Ketika mengerjakan tugas dirumahku. Jefri selalu dekat dengan mamahku. Sering kali sebentar aku meninggalkannya, —karena disuruh mamah. Tapi saat kembali, mamah dan Jefri selalu sedang asik bercanda.
Saat itupun mamahku sering mengajak Jefri memasak dan membuat kolaborasi masakan yang mereka buat. Itu karena mereka berdua sama-sama jago dalam bidang memasak.
Sudah masuk waktu makan siang sekarang, mamah dan Jefri pun masih asik memasak didapur. Meninggalkan aku yang berkutat dengan tugas makalah yang diberikan guruku kemarin rabu. Jefri juga lebih memilih untuk membantu mamahku, dibandingkan aku. Dia bilang, mengerjakan makalah bikin kepalanya pusing.
Aroma masakan mamahku mulai tercium oleh indra penciumanku, dan rasa laparku datang saat itu juga. Seperti terhipnotis, aku mengikuti aroma itu kearah dapur dan melihat banyak makanan yang mereka buat.
Hhmm, nasi liwet. Ahh, aku sungguh sangat menyukainya.
Nasi yang dimasak menggunakan daun salam dan sereh, yang ditambah dengan penyedap rasa dan garam, serta bawang nerah dan putih. Dengan lauk ikan asin, sayur lodeh, ayam, tahu, tempe, dan sambal, bahkan dengan jengkol yang sebenarnya tidak terlalu aku sukai, benar-benar menggugah selera makanku.
"Lala, tolong ambilkan kerupuk di lemari situ." Kata mamah, dan aku pun bergegas melakukan itu agar waktu makan segera dimulai.
"Mah ngga ada lalaban nya?" tanyaku.
"Ini lagi dicuci." Jawab Jefri, ahh iya. Aku tidak terlalu memperhatikan dia sedang apa tadi.
"Ayo makan." Kataku tak sabaran, diikuti kekehan dari Jefri sambil menyimpan lalaban yang sudah dia cuci ke atas meja makan.
"Cuci tangan dulu kamu Ruth." Kata Jefri, dan aku pun mengikutinya kearah tempat cuci piring. —iya, tempat ini, kami gunakan juga sebagai tempat untuk mencuci tangan.
"Ayo mah makan, nunggu apa lagi?" Kataku.
"Sebentar." Kata mamah, lalu membuka apronnya dan berjalan kearah tempat cuci piring.
Lama rasanya kami tidak berpesta seperti ini. Bagi orang Bandung, atau bahkan orang sunda, hal seperti ini saja sudah dianggap pesta seolah-olah memang memorable.
Jefri membantu mamah membawakan nasi pada piringnya. Membantuku juga, ditambah menambahkan lauk pauknya untukku. Melihat situasi ini. Entah kenapa aku malah terbayang tentang nya jika dia menjadi suamiku kelak. Apakah akan seperti ini juga? Atau keberadaannya akan lebih hangat dibandingkan ini?
Hilihhh Ruth… Kamu bahkan masih remaja, tapi pikiranmu sudah sejauh itu. Memang yaa, cinta monyet lebih membuat seseorang buta.
"Itu Jefri yang bikin sambal terasinya." Kata mamahku, saat aku mencoba sambal terasi itu dengan potongan tempe.
Aku memberikan 2 jempol pada Jefri, karena sambal yang dibuatnya ini benar-benar enak. Aku kembali mengambil beberapa potong tempe lalu mencolek sambal itu kembali menggunakan tempe tadi. Hhmm, ini benar-benar nikmat.
Sambil mengobrol santai, kami mulai menghabiskan makanan kami. Aku yang duluan habis, langsung membawanya kearah tempat cuci piring lalu mencuci piring itu. Didikan mamah, ketika kita habis makan, kita mencuci piring itu sendiri. —sekalian cuci tangan.
Mengambil air teh dari teko, aku kembali duduk dimeja makan dengan Jefri yang berada didepanku. Dia masih terus menambah makanannya membuatku terkekeh geli melihat kegembulan dia. Gemas.
"Jangan diliatin terus ih." Protesnya. Dan aku terkekeh, lalu meminum kembali teh agar mengentikan kekehanku yang terkesan semakin lama seperti menertawakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perahu Kertas | ✔
FanfictionNCT - Jung Jaehyun [ bahasa | completed ] ❝I believe that God created you for me to love.❞ ©Dopamin Kim, Agustus 2019