.

Begitulah Allura, rasa sayang terbesarnya hanya dimiliki oleh mama dan neneknya setelah papa yang dulu menjadi sosok paling ia idolakan justru menjadi sosok yang juga menghilangkan kepercayaannya. Sudah hampir dua belas tahun ia hanya tinggal bersama mama dan neneknya. Dengan segala kebahagiaan yang tanpa sadar ia rasakan. Meskipun ia selalu dihantui pertanyaan yang membuat pikirannya terganggu ketika mengingatnya. Salahkah jika ia membenci laki-laki yang sudah membuat air mata mamanya jatuh?.

Setelah sedikit bercengkrama dengan neneknya, Allura keluar dari kamar itu dan berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dilemparnya pelan tas ranselnya sebelum akhirnya ia membaringkan tubuhnya diatas kasur king size miliknya. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamarnya hingga akhirnya bunyi ponselnya memecah lamunannya. Dibukanya pesan singkat yang barusaja masuk.

Arjune : Al, boleh kirim file dokumentasi MOS tahun lalu?

Jujur, hanya mendapat pesan singkat seperti itu saja dari Arjune sudah membuat darah dalam tubuhnya berdesir hebat. Percakapan diantara keduanya memang hanya terjalin saat ada kepentingan organisasi saja. Karena selebihnya, Allura yang memilih untuk diam dan tak bersikap sok akrab dengan Arjune.

Allura : Boleh. Nanti malem gue kirim.
Read.

Setelah mengirimkan balasan pesan untuk Arjune, gadis itu bangkit dari tempatnya. Berjalan ke luar balkon kamar untuk melakukan rutinitasnya selama tiga belas tahun terakhir. Memandangi kamar milik seseorang yang selalu berhasil menjadi alasan Allura untuk tertawa dari balkon kamarnya. Kamar yang sudah tiga belas tahun ditinggal oleh pemiliknya. Allura mengunci pandangannya pada kamar yang berada di seberang penglihatannya dengan tatapan nanar.

“Aubyn hari ini nggak ke sekolah?” tanya seorang gadis kecil dengan nada bicara khas anak kecil seusianya. Rambut hitam legamnya dibiarkan terurai dengan jepit rambut warna-warni.

Dihadapannya terdapat anak laki-laki yang berusia tiga tahun lebih tua darinya tengah terbaring dengan handuk di keningnya. “Ara hari ini main sendiri dulu ya. Aubyn nggak enak badan,”

Ara adalah panggilan masa kecil dari Aubyn khusus untuk Allura. Bahkan, anak laki-laki itu akan marah jika ada seseorang yang memanggil Allura dengan panggilan khususnya. Gadis kecil bernama Allura itu mengerucutkan bibirnya sedih. Kepalanya menunduk, kedua tangannya memeluk boneka panda kecil kesayangannya.

“Ara punya permen karamel dari mama. Kata mama, kalo Ara kenapa-kenapa, Ara harus makan permen itu supaya baik lagi,” ucapnya seraya merogoh saku baju bonekanya. “Aubyn harus makan permen ini kayak Ara ya! Ara nggak mau main sendiri,” Tangannya terulur dengan sebuah permen karamel ditangannya.

Aubyn tersenyum. Tingkah Allura yang menggemaskan karena tiga tahun lebih muda darinya membuat keduanya tidak bisa dipisahkan.

Allura menghapus air matanya pelan. Senyum getirnya terlihat di wajahnya yang manis. Bayang masa kecilnya kembali terputar di kepalanya ketika ia memandangi kamar dengan tema antariksa di seberang balkon kamarnya.

Tak Lagi Sama [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang