17. bagian tujuh belas

376 5 0
                                    


Arya Wirayuda kemudian memainkan cemeti untuk mengimbangi Jarang legong yang membabi buta menggunakan pedangnya.

Beberapa kali cemeti bersinggungan dengan pedang dan menimbulkan bunga api yang membuat para pemuda Gluntung kemudian menjauh dari medan pertarungan Arya Wiguna dan Jaran Legong karena semakin lama mereka melihat bahwa pertarungan kedua orang itu sudah semakin menggunakan kadigdayan yang membuat mereka menjadi semakin terkesima dengan kemampuan Arya Wirayuda yang masih seumuran dengan mereka.

"Keparat, jangan hanya berputar putar tak jelas dengan cemeti gembala itu, ayo maju, rasakan pedangku ini jika kau memang hebat" teriak Jaran legong sambil terus menerus mencoba mendekati Arya Wirayuda yang menjaga jarak dengan terus memainkan cemetinya menangkis setiap sabetan pedang dari Jaran Legong.

Arya Wirayuda semakin merasa bahwa Jaran Legong akan kehabisan nafasnya, sehingga terus-menerus dia memainkan jarak dalam pertarungan itu, satu dua kali cemeti ia arahkan untuk mengenai bagian tubuh Jaran Legong yang membuat pemimpin perampok itu semakin marah karena semakin sering tubuhnya terkena cambukan cemeti, sementara belum satu kali pun sabetan pedangnya mampu mengenai bagian tubuh dari Arya Wirayuda.

Di sisi lain, Gupita juga semakin terlihat bermain-main saja dengan Kebo Tamping yang sejak awal memang sudah kewalahan menghadapi jurus-jurus handal yang ditampilkan oleh Gupita. Pukulan, tendakan, sepakan silih berganti mengenai tubuh Kebo Tamping yang membuatnya semakin marah dan membabi buta mencoba menyerang balik, namun satu kali pun tidak berhasil menyarangkan serangannya ke tubuh Gupita. Tangkisan dari Gupita justru selalu saja menambah rasa sakit di tangan dan kaki Kebo Tamping.

Bahkan ketika kemudian Kebo Tamping sudah mengeluarkan goloknya untuk mencoba mengalahkan Gupita, tetap saja tak ada peningkatan sama sekali. Gupita hanya menggunakan sebatang tongkat kayu dari ranting pohon yang tergelatak di tanah untuk menangkis serangan-serangan golok yang dilayangkan oleh Kebo Tamping.

"Setan alas, siapa kau sebenarnya, tak mungkin kau hanya pemuda kampung biasa, apakah kau prajurit dari Wilwatikta yang menyamar?' teriak Kebo Tamping kepada Gupita karena menyadari bahwa kemampuan anak muda yang bertarung dengannya sangat luar biasa.

"menyerahlah, meski aku bukan prajurit, namun yakinlah, kau takkan mampu mengalahkanku kerbau bau" jawab Gupita.

Setelah beberapa waktu berlanjut dan pukulan demi pukulan dari tongkat kayu mengenai tubuhnya, akhirnya kebo Tamping semakin kehilangan semangat dan akhirnya menyerah karena badannya semakin tak mungkin lagi digerakkan dengan baik untuk melawan smentara rasa sakit semakin merata di sekujur tubuhnya seiring semakin seringnya dia mendapatkan gebukan tongkat Gupita.

"aku menyerah, tolong jangan bunuh aku anak muda" ujar kebo Tamping sambil melemparkan goloknya ke tanah

"baiklah, aku tidak akan membunuhmu" ujar Gupita

kemudian Gupita menyuruh anak-anak muda Gluntung mengikat Kebo Tamping dan membawanya untuk disatukan dengan para perampok lain yang lebih dulu sudah dikalahkan dan diikat dengan tali oleh para pemuda.

Paregreg, Senjakala WilwatiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang