#001

69 7 6
                                    

17-an tahun ini tidak begitu berkesan untuk saya, jujur saja. Memang banyak hal menyenangkan yang terjadi. Namun tidak sebegitu menarik minat saya.

Hari senin adalah hari pertama di minggu itu yang menyambut jiwa saya. Wah, enak sekali. Kebebasan hakiki yang tentu saja saya nikmati. Namun ternyata teman sebangku saya  mengemban tugas untuk dokumentasi penyembelihan hewan kurban, sebagai anggota ekstrakulikuler jurnalistik.  Tentu saja ini menjadi perusak kesenangan. Dengan siapa saya akan berbicara seharian ini? Tidak. Jika anda menyarankan teman kelas yang lain, maka jawaban anda tidak valid. Silakan undur diri dan terimakasih.

Namun rupanya hidup memiliki caranya sendiri. Saya dengan agak berat hati dan pikiran mengunjungi kelas asal teman saya tadi. Mencari teman saya yang lain untuk menyalin tugas.

Dan rupanya, seorang bajingan yang sempat membuat saya trauma sekarang telah berubah. Atau sedang, ya intinya itu lah. Meskipun motivasinya masih menjadi misteri. Namun perbincangan kami hari itu cukup untuk ditarik kesimpulannya.

Dan, ya. Poin menyenangkan yang lain adalah ketika saya dan ketiga teman saya saling mencocokkan stereotip kepribadian kami dengan kami sendiri. Untuk seseorang yang tidak terlalu memikirkan perasaan, hari itu cukup hangat. Kenangan dari tahun lalu kembali segar di otak saya.

Dan ya... Poin negatifnya adalah saya mengikutkan diri di lomba poster dengan paksaan ikut lomba lain. Satu dari mereka dengan mudahnya mengatakan bahwa membuat poster itu kolektif dan tidak sulit. Jika waktu bisa diputar balik, saya ingin menendang batang hidungnya.

Keesokan harinya, kami sempat belajar PPKN selama satu jam dengan guru baru. Melihat materi yang disampaikannya, saya menyukai pribadi beliau. Dan ya... Mungkin tidak objektif, tapi waktu berjalan cepat atau itu hanya karena saya menyukai subjek pembelajaran itu.

Lalu kami ke lapangan untuk mengikuti pembukaan acara 17-an. Alias siksaan dua puluh menit. Ini subjektif karena saya tidak kuat panas matahari dan keramaian. Oleh karena itu, menikmati sekotak teh di kantin seharusnya menyegarkan. Tentu saja bila seseorang tidak perlu muncul di sana dan membuat impuls saya melemparkan kotak karton kosong ke pelipisnya.

Saya menumpang di kelas teman saya untuk mencari konsep poster. Berpikir dan berpikir. Sementara mereka mengerjakan poster milik kelasnya dan teman sebangku saya mengikuti lomba debat. Hari itu dihabiskan tanpa sedikitpun kesedihan. Komedi kelam dan satire menghiasi percakapan kami seperti biasa. Tak lupa bumbu stereotip kepribadian.

Hari rabu. Tidak begitu melelahkan pada paginya. Hanya mengerjakan beberapa lembar esai biologi. Tentu saja dengan modal google dan memfoto tugas teman, kelompok kami menyelesaikan tugas tersebut sebelum jam delapan. Dan setelah itu, saya dan teman sebangku saya kembali mengunjungi teman kami di kelasnya. Mereka mengerjakan poster untuk kelasnya dengan tidak dibayar. Dan saya melihat sendiri ironinya. Indah namun mengundang tinju. Tunggu, apa tadi saya menulis mereka? Tidak tidak. "Dia" lebih tepatnya. Karena seorangnya lagi adalah pengamat sok kritis yang juga mengundang tinju. Kesenangan dan keakraban mulai muncul dari kami, kucing-kucing tanpa kehidupan yang membosankan.

Jujur saja tiga hari ini adalah hari yang tidak membosankan. Meskipun saya harus begadang untuk mengerjakan poster kelas tanpa dibayar dan dituntut untuk mengikuti kemauan 35 kepala di kelas.Yang, ya... Akhirnya juga tidak penting.

Dan kesibukan di hari kamis, tidak begitu banyak selain hanya mengerjakan poster dan melihat teman-teman yang lain membersihkan kelas. Teman-teman yang biasanya bersama saya memiliki kesibukan tersendiri. Sebelum salah satu dari mereka memutuskan untuk mengunjungi saya setelah kesibukannya selesai dan melepaskan saya dari art block. Tidak banyak yang terjadi selain pengumpulan poster yang menggetarkan jantung karena saya lupa cara menulis surel. Juga karena terjadi agenda rutin dimana saya dan bapak saling beradu argumen sebelum pipi saya beradu dengan telapak tangannya.

Ya, dan juga rencana saya yang berakhir amburadul. Dan berakhir saya merencanakan ulang semuanya.

Dan 24 jam terakhir sebelum hari kemerdekaan, diisi dengan kegiatan jalan sehat yang... Ya sebenarnya tidak menyehatkan jiwa saya. Seorang anak ngawur menguji kesabaran saya. Untungnya minuman dan makanan dari beberapa stan (yang saya masa bodoh dengan asal kelasnya) berhasil meredakan temper saya. Dan kembali seperti hari-hari yang telah lalu, saya kembali menghabiskan hari dengan teman-teman saya. dari bermain permainan perusak persahabatan sampai sesi terapi abal-abal, semuanya. Tidak begitu mempedulikan siksaan 30 menit untuk acara penutupan di lapangan, hari itu cukup baik untuk menutup minggu yang pendek itu.

...Ya, sebelum masalah menghampiri saya di malam hari bagaikan serangan fajar. Karena saya kurang yakin saya bisa ikut upacara pada esok hari.

Dan saya berada di antara sedih atau bahagia ketika saya sadar bahwa Saya dapat melihat sinar matahari pada tanggal 17 Agustus.

17-an?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang