Alhamdulillah, sesuai ekspektasiku. Si Bian nggak semena-mena sama aku kali ini. Mungkin karena restorannya juga bertema "All You Can Eat" kali ya, makanya dia nggak bisa ngakalin aku. Untuk pertama kalinya, akhirnya aku bisa kenyang juga pas makan bareng dia. Hehe. Kedengerannya merana banget ya? Tapi emang begitulah kenyataannya. Makanya aku paling nggak suka kalau Eyang lagi ketemu Kakek Salam berserta keluarganya dan ada dia, wahhh sial banget itu sih.
Habis makan, kami langsung pulang. Tadi di mobil aku juga sempet ketiduran. Lama juga sih, malah pas udah sampai depan gerbang komplek aku baru kebangun.
Reaksi Bian? Ya jelas, dia ngegerutu dong! Nggak mungkin dia bakal nyapa aku dengan senyumannya setelah aku tinggal tidur selama perjalanan. Jangan mimpi! Yang namanya Bian nggak akan memperlakukanku dengan manis.
Kasian ya yang nanti jadi istrinya. Pasti merana banget deh dapet suami sengeselin Bian. Ckck!
"Tuk! Tuk!" Suara pintu di ketuk dari depan.
Aku lantas menolehkan kepala, mengalihkan pandanganku dari cermin. Iya, sesampainya di rumah aku langsung mandi, bersih-bersih, dan ganti baju. Gatel lagian, bekas jalanan.
"Iyaa," sahutku dari dalam kamar.
"Ini Mbak Citra." Teriaknya dari luar. "Kamu cepat turun yaa, kita mau berbekyuan di halaman belakang. Cepet loh, jangan lama! Ditungguin soalnya,"
Aku meringis dalam hati. Haduh, kenapa sih waktu berbekyuannya nggak tepat. Baru juga tadi aku makan bareng si Bian, masa sekarang makan lagi? Bisa gumoh daging panggang ini aku!
"Iya, Mbak, iyaa... bentar lagi aku turun!" Kataku kemudian. Lalu suara Mbak Citra nggak aku dengar lagi.
Meski agak malas, akhirnya aku turun juga dan langsung menuju halaman belakang. Sudah ramai. Ternyata Ayah juga mengundang Om Heri, Papinya Bian. Nggak tau juga sih, sejak kapan Ayah akrab sama Om Heri mungkin semenjak aku pergi ke Singapura kali ya. Ya, bisa aja. Dan ternyata Om Heri nggak sendiri, ada Tante Wina, Maminya Bian, terus juga adaTante Ratih, Tantenya Bian, dan Fabiola, adik bungsunya Bian. Wah, ternyata ini acara dua keluarga gitu ya?
Tante Wina yang melihat aku berdiri di dekat pintu halaman belakang pun langsung menyapa, menyeruku untuk mendekat. Agak canggung sebenarnya, tapi akhirnya aku bergabung juga.
Saat ini waktu masih sore. Baru sejam yang lalu masuk waktu Ashar tapi nggak tahu ada angin apa dua keluarga ini mengadakan berbekyuan jam segini.
Aku yang merasa masih kenyang pun akhirnya menyingkir. Di gajebo kulihat Bian sedang duduk menyendiri di sana. Mungkin alasannya sama denganku, masih kenyang.
Tanpa menyapanya lebih dulu, aku langsung duduk aja di sebelahnya. Nggak perlu pakai permisi, lagian ini masih rumah Ayahku kok.
"Lo nggak ikut makan?" Tiba-tiba dia bertanya.
Aku meliriknya sekilas sebelum kembali sibuk dengan ponselku. "Kenyang."
"Sama sih, gue juga." Nggak nanya tuh.
Nggak aku hiraukan dia lagi. Lebih enak merhatikan ponsel aja baca apa kek. Biar berfaedah dikit. Daripada naik darah terus yang akhirnya bikin dosa nambah aja kan.
"Heh, skripsi lo gimana?"
"Gak gimana-gimana." Aku masih asik sama ponselku jadi nggak bisa aku lihat gimana ekspresinya sekarang. Paling mungkin ya dia lagi nautin alis tebalnya itu. Bikin garis kesal. Hahaha.
"Progress-nya gimana? Berapa persen?"
"Gak tau." Balasku nggak peduli. Paling bentar lagi dia bakal kesel nih. Yakin!
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Tapi Musuh (Old Version)
RomanceNamanya, Bian. Aku benci dia. Sebel. Kezeeel! Pokoknya bisa kenal sama dia itu petaka!! Sialnya, kenapa kita berjodoh sih?! - Regita Pertiwi. 2019©Copyright by Icha Azzahra _____ Highest Rank! #9 in Romance (8/12/2019)