28. Menarik Tali Tambang

1.1K 179 64
                                    

Halohalo hai. Udah lama banget ini tiga curut nggak dapet kabar. Nggak tahu kenapa, aku nggak ikhlas. Dan buat yang sempat baca message board aku, cerita ini tadinya mau aku masukin ke Google Books, tapi lagi liat liat peluang juga barangkali bisa masuk ke tempat lain. Selagi dalam tahap proses dan meyakinkan diri, selamat menikmati chapter baru~ <3

*

Saka

"Janji, ya, sampai nanti udah tua kita bakal kayak gini, bakal bareng-bareng terus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Janji, ya, sampai nanti udah tua kita bakal kayak gini, bakal bareng-bareng terus. Mau berantem juga jangan kelamaan. Kan lucu nanti kita udah 70 tahun masih jalan bertiga, pesan bubur bertiga gitu. Jadi kakek-kakek sama nenek gaul. Bisa pamer kalau udah sahabatan dari zaman otak masih bagus."

Itu yang Adara bilang dulu, tepat ketika gue dan Edsel wisuda. Ada janji yang diajukan, tapi telinga gue seakan digelitiki. Awalnya gue pikir itu hanya sekadar candaan Adara, dan gue ingat betul ucapannya itu sempat gue tertawakan.

"Kalau udah tua bukan cuman jalan bertiga, Ra. Nanti ada anak atau cucu yang temanin karena takut kakek neneknya nyasar," celetuk gue asal.

Iya, gue menyeletuk asal. Karena nyatanya janji itu nggak semudah yang Adara ucapkan. Nggak semudah yang dibayangkan.

Karena sekarang, gue ragu hal itu akan terjadi. Bakal kayak gini, katanya? Bareng-bareng terus? Apa yang terjadi di antara kami bertiga sesuai dengan semua janji itu?

The answer is obvious, isn't it?

Memang begini ya maksudnya untuk jangan mengucapkan janji yang nggak bisa ditepati?

Jujur saja, gue payah dalam urusan cewek. Tapi sekalipun gue sadar diri dengan minimnya pengalaman ini, gue cukup yakin dan percaya diri dalam berurusan dengan hal-hal yang bisa menghibur Adara.

Atau begitulah yang gue pikirkan pada awalnya.

Sayangnya pemikiran itu terlalu dangkal untuk gue terapkan sekarang. Karena hal-hal biasa itu nggak lagi bekerja lagi pada Adara. Tidak dengan Adara yang sekarang.

Banyak yang sudah terjadi, dan semua itu membawa perubahan. Sayangnya terlalu banyak yang berubah sampai gue nggak tahu apa lagi yang masih sama. Bahkan fisik pun tidak. Rasa lelah seperti sibuk beranak-cucu dan menguras semua yang ada. Tenaga, perasaan, fokus, semuanya terkuras. Bukan hanya nggak bisa tidur, gue bahkan nggak bisa fokus mengerjakan pekerjaan gue.

Silakan bilang gue nggak profesional, tapi nyatanya urusan personal ikut andil dalam semua yang lakukan, sekalipun itu di saat lo menjadi budak dunia pekerjaan.

Semua beban pikiran gue, soal Adara, soal Edsel, dan soal gue sendiri, semua itu gue tidur, membuat gue terjaga dan gelisah sendiri sampai akhirnya gue tanpa sadar tertidur dan bangun sedikit lebih lama dari biasanya.

Yah, sedikit. Setengah jam.

Seperti rutinitas gue beberapa hari belakangan ini, gue berangkat ke kantor bareng Adara. Tapi hari ini Adara jadi lebih sedikit bicara. Bahkan mungkin kami nggak akan bicara sama sekali kalau gue nggak mengucapkan selamat pagi dan bilang bahwa Edsel nggak kelihatan lagi pagi ini.

Manipulasi Rasa & Enigma RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang