2

1.6K 158 25
                                    

Pertarungan dimulai, Lidya tak ingin tunduk dan menyerah begitu saja.

"Udahlah, jangan sia-siain tenaga dan nyawa lo buat ngelawan kami. Karena gimana pun, lo tetep bakal mati di tangan kami!"

"Lebih baik gue mati daripada nyerahin diri gue ke kalian. Setidaknya mati sekarang lebih terhormat setelah ini," desis Lidya. Mereka menunggingkan senyumnya, Lidya membalasnya dengan tatapan tajam berkobar amarah.

"Selamat tinggal dunia." Lidya menatap tajam mereka satu persatu, ada lima orang di hadapannya dan ia hanya sendirian di tengah jalan gelap dan sepi, tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Ia mengambil handphonenya yang sekarang tidak menyala lagi, ia ingin memungut kenangan yang masih tersimpan di dalamnya.

Pukulan diarahkan ke arah Lidya, namun dengan cepat Lidya membanting tubuhnya ke arah belakang dan membuatnya tidak merasakan pukulan tersebut. Lidya menatap mereka dengan tajam dan bersiap dalam posisinya.

Lidya menangkis pukulan itu lagi dan membalasnya dengan sebuah tendangan kuat di dua perut mereka. "Ini ga bakal selesai."

Ia mundur beberapa langka dan menggebrak mereka dengan tenaga yang teramat kuat hingga mereka terjatuh. "Gue bisa mempersingkat waktu."

Lidya menjauh dari mereka ke belakang, sangatlah menjauh hingga mereka harus berdiri dan mengejar Lidya dengan sekuat tenaga. "Gimana caranya gue mati? Gue ga sudi hidup udah ini terjadi."

Sebuah mobil sport mewah melaju dari arah yang berlawanan, warna hitam mengkilatnya terlihat walaupun suasana kini semakin gelap. Lidya memperjelas penglihatannya, mobil itu terasa tidak asing lagi baginya.

"Itu Damar?" pikir Lidya dalam lamunan ketika ia masih dalam keadaan berlari. Mobil itu membuat titik tengah antara Lidya dan kelima lelaki itu.

Lidya terhenti untuk melihat pemilik mobil tersebut. Pintu mobil tersebut dibuka perlahan dan memperlihatkan kakinya. Lidya berusaha menebaknya, tetapi gagal karena kondisi terlalu gelap untuknya.

Seorang wanita, melangkah dengan anggun di sebelah Lidya. Lidya mengerenyitkan dahinya dan melihat wanita itu dari atas ke bawah dan berbalik arah. "Siapa lo?"

Wanita itu tetap diam, dan malah menatap manja kelima orang lelaki di hadapannya. "Kalian ingin melakukan apa dengan wanita ini? Memilikinya ? Mengapa tidak denganku dan memiliku?"

Lelaki itu terlihat menelan ludahnya. Jantung mereka seakan berdegup begitu kencang. Wanita itu melangkah meninggalkan Lidya dan menuju salah satu yang dianggap pimpinan mereka. "Ayo kita bersenang-senang."

"Itu yang namanya Jalang?" tebak Lidya sambil bergidik ngeri melihat tampilan wanita itu di depan cahaya mobilnya sendiri.

Wanita itu menggenggam tangan lelaki itu dan kembali membawanya ke samping Lidya. Lidya bersiap di dalam posisinya.

Di langkah terakhir wanita itu berbalik arah dan menatap lelaki itu sangat dekat. Lidya semakin muak melihat tingkah mereka, ia berbalik. "Jangan meninggalkan posisimu!"

Lidya menaikkan satu alisnya, emosinya membakar jiwanya. Ia kini siap untuk menghabisi kelima lelaki tersebut ditambah oleh seorang jalang yang  tidak ia undang untuk menghabisinya. "Apa pedulimu?"

"Peduliku? Aku tidak ingin kamu melewati sesuatu yang dapat terjadi kini." Wanita itu menjawab dengan bahasa yang teramat formal, hampir di nada dan diksi suaranya tidak ada kata yang sering ia gunakan.

"Jika kamu ingin melawanku, silahkan saja dan berhentilah bermesraan dengan kekasihmu." Lidya berbalik arah dan menunggu mereka, sayangnya hidup dan pikirannya kini terlalu kalut dan menyedihkan hingga ia tidak bisa berpikir lebih jernih.

Wanita itu langsung membuat lelaki di hadapannya tersungkur di panasnya aspal. "Bersiaplah di posisimu! Aku Aluna Fentino Lathfierg, mungkin saja aku terdengar lembut namun itu bukan aku." wanita itu melirik ke arah Lidya dan mengisyaratkan untuk mengikutinya. Lidya mengangkat bahunya dan berjalan kembali ke sampingnya.

"Sialan! Lo berani sama gue? Dasar jalang!" amuk lelaki itu ketika yang lainnya berusaha membuatnya kembali berdiri.

"Aluna takut sama kamu? Gak ada di ingatan gue kalo gue pernah takut sama orang." Aluna mengangkat sudut bibirnya, mereka hendak menyerang Aluna namun dengan lekas Lidya menangkisnya dan membuat mereka kembali terjatuh. Mereka mengumpulkan  tenaga lalu berlari ke arah motor mereka masing-masing dan meninggalkan Aluna dan Lidya.

"Kenapa lo nolongin gue?" selidik Lidya menatap tajam ke arah Aluna.

"Aluna liat kakak dari ujung, dan gerakan kakak sangat hebat. Seakan udah terlatih melawan mereka, Aluna bergerak kesini," jelas Aluna lalu mengambil koper Lidya yang tidak jauh dari posisinya.

"Kakak? Gue bukan kakak lo dan gue ga kenal sama sekali dengan lo," tukas Lidya menyelidik dengan kata 'kakak' yang Aluna pakai untuknya.

"Aluna hanya menghormati kakak. Aluna tau, kakak lebih tua daripada Aluna. Aluna tebak saja, kakak sekitaran baru lulus tahun ini, kan? Ayo, kakak mau kemana? Aluna hantarkan," tawar Aluna sambil memasukkan koper Lidya  ke dalam mobilnya.

"Gue gak tau mau kemana, ga ada tujuan lagi. Gue cuma sebatang kara, dan gue mau cari kehidupan baru walaupun gue ga tau arah mana yang gue tuju," ucap Lidya sedikit sendu. Sebuah kristal air mata menggumpal di sudut matanya lalu kristal itu terjatuh.

Aluna seketika menarik tangan Lidya ke arah mobilnya. "Ayo ikut Aluna! Aluna bukan orang jahat kok, lagian Aluna gak punya kakak perempuan tapi Aluna mau punya kakak perempuan. Kakak bisa tinggal dengan Aluna di rumah Aluna, ayo lah gak ada waktu lagi kak. Mungkin mereka akan kesini lagi untuk membalas dendam bersama teman-temannya."

"Kamu serius?" tanya Lidya ketika memasuki mobil Aluna. Interiornya begitu mewah.

"Serius lah kak. Nama kakak siapa? Kakak udah kuliah?" tanya Aluna menatap ramah Lidya.

"Lidya Vanessa, gue kuliah di Sastra Inggris tapi sekarang enggak lagi. Lo emang kebiasaan pake bahasa formal kek gitu?" selidik Lidya.

"Memang, di rumah semuanya pakai bahasa formal seperti ini. Hm, kalo seandainya ketahuan pake bahasa lo-gue, bakal ada sanksi. Tapi pengucapan lain gak apa-apa, untuk mempersingkat waktu. Kakak ngerti pelajaran SMA?" tanya Aluna sambil menatap Lidya ketika fokus dengan menyetirnya.

"Ngerti."

"Bagus. Kak, Aluna mau ngingetin kalo Aluna ngomong sama orang, kakak harus diem aja."

Lidya seperti memikirkan sesuatu yang aneh, ketika ia melepaskan sesuatu ia mendapatkan sesuatu.

Mobil berjalan melintasi jalan yang gelap, hingga mereka tiba di rumah yang lebih besar dari rumah Zhiro. Cat berwarna perak dengan cat emas terhias.

"Ayo kak turun. Ini rumah Aluna," ajak Aluna lalu keluar dari mobilnya disusul oleh Lidya.

"Aluna harap kakak masuk dalam keadaan menunduk."

"Ada apa?"

Pintu terbuka, Lidya melakukan apa yang Aluna katakan. Hampir saja, sebuah pisau tertancap di pintu tepat lima sentimeter di atas kepala Lidya.

"Sasaranmu kurang tepat."

I'll Do Anything For You [Lathfierg Series]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang