(25) Marry Me

206 39 24
                                    

"Bodoh. Bodoh. Dasar tolol," batin Mauve. Ia terus mengumpat dan menyesali perbuatannya sendiri. Zayn tadi menghubunginya dan bertanya apakah dia tidak sibuk, karena memang tidak melakukan apa-apa Mauve mengiyakan. Dengan begitu Zayn mengajaknya untuk dinner. Memang bukan suatu hal yang buruk, tapi Mauve takut kalau yang ia lakukan nanti akan membuat Harry lagi-lagi mendiaminya. Karena sudah terlanjur mengiyakan, mana mungkin Mauve menolaknya.

Apa lagi sekarang ia di hadapkan dengan Zayn. Bahkan sekarang Zayn berada dalam kamar dengannya. Zayn sedang menunggu Mauve mengganti pakaiannya.  ia melepas tuxedo hitamnya lalu berbaring di atas ranjang menunggu Mauve.

"Zayn, menurutmu ini bagus? Aku sudah sering memakainya. Tapi aku menyukainya," ucapnya selagi ia menunjukkan dress berwarna mauve pada Zayn. Karena dress itu, ia baru mengingat sesuatu yang sampai sekarang belum ia laksanakan. "Oh ya, Zayn. Terima kasih untuk dress ini. Aku belum pernah berterima kasih padamu."

Zayn mengerit heran. Ia bangkit dari tidurnya lalu duduk dan memperhatikan dress yang dipegang oleh Mauve. Dress masih sangat asing bagi Zayn, bahkan ini untuk pertama kalinya ia melihat dress itu. "Kurasa kau salah orang. Aku tidak pernah memberimu dress itu."

"Kau lupa. Kau memberikan aku ini beserta bunga chamomile."

"Kau serius, ada bunga yang bernama chamomile?" tanya Zayn agak ragu. Ia mengambil dress dari tangan Mauve lalu memperhatikan dress itu dan berusaha mengingat kapan ia memberi Mauve dress dan juga bunga. Zayn kembali menggelengkan kepalanya. "Mungkin aku lupa."

"Yang membawa ini Harry."

"Berarti itu pemberian Harry. Kurasa dia membohongimu." Mauve menelan ludahnya sendiri. Pipinya terasa panas. Ia sangat malu dan merasa menyesal sendiri.

"Baiklah. Aku pakai baju dulu," ujar Mauve. Ia menyengir lebar pada Zayn sambil berjalan mundur menuju closet miliknya. "Harry sialan," batin Mauve.

"Chamomile!" teriak Amélie dari luar kamar sambil memukul pintu kamar Mauve. Zayn yang tadinya sudah memperbaiki gaya tidurnya terbangun karenanya. "Chamomile buka pintunya!"

Zayn memutar knop pintu. Saat ia memunculkan kepalanya, saat itu juga Amélie tersenyum pada Zayn. "Uh hey Zayn. Chamomile ada di dalam?"

"Ya." Zayn membuka pintunya dengan lebar mempersilahkan Amélie untuk bertemu dengan kakaknya. "Lain kali kalau kau mau bertemu seseorang jangan teriak ya."

"Maaf." Amélie hanya mengangguk paham lalu berjalan menuju closet Mauve.

Mauve yang mendengar pintu closetnya dibuka langsung mengambil kimono yang ada di dekatnya lalu memakainya. Saat tahu yang masuk adalah adiknya, ia langsung melemparinya sisir. "Kau mengagetkanku. Kupikir kau Zayn."

Amélie menaikkan sudut bibirnya. "Lalu apa salahnya. Dia 'kan suamimu. Kalau aku Harry, kau akan kaget atau tidak."

"Aku akan telanjang sekarang juga," jawab Mauve kesal. Ia kembali melepas kimononya dan memakai dress-nya.

"Kau punya tampon atau pembalut?" tanya Amélie. Ia mengacak-acak laci pada closet Mauve untuk mencari.

"Ya. Sebentar. Sepertinya aku tidak menyimpannya di sini." Mauve menarik zipper dressnya lalu berjalan keluar dari closet. Ia berjongkok mencari tampon dalam nakasnya. Ia tidak langsung mengambilnya, ia hanya diam melihat benda yang dipakai saat wanita menstruasi itu masih sangat banyak di dalam nakasnya.

"Chamomile. Kau punya atau tidak. Aku membutuhkannya sekarang. Cepatlah," titah Amélie tak sabar. Mauve hanya diam. Ia melamun, seperti tampon dan pembalut adalah benda kenangan yang pantas untuk ia lamunkan. Karena tak sabar, Amélie mengambil benda itu sendiri. "Dasar aneh."

ChamomileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang