31. Flashback 3

1.8K 337 57
                                    

Chapt pendek

.
.
.

Jeongin jatuh terjerembab kedalam ruangan dibawah lantai. Setelah merasa melayang akhirnya ia terantuk keras pada lantai kayu dibawahnya.

Punggung dan kepalanya terasa nyeri dan kebas untuk beberapa saat. Ia meringgis dan merintih. Si manis mendongakan kepalanya mendapati Jinyoung tersenyum puas kearahnya dari atas.

Entah sejak kapan lelaki itu menggenggam sebuah tongkat baseball ditangannya.

Jinyoung menuruni tangga kecil itu dengan cepat. Membuat yang lebih muda beringsut menjauh. Menyeret tubuhnya dengan tangan seolah itu akan menyelamatkannya.

Brugh

Jinyoung melompat setelah sekitar 3 anak tangga yang tersisa.

Jeongin semakin menangis. Berdebar akan hal buruk apa lagi yang akan menimpanya.

Sret

"Ah!" Jeongin ditarik mundur. Pergelangan kakinya dicengkram dengan kuat.

"Mau pergi kemana, Jeongin-ah?" ucap Jinyoung remeh. "Kamu terkurung disini."

"H-Hyung!" Jeongin memekik keras, kala melihat Jinyoung mengangkat tongkat baseball nya tinggi tinggi.

"setidaknya ini bisa membuatmu diam untuk beberapa minggu." Kala Jinyoung mengangkat tongkatnya tinggi, senyuman miring tercetak mengerikan di wajahnya.


Brak -- kriet


"AH! HYUNG!"

Jinyoung kembali mengangkat tongkatnya tinggi tinggi. Menghantam kaki ranting itu sekali lagi

Brak !

"AH! HENTIKAN! AMPUN! HIKS STOP.. STOP!"

Jeongin meraung raung meminta Jinyoung untuk berhenti. Namun yang lebih tua menulikan telinganya. Menghantamkan tongkat itu tanpa ampun.

"hiks.. H-hyung.."


Brak!


"HYUNG APA YANG KAU LAKUKAN?! HENTIKAN! SAKIT! AMPUN HYUNG AMPUN!" Jeongin semakin meraung raung. Kakinya sudah lebam membiru. Tonjolan tulang patah terlihat mencuat hampir merobek lapisan kulit si manis dari dalam. Rasanya sakit luar biasa.

"Sekali lagi. Tahan sayang, ini akan lebih sakit dari sebelumnya." Jinyoung kembali mengangkat tongkatnya semakin tinggi.

"HYUNG!"


BRAK!

.
.
.

Jeongin mengerjapkan matanya pelan. Terbangun karena merasakan sakit yang teramat sangat dari sebelah kakinya.

Entah sejak kapan Jeongin pingsan tidak sadarkan diri. Yang ia ingat hanyalah Jinyoung yang terus mencoba merusak kakinya tadi siang diruangan ini.

Jeongin dapat melihat langit telah gelap dari kaca pada ruangan asing ini. Jeongin mendongakan kepalanya dari tubuhnya yang terbaring dengan selimut menutupi tubuhnya sampai dada.

Berdegup kencang karena ia tidak tau kondisi kakinya kini. Jeongin yakin, kakinya sangat parah sekarang. Dinilai dari gesekan halus selimut pada jempol kakinya dibawah sana membuat tubuhnya merinding seluruhnya.

Jeongin menggigit bibirnya keras. Air mata menggenang dipelupuk matanya. Keringat membasahi pelipisnya. Dengan hati hati ia menyibak selimut yang menyelimuti kakinya.

Hatinya merapalkan doa doa berharap kakinya masih dalam bentuk utuh dan tidak terlalu buruk.

Sret

Jeongin tidak bisa tidak menangis. Tangannya yang bebas menutup mulutnya sendiri menahan isakan yang sudah diujung lidah.

Bagaimana tidak, keadaan kakinya jauh dari kau akan segera pulih kau hanya butuh istirahat. Jeongin kini benar benar membutuhkan seorang dokter.

Kakinya yang ringkih terlihat membengkak. Lebam itu kini keunguan dan kehijauan. Ukurannya dua kali lebih besar dari ukuran kakinya yang biasa. Terlihat bengkok dan tulang menonjol disalah satu bagian. Patah. Ditambah dengan perban asal asalan yang tidak menutupi seluruh bagian kakinya.

Jeongin menangis tertahan. Bagaimana ia bisa keluar dengan keadaan seperti ini? Kedua kaki sehat saja ia masih sulit dan selalu gagal untuk melarikan diri. Sekarang bagaimana dengan salah satu kaki cidera parah?

Jeongin kembali menutupi kakinya dengan selimut. Tidak sanggup dan terlalu mengerikan untuk dipandang.

Jeongin meraung raung tertahan. Menangis kencang dan merutuki nasibnya.

Jeongin rasanya ingin mati. Dan ia rasa ia akan menyerah. Jinyoung tidak akan membiarkannya bebas meskipun Jeongin mati sekalipun. Kakaknya yang hangat itu telah berubah menjadi seorang psycho.

Tidak ada lagi langit terhampar luas. Udara hangat menyeruak. Dan taman bunga yang membentang luas. Jeongin tidak bisa lagi mengagumi mereka semua. Yang ada hanya tembok dinding yang mengurung dirinya dan Jinyoung.

Tidak ada lagi Hyunjin.

Tidak ada lagi Hyunjin yang menyayanginya.

Tidak ada lagi Hyunjin yang menjadi harapannya.

Tidak ada lagi Hyunjin.

Hyunjin.

Sayangku..

"AH! Hiks hiks. Berengsek! Haaaa!" Jeongin menangis histeris. Meraung raung dibawah sana. Meremat kepalanya dan menjambak rambutnya. Memukul dan menyakiti diri sendiri.

"AHHH BODOH! BAJINGAN! HIKS!" Jeongin menangis terisak. Meratapi kebodohannya. Jika ia mendengarkan Hyunjin dan tidak sembarangan membuka pintu, mungkin ia tidak akan berakhir seperti ini.



Dan Jinyoung diatas sana mendengar semuanya, dan menangis tersedu sedu.

Tbc

.
.
.
Sowry chap ini pendek banget, soalnya sisa segitu aja untuk flashbacknya

INI END CHAPT DARI FLASHBACK YAAA, ABIS INI BAKALAN MULAI KE CERITA SELANJUTNYA SEBELUM FLASHBACK

HOPE U LYK IT

LAVS

[1] Save Me • Hyunjeong || COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang