Seorang laki-laki yang akan berusia 26 tahun pada November besok meletakkan jaket jeansnya di kursi panjang. Belum ada yang menyadari kedatangannya di ruangan itu. Sambil menunggu beberapa mahasiswa yang mengenakan almamater berwarna merah itu selesai, ia menatap sekeliling sebentar. Ia tengah menghadap timur sekarang. Fokusnya langsung tertuju pada jam dinding, pukul 3.15 sore. Harusnya perkuliahan sudah selesai. Begitu pikirnya. Sebentar ia melihat ponselnya, barangkali seseorang yang ia cari sudah menunggu. Mengingat ia terlambat 15 menit dari jam yang telah disepakati. Tapi tidak ada satupun notif selain twitter di bar hpnya. Laki laki yang kumaksud ini kembali menatap sekeliling. Kali ini ia mengelus jenggotnya yang tipis dengan jemarinya sendiri. Ada gelang karet di tangan kanannya yang seharusnya berwarna putih, kini sudah tak secerah dulu sebab sudah terpasang paten selama 3 tahun belakangan. Setelah dirasa lengang, laki laki ini berdiri mendekati meja panjang khas ruang administrasi. Ia mengguratkan senyum tipis, mengejek yang kini ia temui disitu. Tepat laki laki itu mulai menjulurkan tangannya untuk bersalaman, laki laki lain yang kumaksud menyambut antusias "nop. nop. Lihat! Haha. Bos cabe-cabean datang" Katanya memanggil seseorang yang tak akan kukenalkan dibagian ini. Tapi biar kuperkenalkan yang lain, laki-laki yang tadi sibuk melayani mahasiswa itu bernama daus. Dia adalah seorang staff Administrasi di sebuah kampus. Daus yang masih tak percaya akan yang ia dapati dihadapannya menepuk pundak lelaki itu, lelaki yang tadi mengenakan jeans dan di letakkannya di kursi tunggu. "Gimana gimana, ada yang bisa dibantu bapak?" Kata daus menggoda. Seseorang yang sebenarnya tak setuju dipanggil bapak itu kemudian menjawab "aku kelihatan tua banget ya mas?" Katanya memasang wajah serius, sungguh daus sadar ia tengah berpura-pura. Maka dari itu keduanya justru melanjutkan tawa. "Mas. Aku sudah janjian dengan pak Ahmad disini, Jam 3. Aku telat 15 menit" lawan bicaranya sudah melanjutkan aktifitasnya, menghitung lembaran kertas HVS yang akan ia serahkan ke ruang perpustakaan. "Kamu ya, dari dulu masih saja tidak berubah. Pak ahmad sudah menunggu kamu. Untung kamu sudah wisuda" katanya mengejek. "Lah itu dia. Kan sampeyan banyak turut andil dalam kelulusanku. maaci mas daus" balas laki laki itu, kini ia mengayunkan kedua tangannya berpose imut, diikuti bibirnya yang dimonyongkan dengan sengaja. Orang yang kunamai daus ini terbahak, ia menjelaskan bahwa tengah jijik akan sikapnya. Tentu saja keduanya sedang bercanda. "Pak ahmad ya, tadi dia memang bilang sedang menunggu orang. Tapi dia tidak bilang kalau orang yang dimaksud itu kamu" laki laki itu mulai menekuk tangannya diatas meja yang tinggi sekira dadanya. Mereka hanya berdua sekarang. "Sekarang pak ahmad dimana mas?", "kamu cari dia di B-6 ya. Kemungkinan disitu" jawabnya. Laki-laki itu sekarang menyerngit "loh, masih ada perkuliahan?" Daus menggeleng. "Ada sekitar 4 orang yang sedang bimbingan", "kamu kesana saja dulu", kali ini ia berbicara sambil menggerakkan tubuhnya yang dirasa ototnya mulai kaku. "Ada perempuan tidak terlalu tinggi di depan B-6. Selalu memakai jaket parka hijau. Namanya ica, tapi panggil dia nonin atau kau tidak akan dijawabnya. Tanyakan saja pada dia". Imbuhnya tanpa ragu. Laki-laki itu mengangguk setuju. Untuk selanjutnya bergegas menuju ruangan B-6 yang dimaksud, saat membuka pintu dan kakinya sudah ada diambang masuk dan keluar, laki-laki itu berhenti. Tubuhnya berbalik. "Mas", serunya kepada daus. Orang yang merasa namanya dipanggil itu menoleh, memberikan tanda seolah berkata "ada apa lagi?", "kenapa aku harus bertanya pada perempuan yang bernama nonin?", sementara pertanyaan itu muncul, aku akan menghentikan waktu. Apa kau juga tak memikirkan? Disana ada 4 mahasiswa yang tengah bimbingan. Tapi daus menyebutkan nonin dengan spesifik. Seakan ia tahu bahwa nonin adalah orang yang akan tersisa disana. Tapi sudah saja, kau tak akan pernah paham bagaimana semesta bekerja. Waktu kembali normal saat seorang mahasiswa hendak masuk, laki-laki itu terpaksa mengalah sambil meminta maaf meninggalkan pertanyaan yang belum daus jawab. Jika boleh jujur, daus tentu saja tidak tahu kenapa ia berkata seperti itu. Jelas ia tak akan punya jawaban. Kemudian laki-laki itu masuk melalui lorong A untuk kemudian belok kanan menuju kelas berhuruf B yang berderet. Satu, dua, tiga, empat, lima, laki-laki itu diam sebentar. Seorang perempuan berjilbab pasmina berwarna coklat tengah sibuk dengan handphonenya. Sekitar 5 detik laki-laki itu melamunkan dia, ia yakin perempuan itu bernama nonin. Ia memang mengenakan jaket berwarna hijau, yang mana suatu saat laki-laki ini akan tau, bahwa jaket hijau yang dikenakan adalah parka kesukaannya.
Nonin memainkan handphonenya saat laki laki itu mulai mendekat. Dan sesaat setelah didekatnya, laki-laki itu tahu bahwa gadis berparka hijau itu tengah melihat gambar-gambar gunung yang tak asing. "Assalamualaikum", ucapnya. Belum ada jawaban. Perempuan itu masih menunduk. "Assalamualaikum, mbak nonin" kini perempuan itu mendongak. Nonin ternyata berhidung mancung dengan alis yang tak terlalu tebal. Begitu tangkapan pertama oleh bola matanya, dia manis, begitu jika laki-laki ini menyimpulkan. Nonin belum menjawab salamnya, padahal ada cerita tak ku tuliskan bahwa nonin telah menjawab dalam hatinya dengan lirih. Sebab ia punya pertanyaan pada laki-laki itu. "Mbak nonin, saya indra", sejak kapan kau sudah tahu bahwa laki-laki yang belum kusebutkan namanya ini adalah Indra? "Saya cari pak ahmad. Kata orang TU, pak ahmad lagi sama sampeyan, bimbingan skripsi. Iya?" Katanya mempertegas kedatangannya. Perempuan yang ia ajak bicara hanya mengangguk, seperti mengiyakan. "Sekarang pak ahmadnya dimana ya mbak?" Katanya lagi. Indra harus sungguh mengakrab, untuk tahu keberadaan pak ahmad. Sebelum akhirnya karena ia merasa menemukan teman bercerita dikisah pada hari berikutnya. Jika saat kejadian ini kalian melihat mereka didepan B-6 tengah menunggu pak ahmad yang ternyata sedang pergi sebentar, atau bahkan jika beruntung mendengar percakapan mereka, kau tak akan mengira bahwa mereka baru bertemu beberapa menit yang lalu untuk seakrab itu. Kau akan melihat keduanya sama sama tertawa. Apalagi jika kau kenal nonin, wanita introvert ini lebih suka memilih teman versi dirinya sendiri, kemudian kau bergumam "loh, laki laki berkaos tulisan pull and bear itu kriteria teman nonin?" Atau mungkin kau tertawa, sebab indra tampak tak cocok untuk ukuran mahasiswa yang mencoba akrab dengan nonin. Sekitar 18 menit berlalu, jika boleh jujur, keduanya kini tak lagi mengharap pak ahmad lekas datang. Nonin ingin bimbingannya ditunda barang 30 menit lagi. Sedang laki laki yang sudah kuberi nama indra, berharap agar waktu melambat barang sepersekian detik. Namun sayang, sama seperti dikisah sebelumnya, pak ahmad benar benar datang tepat setelah 15 detik setelah pengharapan keduanya. Nonin tak kecewa, indra pun begitu. Tapi sama-sama ada harapan di kedua matanya, bahwa suatu saat entah untuk mencari pak ahmad lagi atau tidak, keduanya akan mampu berbagi cerita lagi.
Indra menyaksikan nonin masuk menemui pak ahmad. Sedang pak ahmad lebih dulu masuk dan merasa bersalah karena meninggalkan mahasiswanya menunggu lama, hingga tidak sadar ada seorang yang bukan lagi mahasiswa tengah menunggunya pula.
Bagi indra, menunggu pak ahmad barusan adalah penantian yang menyenangkan. Eh, atau dengan siapa ia menunggu yang membuatnya jadi menyenangkan? Indra menggelengkan kepalanya, tersenyum dan melihat handphone nonin tertinggal. Indra jelas langsung melihatnya. Layarnya masih on, "sepertinya nonin orang yang ceroboh", gumam dia sendri. Sembari ia memasukkan hp tersebut ke tas laptop nonin yang ditinggalkannya, sesuatu membuatnya tersenyum. Beberapa gambar, perempuan, hidungnya mancung dan itu adalah nonin. Cerita tentang indra tak mungkin seperti ini saja. Aku akan menceritakannya nanti, kau akan tahu bagaimana tuhan telah menciptakan manusia dengan berbagai macam pemikiran. Berjanjilah jika kau tak akan jatuh cinta dengan indra, sebab suatu saat kita tak pernah tau banyaknya kemungkinan hadirnya orang orang yang membuat indra berfikir bahwa ternyata ada yang lebih menarik dari nonin.
Ditengah kemungkinan yang aku sebutkan dan waktu ternyata berlalu begitu cepat, seseorang keluar dari pintu B-6. Laki-laki yang tak terlalu tinggi itu berteriak "hei! Anak bujang! Suwi banget gak tau ketemu!". Indra yang sadar suara siapa itu langsung mengalihkan perhatiannya pada sosial media instagram yang sedang ia mainkan. Indra mendekat, bersalaman dengan akrab. Keduanya hampir 1 tahun tak bertemu, terakhir adalah saat indra wisuda pada maret, 2017 lalu. "Gimana, masih suka naik gunung?" Indra menyaksikan nonin keluar dari ruang kelas itu, menuju tasnya. "Masih pak. Ini aja saya habis pulang dari Argopuro. Mampir kesini, kan kata sampeyan ada yang harus saya kasih". Keduanya justru tertawa, meski tak ada yang lucu. Sedang di seberang jarak 5 meter, indra paham bahwa nonin masih disitu. Indra menceritakan bagaimana pendakiannya kemarin sambil berdiri. Ia tahu seseorang mengharapkan kisah nyata mengenai cikasur. Tapi belum usai ceritanya, pak ahmad menyela "eh ayo kita ke kantin saja. Jangan berdiri lah. Gak usah sambat, Saya yang bayarin!" Kata dosen itu tegas. Indra mengiyakan, jelas bercerita sambil ngopi dan merokok akan terasa jauh lebih nikmat. Jika indra harus jujur, ia akan menolak permintaan pak ahmad. Tapi indra ingat, ada sesuatu yang mungkin bisa membuat indra akan melakukan pertemuan lagi dengan perempuan yang sekarang tengah kecewa. Pak ahmad dan indra menuju selatan, memunggungi nonin yang segera menyusul utara. Keduanya tak sempat berpamitan barang sekedar mengucapkan salam. Tapi dihati keduanya, terucap satu permohonan agar cerita mengenai Argopuro ini akan dilanjutkan dan selesai. Dari sudut pandang berbeda, kau akan tahu bahwa tuhan mungkin akan mengabulkan keinginan keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menggapai Raung
AdventureSeorang perempuan yang mempunyai mimpi besar, imajinasinya membantu ia terbang di tempat tinggi. Dua hal besar yang pertama itu adalah tayamum, sedang yang kedua adalah mendaki sang maha megah raung. Mimpi akan tetap bunga tidur jika tak kau wujudka...