#1

28 4 2
                                    

12 July, SMA Nirwana

Irene Anggarani. Gadis cantik dengan sejuta pesona yang ia sebarkan melalui wajah imutnya.

Setiap para laki laki melihatnya pasti pandangannya selalu tertuju padanya. Polos, cantik, bening, dan penuh energik. Gadis yang benar benar ceria.

Tetapi, dikelasnya ia tak mempunyai teman satu pun. Entah karna dengki, iri, sebal, atau... karna mengetahui rahasia besarnya. Tidak ada yang tahu. Kecuali Tuhan, dirinya sendiri, dan... orang yang ia... bunuh.

Suatu hari, disaat kelas sedang ramai, kemudian datanglah kepala sekolah yang membawa satu orang yang tak mereka kenali.

"Selamat pagi anak anak!" sapa kepala sekolah dengan ramah.

Para murid pun menjawab dengan serempak, "selamat pagi!"

"Hari ini bapak mempunyai satu orang yang bakal menjadi teman kalian," kepala sekolah dengan kepala plontos itu tersenyum. "Nak, silakan perkenalkan dirimu," perintah kepala sekolah itu pada murid baru.

"Hai! Nama gue Adilla Kevanya, panggil aja gue Dilla. Umur gue enam belas tahun, udah sih itu aja, semoga kita bisa berteman ya semuanya!" anak baru yang bernama panggilan Dilla itu tersenyum.

"Ya!" sorak para siswa siswi.

"Baik, sekarang nak Dilla, kamu duduk di jejernya Irene, ya, itu tuh yang duduknya depan meja guru," kepala sekolah itu menunjukkan bangku di samping Irene.

Setelah mengerti, Dilla duduk disamping Irene.

"Gue duduk disini ya," Dilla tersenyum manis.

"Iya, gapapa kok," jawab Irene dengan senyuman dengan lesung yang ada dipipinya membuatnya terlihat sangat manis.

"Kenalan yuk, gue Adilla Kevanya,"

"Tau kok, gak usah kamu sebutin aku udah tau kok, kan tadi kamu udah bilang didepan," ujar Irene polos.

"Ohiya ya, dan lo pasti Irene kan?" tebak Dilla.

"Loh, kok kamu tau nama aku? Padahal akukan belum nyebutin nama aku, apa aku seterkenal itu ya?" Irene terkejut.

"Ya kan tadi pak kepsek kan udah bilang kalo gue duduk jejer orang yang namanya Irene,"

"Oh, gitu ya ahahaha," Iren tertawa hambar.

Basa basi mereka terhenti ketika seorang guru datang dan pelajaran pun dimulai.

♦♦♦

Kring...

Bel istirahat berbunyi, para siswa berhamburan menuju kantin, dan juga ada yang tinggal dikelas karna membawa bekal sendiri. Ada juga siswa yang menuju rooftop untuk sekedar rileksasi atau pun untuk merokok.

"Kantin yuuk," ajak Dilla ketika melihat Irene berdiri.

"Enggak, aku mau ke perpus aja, kamu mau ikut?" Irene menawarkan Dilla

Setelah memikir sebentar akhirnya Dilla menyetujui dan mengikuti Irene.

Di perjalanan, banyak siswi siswi yang berbisik bisik ketika Irene dan Dilla lewat. Biasalah, namanya juga perempuan. Dilla yang tidak terbiasa diperhatikan begitu langsung bertanya pada Irene

"Mereka kenapa Ren? Kok bisik bisik gitu? Dimuka gue ada ampas lipstik ya?" tanya Dilla sambil menunduk kebawah. Malu.

"Enggak kok, palingan mereka cuman iri aja sama kamu, soalnya kamu baik banget pengen temanan sama aku," jawab Irene yang tetap melihat kedepan dan berjalan santai seolah sudah terbiasa dengan situasi ini.

"Maksudnya?" Dilla benar benar tidak mengerti apa yang dimaksud oleh teman barunya itu. Walaupun ia polos, bahasa yang ia gunakan terlalu terbelit belit.

"Ntar deh, aku veritain di perpus aja ya,"

Tak lama kemudian, Irene dan Dilla sampai di perpustakaan sekolah, perpustakaan yang tak bisa dibilang kecil dan tak bisa dibilang besar. Sedengan.

Irene berjalan kearah rak buku novel bergenre thriller, genre kesukaannya.

"Lo suka buku genre thriller, Ren?" tanya Dilla ketika melihat Irene dengan santainya membaca buku itu.

"Huum, lebih tepatnya tentang pembunuhan gitu," jawab Irene tanpa mengalihkan perhatiannya pada buku itu.

"Oh gitu, kalo gue sih sukanya yang genre romansa,"

"Gananya,"

Zleb. Sakit. Satu kata itu entah kenapa menusuk hatinya. Akhirnya, Dilla memilih diam dari pada kata kata menusuk dari Irene itu menusuknya kembali.

"Oiya ,Ren, apa maksud dari ucapan lo yang tadi?" tiba tiba Dilla mengingat tentang kata kata yang Irene ucapkan di koridor ketika ingin menuju ke perpustakaan.

"Oh, itu aku nggak tau juga sih, mereka aja yang jauhin aku tanpa alesan," ucap Irene santai.

"Kenapa ga nanya mereka?" Dilla mulai kepo.

"Nggak guna," sekarang kata kata Irene tetap santai namun terdengar sangat dingin.

Dilla yang memahami situasipun tidak melanjutkan ke kepoannya pada Irene dan memilih diam. Membaca novel yang ia ambil sebelum bertanya pada Irene tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet But PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang