Author's POV
"Umm. . . Hi," itulah kata pertama yang keluar dari mulut Harry setelah sekian lama tidak bertemu dengan Mauve. Ia tampak canggung duduk berhadapan Mauve, begitu pula dengan perempuan itu. Hanya saja bedanya Mauve tidak terlalu menampakkannya. Harry meletakkan buket bunga matahari di atas meja, ia memberikan bunga itu pada Mauve. "Bunga."
"Aku tahu. Siapa yang bilang itu anjing."
"Funny Chamomile. Kau mendiami aku selama berhari-hari."
"Ya. Kau tinggal aku tiriskan lalu goreng," kata Mauve. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong cardigan yang ia kenakan, sedangkan matanya masih menatap Harry sinis.
Mereka sedang berada di Café yang berhadapan dengan toko bunga milik ibu dari Mauve. Tempat dimana Mauve menyeretnya karena kesal Harry membawa Zayn untuknya. "Baiklah. Chamomile, aku—"
"Aku tidak apa-apa dan jangan mengucapkan kata maaf." Mauve memperbaiki posisi duduknya, ia mengangkat kursinya agar lebih maju dan bisa dengan dekat bicara dengan Harry. "Aku sudah overdosis karena kata maafmu."
"Okay." Harry menunduk. Kedua tangannya ada di antara pahanya seperti ia sedang menahan sesuatu. Ia sangat ingin memeluk Mauve, ia merindukan Mauve, namun rasa rindunya sama besarnya dengan rasa takut yang ia rasakan sekarang. "Bagaimana keadaan kalian."
"Aku dan Zayn? Kami baik-baik saja." Harry membuka mulutnya untuk merespon apa yang baru saja dikatakan Mauve, namun Mauve sudah lebih dahulu menyelanya, "Bagaimana denganmu."
"Maksudku kau dan anak kita."
"Kau tahu darimana?" Harry mengangkat kedua alisnya karena pertanyaan Mauve. Pertanyaan itu cukup mudah, tapi Harry tahu risikonya. Ia tak mau Mauve memarahi Amélie nantinya. "Kenapa. Kau takut aku akan marah."
"Itu tidak penting Chamomile. Kenapa kau menyembunyikan ini dariku." mata Harry bertemu dengan Mauve, ia menatapnya sendu. "Kenapa kau seperti menyembunyikan ini dariku."
"Kenapa? Apa pedulimu. Kau sendiri 'kan yang memutuskan hubungan kita."
"Aku sudah berusaha menghubungi bahkan menemuimu untuk memperbaiki hubungan kita tapi kau menghindar dariku."
"Apa yang ingin kau perbaiki, kata-katamu yang sudah tertancap di kepalaku sampai sekarang? Harry, kita memang tidak bisa bersama lagi." Mauve berbicara pada Harry tapi pandangannya mengarah pada kaca di sampingnya melihat mobil yang terparkir di depan toko bunga.
"Chamomile. . ." lirih Harry. Mauve masih diam, ada dua kemungkinan yang membuat Mauve diam, yang pertama adalah karena ucapannya barusan dan yang kedua adalah dia sedang memikirkan seseorang. Harry mengikuti arah mata Mauve, tak lama seseorang yang tidak Harry harapkan keluar dari mobil itu.
"Kalau Zayn mengatakan sesuatu padamu, kau tidak perlu memedulikannya," ujar Mauve lalu menyesap tehnya. Ia mengetukkan jarinya pada gelas yang ada di atas meja sambil terus melihat Zayn yang sedang menyebrang jalan. "Aku tidak mungkin melakukan ini kalau bukan karena kau."
"Maksudmu?" tanya Harry.
"Hi Harry," sapa Zayn. Ia sedang berdiri di samping Mauve. Zayn membungkuk, mengapit pipi Mauve, ia lalu mengecup bibir Mauve setelahnya ia mencium sebelah pipi Mauve, sedangkan mata Zayn mengarah pada Harry. Zayn menarik kursi lalu duduk di samping Mauve. "Kalian sedang apa di sini."
Harry mengepalkan tangannya di atas pahanya, rahangnya mengeras. Sorot matanya menajam. Mauve memindahkan tangan Zayn yang melingkar di perutnya, "Aku kesulitan bergerak," ucap Mauve merasa tak nyaman ia lalu sedikit bergeser dari duduknya.
"Untuk apa kalian berakting di depanku?" tanya Harry. Zayn tertawa karena pertanyaan Harry barusan. "Maksudku. Pernikahan kalian palsu dan aku tahu itu."
"Sebentar lagi kami akan menikah sungguhan," ucap Zayn. Zayn menonjolkan lidah di pipinya, alisnya terangkat sebelah melihat Harry, "Mantan pacarmu sudah menyampaikannya."
"Maksudmu mantanku?"
"Mauve. Kalian sudah putus 'kan."
"Ya. Tapi—"
Tanpa Harry menyelesaikan kalimatnya, Zayn langsung menyelanya. "Lalu apa masalahmu sekarang. Kau sudah putus dengan Mauve itu berarti dia bebas jika ingin menikah denganku."
"Kalau begitu apa aku bebas membatalkan pernikahan kalian."
"Bisakah kalian diam!" ujar Mauve. Ia menghela napasnya kasar. Mauve menunduk tak mau menatap Harry. Rasa sakit hatinya pada Harry belum hilang dan sekarang ditambah ia menjadi kasihan pada Harry. "Kalian seharusnya tidak membahas ini."
"Dia sedang hamil," kata Harry seperti menyampaikan sesuatu yang belum Zayn ketahui. Padahal orang yang pertama kali tahu itu adalah Zayn.
"Lalu."
"Dan itu anakku," ucap Harry dengan penuh penekanan.
"Memangnya kenapa kalau itu anakmu. Kau tidak akan menanggung beban apapun 'kan selain Mauve. Aku bahkan bisa menggantikan peranmu," ucap Zayn dengan santainya.
"Kau tidak berhak menggantikan posisiku." Harry berdiri dari duduknya. Satu tangan Harry mencengkram kuat bagian depan baju Zayn, Ia menarik Zayn berdiri dari duduknya. Harry mendekatkan wajahnya pada Zayn, "Kau ingin merebut mereka dariku, huh."
"Berhenti Harry. Kau mempermalukanku," ucap Mauve dengan berusaha menarik tangan Harry agar melepaskan Zayn. "Kumohon."
"Baik," ucap Harry dengan tersenyum pada Mauve, "Kau pikir aku akan menjawab seperti itu."
Zayn menelan liurnya, ia juga tak berani melawan Harry karena tangan yang mengepal bisa kapan saja melayang di wajahnya. "Harry, ada apa denganmu. Lepaskan dia."
"Kau tidak pantas untuknya," ucap Harry pada Zayn.
"Siapa. Kau?" tanya Zayn meledek Harry. Harry tidak memedulikan Mauve yang sudah menangis di sampingnya sambil terus memohon padanya.
"Aku meminta agar kau menarik kata-katamu."
"Untuk apa. Memang benar 'kan aku akan menggantikan posisimu." Zayn menarik bajunya dari tangan Harry untuk lepas. Ia lalu menarik tangan Mauve memaksanya keluar dari Café tetapi Mauve seperti menahan dirinya. Ia masih tinggal mematung menatap Harry yang masih mengepalkan tangannya. "Ayo Mauve, untuk apa kau tinggal."
Mauve menarik tangannya dari genggaman Zayn. "Aku bisa jalan sendiri," kata Mauve lalu berjalan dan dengan sengaja menabrak bahu Zayn.
Zayn mengejar Mauve yang berjalan mendahuluinya. "Seriously. Kau membela Harry."
"Mauve!" Mauve terus berjalan menyeberangi jalan tidak memedulikan Zayn yang terus meneriakinya. Zayn menarik tangan Mauve memaksanya untuk menghadap padanya. "Apa aku harus memanggilmu Chamomile agar kau mau menoleh!"
"Kau membela Harry?" tanya Zayn. Mauve hanya menggeleng, ia mulai sesegukan karena tangisannya. "Jawab Mauve!"
"Aku tidak membelanya. Dia tidak mungkin melakukan itu kalau bukan karena ucapanmu."
"Lalu menurutmu aku salah. Jangan-jangan kau ingin membatalkan semuanya setelah bertemu dengan dia."
"Tidak Zayn."
"Lalu untuk apa kau bertemu dengannya?!"
"Bisakah kau tidak membentakku," ucap Mauve. Ia menyeka air matanya dengan lengan cardingan yang ia kenakan. "Harry benar, kau tidak berhak melarangnya menemuiku."
"Ya aku berhak. Kau tidak mungkin menangis seperti sekarang seandainya kau tidak bertemu dengannya. Kau sudah menerimaku 'kan, kapan kita melangsungkannya."
"Zayn, bukan saatnya kita membahas itu. Beri aku waktu."
"Sampai kapan."
"Sampai anak kami lahir."
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Chamomile
Humor[✔ ️| zayn malik & harry styles fanfiction] ❝Aku memohon padamu dengan sangat, kalau kau memang tidak benar-benar menyukai Mauve, jangan membuat Mauve sampai menyukaimu.❞ [publish: jun 2019 - sep 2019] Copyright © 2019 by tychilaude