Jangan lupa vote dan komen yaa biar penulis tambah semangat..
.
.
.
Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana Tuhan membuat semesta bekerja. Kamu bisa saja berusaha membangun yang terbaik sejak awal. Tapi tidak menutup kemungkinan jika yang sudah kamu bangun itu akan berakhir dengan cara yang paling tidak kamu harapkan.
Setelah kejadian jatuhnya istri pak Fiko di kantor hingga kejadian pak Fiko yang bertingkah aneh. Rasa sukaku pada dia menjadi hilang. Tak bersisa.
Apa aku kecewa ketika mendapati orang yang ku sangka baik ternyata sebaliknya?
Iya aku kecewa dan syukurlah aku hanya menangisinya semalaman.
Hari ini perasaanku lebih lepas.
Tak lagi mengagumi. Tak lagi kecewa.
Hari-hari berikutnya aku tetap bekerja di rumah pak Fiko. Yahh aku tetap butuh uang untuk makan. Dengan ijasah seadanya sangat sulit menemukan pekerjaan yang bisa kulakukan.
Sekarang yang kukerjakan tak jauh lebih baik dari pada pembantu. Maksudku asisten rumah tangga. Kata pembantu terdengar begitu kasar.
"La."
Mba Tesya datang dengan kantong plastik berisi penuh belanjaan bahan makanan.
Hal yang membuatku salut dengannya. Meski suaminya mapan ia tetap sederhana. Ia melakukan segala hal perkerjaan seorang istri. Mulai dari menyiapkan baju kerja suaminya, belanja di pasar, menyiapkan makanan dan menyendokkan makanan ke piring suaminya.
Kurang beruntung apa lagi coba si pak Fiko ini?
Hhhh masa bodoh! Aku akan bersikap seolah yang kemarin tidak pernah terjadi.
"Iya mba." Kubantu dia membuka barang belajaannya dan memasukkannya ke kulkas.
Mba Tesya bercerita sambil mengatakan jika ia akan memasak apa nanti siang.
Wajahnya biasa-biasa saja terhadapku. Tidak ada kesan jika ia membenciku karena kejadian kemarin.
Memang bukan salahku. Tapi jika saja suamiku melakukan hal seperti itu, jelas akan kujambak rambut perempuan manapun itu sampai kehilangan mahkotanya.
Pak Fiko datang dengan raut wajah dingin. Ia tak mengatakan apa-apa saat mba Tesya menyiapkan makanan di meja.
Aku meletakkan gelas di samping pak Fiko. Lalu kemudian kuliat pak Fiko menyentuh tanganku.
"Lala." Suaranya sangat dalam.
Aku menoleh. Mata kami saling menatap. Wajahnya berjarak beberapa senti.
Aku sempat dibuat terpesona sampai mba Tesya datang. Segera aku lari dan meninggalkan mereka.
Dapur menjadi tujuan terdekatku untuk menghindari mereka. Lebih tepatnya menghindari pak Fiko.
Dari sini kudengar mereka sedang berdebat. Mba Tesya terdengar memohon sambil menangis dan suara Pak Fiko begitu tegas seolah tak mengasihi mba Tesya.
Aku mencoba mendekat. Mba Tesya duduk dengan wajah basah. Sementara pak Fiko berdiri dan melirik penuh arti padaku kemudian pergi begitu saja.
"Mba." Kudekati mba Tesya. Wanita anggun yang mengenakan hijab itu mengelus perutnya dengan sayang.
"Kamu tahu La? Mengapa Mas Fiko bisa sekasar itu padaku?"
Suara mba Tesya terdengar pilu. Air mata tak henti mengalir di pipinya.
Aku tidak tahu penyebab rasa sakitnya tapi melihatnya begini membuatku bisa merasakan bagaimana ia terluka karena perlakuan orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal Me
RomanceUntuk apa berteriak jika bisikan saja sudah mampu terdengar. Untuk apa kasar jika kelembutan saja sudah mampu menghancurkan baja.