Seorang gadis sekitar usia 24 tahunan berdiri di pinggir danau, hijab putihnya berkibar karena angin yang berhembus sejuk menerpa wajah cantiknya yang sedang memandang jauh kedepan. Netra hitamnya sesekali tertutup kelopak matanya yang tertutup, bibirnya yang merah terkunci rapat tanpa sedikitpun suara keluar dari celahnya yang mungil.
"Nona, mari kita pulang," ajak seorang perempuan yang sejak tadi menemani sang gadis. Usianya tak jauh beda dengan gadis tersebut.
"Baiklah."
Keduanya berjalan meninggalkan danau. Menyusuri jalan setapak tersebut menuju rumah dengan gaya khas china jaman dulu.
"Merindukan kampung halamanmu lagi, Nak?"
"Ibu, anda sudah kembali?" Bukan menjawab pertanyaan sang Ibu, namun gadis tersebut melemparkan pertanyaan lain dengan tersenyum.
"Iya, Ibu baru saja kembali, lalu bagaimana denganmu?" Perempuan paruh baya tersebut menyambut uluran tangan sang gadis untuk menuntunnya duduk di kursi.
"Ibu, Lana hanya pergi ke danau bersama Shan Shan. Ibu, ingin teh?"
Sang perempuan menggeleng lembut, tangannya meremas lembut gadis yang sehak tadi tersenyum padanya. "Sudah tuju tahun, Lana tidak ingin kembali?" Pertanyaan yang sama yang Lana dengar dari sang Ibu selama seminggu ini.
"Ibu, Lana di sini baik-baik saja. Apa Ibu ingin mengusir Lana?" Tanya gadis itu dengan raut wajah sedih, dia akui dirinya bukanlah anak kandung dari perempuan di depannya ini, tapi tuju tahun bukan waktu yang singkat sehingga tidak mungkin gadis ini tidak mencintai perempuan yang selama lima tahun ini mengadopsi dirinya. Ya Lana adalah seorang TKI di negeri tirai bambu ini, namun dua tahun menjadi pembantu, Lana diangkat menjadi anak oleh sang majikan.
"Anak nakal, mana mungkin ibu mengusirmu dari sini. Ibu hanya tidak ingin kamu melupakan kampung halamanmu, meski sekarang kamu adalah anak ibu, tapi Indonesia adalah tempat kamu dan orang tuamu dulu tinggal."
"Ibu, Lana akan ke sana bersama, Ibu." agar Lana punya alasan untuk kembali kemari. lanjutnya dalam hati.
"Tentu saja, Ibu tidak akan membiar kau ke sana sendiri. Baiklah, Ibu akan pergi ke kamar, Shan Shan ajak Nona mu ke kamar untuk mandi dan bersiap, hari ini aku akan mengajaknya makan di luar."
"Siap, Nyonya,"
"Ibu, Lana ke kamar dulu."
Lana dan Shan shan meninggalkan ruangan di mana Ibu Lana berada tadi, tak lama Ibu Lana juga pergi ke kamarnya.
Di dalam kamar Lana kembali termenung, mendengar kata Indonesia, mau tidak mau membuat Lana kembali pada masa-masa di mana dirinya masih menjadi seorang gadis yatim biasa di sana. Hari ini adalah hari yang tak pernah Lana muda pikirkan saat itu, saat itu dia hanya berpikir bagaiman caranya lulus dengan beasiswa agar tidak menyusahkan ibu panti yang merawatnya sejak kecil. Lana saat itu begitu naif dan selalu bernaggapan bahwa semua orang itu tidaklah jahat dan hanya suka menggoda saja.
Lana kembali teringat akan masa di mana pertama kali ia menginjakkan kakinya di salah satu Sekolah Menengah Pertama yang terkemuka di Jakarta. Dirinya beruntung bisa masuk sekolah tersebut dengan beasiswa. Takut, itulah yang sebenarnya Lana rasakan saat pertama kali memasuki gerbang sekolah tersebut, dirinya merasa berbeda karena semua yang masuk dalam sekolah tersebut diantarkan oleh orang tuanya dengan motor dan mobil.
Iri sempat memasuki relung hati Lana, bukan, bukan karena mereka diantar dengan kendaraan, tapi lebih pada Lana iri dengan mereka yang diantarkan oleh orang tua mereka. Sedangkan Lana, ia hanya sendirian saja, tidak ada siapapun yang menemaninya. Lana muda terus saja meremas tali tasnya, sampai akhirnya dia mendengar suara seorang remaja putra yang berteriak dari arah gerbang.
"Tidak mau, Ardi malas sekolah di sini, Ma." Ucap suara remaja putra tersebut.
"Kamu mau jadi apa kalau nggak mau sekolah di sini?" Ucap suara lembut seorang wanita, namun masih dapat di dengar oleh Lana karena jarak gerbang dengan Lana masihlah dekat.
"Aku mau sekolah di tempat Alif sekolah."
"Alif? Ya Allah, Ardi. Alif juga sekolah di sini, memangnya kamu pikir di mana dia akan sekolah?"
"Ehh, bukannya kata dia, dia akan sekolah di luar negeri?"
"Anak seusia kalian? Tidak mungkin. Sudah sana masuk, bikin mama malu saja."
Lana yang penasaran menoleh pada percakapan di sana dan yang Lana lihat adalah seorang pemuda tampan dengan wanita yang cantik. Dan itulah pertama kalinyap Lana melihat Ardi untuk pertama kalinya, lelaki yang menjadi sahabat dan pelindungnya selama masa ia muda dulu.
"Nona, airnya sudah siap." Suara Shan Shan membawa kembali Lana dari ingatannya akan masa lalu. Ia tersenyum pada Shan Shan.
"Terima kasih Shan Shan, kamu boleh kembali ke kamarmu untuk beristirahat."
"Baik, Nona."
Shan Shan meninggalkan Lana sendiri di dalam kamarnya. Lana segera bersiap untuk mandi dan berhias untuk acaranya nanti malam.
Lanjut?
Assalamualaikum, hallo aku bawa cerita baru. Semoga suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardian's
RomanceKebahagiaanku adalah bisa berguna untuk setiap manusia, Alana Bila ada sebuah penyesalan dalam hidupku maka adalah saat aku dengan lantang membuatmu pergi untuk menjauh dariku. Ardi Tidak ada kata yag mampu aku ucapkan selain kata maaf. Alif Obsesi...