[ DIBALIK KEMATIANNYA ]

29.3K 1.1K 23
                                    

Jangan lupa Vote+Coment kalian ya blurb blurb...!

Follow akun author juga^^

Warning, Typo!

Happy Reading!!!!!

( ╹▽╹ )

Tak terasa, dua bulan sudah berlalu sejak kematian Stella. Gadis itu meninggalkan semua orang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Mereka melalui hari demi hari dengan perasaan penuh penyesalan. Setiap malam mereka semua berharap, bahwa tuhan mendengarkan doa mereka dan mengabulkannya. Mereka meminta tuhan bisa memutar balikkan waktu, di detik-detik sebelum Stella terbunuh.

Samuel-kekasih Stella-dia mengambil cuti dirumah sakit tempat dia bekerja, karena takut melakukan kesalahan saat sedang memeriksa pasien. Laki-laki itu duduk di balkon kamar miliknya. Dia sedang melamun ditemani secangkir kopi tanpa gula yang sudah mendingin.

Hera. Sang ibu menghampiri Samuel sambil tersenyum. Dia membelai rambut putranya lembut. Didalam hati dia tak menyangka bahwa putranya sudah sebesar itu, padahal rasanya baru kemarin putranya masih berada didalam dekapan gendongannya, menepuk-nepuk pantatnya lembut saat Samuel kecil hendak tertidur, tangis Samuel yang menginginkan eskrim saat sedang flu, kini berubah menjadi tangisan karena sosok yang dicintainya pergi.

Hera terduduk disamping Samuel. Tubuhnya sedikit menyamping, menghadap putranya.

"Makan, yuk?."

Samuel tidak bergeming ditempatnya. Dia masih menatap halaman rumahnya dari balkon. Wajahnya tidak ada gairah sama sekali. Raganya ada, namun jiwanya seolah-olah sudah pergi sejak kematian Stella.

Setelah beberapa saat menunggu Samuel membuka mulut untuk berbicara, akhirnya pria itu menoleh pada sang ibu lalu menyandarkan kepalanya di bahu Hera.

"Sam kangen Stella." Lirihnya. Dia memejamkan mata, lalu bayangan Stella yang sedang tertawa menghampirinya. Perasaan sesak itu semakin bertambah, saat dia menyadari bahwa gadisnya sudah tidak ada.

Hera mengusap bahu Samuel pelan, "pasti dia lagi liatin kamu sekarang. Ketawa, karena kamu cengeng. Dan marah, karena kamu gak menjaga diri kamu."

"Andai Sam tau, ajak Stella ke puncak Bogor bukan ide yang bagus. Pasti dia sekarang lagi disini." Sam menjeda ucapannya, dia menoleh pada sang ibu dengan matanya yang sudah berkaca-kaca. "Sam gagal lindungin sosok yang Sam cintai, Ma."

Hera memeluk putranya erat. Kepalanya sedikit mendonggak, menghalau air matanya yang hendak jatuh. Hera mengenal Stella baik, meski pertemuannya dengan gadis itu tak seberapa. Stella gadis yang baik, dan dia tau Stella mencintai putranya sebanyak Samuel mencintai gadis itu. Hera tak memaklumi tingkah Samuel yang hendak membunuh dirinya karena perasaan bersalah. Untung saja, Nicky datang saat itu dan menemukan Samuel yang sudah tak sadarkan diri di bathtub kamar mandi.

Stella semesta Samuel. Dan semestanya pergi saat ini.

"Jangan sakiti diri kamu lagi." Lirih Hera. Dia tak ingin kehilangan putranya. "Kamu gamau Stella marah, bukan? Stella pasti kecewa kalau kamu menyakiti diri kamu sendiri karena kematiannya. Stella akan merasa kalau apa yang dia usahakan buat melindungi kamu menjadi sia-sia. Semua makhluk hidup akan mati pada waktunya, tidak ada yang abadi selain tuhan. Mama yakin, saat sudah waktunya, Stella menjadi orang pertama yang menghampiri kamu disana selain mama dan papa. Kamu harus bangkit dari kesedihan kamu, perjalanan kamu masih panjang, nak."

Hera mengurai pelukannya. Dia mencium kening putranya cukup lama. "Anak mama kuat. Mommy proud of you. Mommy love you always."

Samuel mengangguk. Dia menyesal sudah menyakiti dirinya saat tiga hari setelah kematian Stella. Dia terlalu fokus pada kesedihannya, sampai-sampai dia lupa ada sang ibu yang juga merasakan kehilangan.

THE SECRET OF SHARINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang