My love belongs to you ➖ 7

100 21 5
                                    

"Ihh, apaan a Hendry mah masak telur aja asin. Hayang kawin meureun."¹ Protesku terkekeh.

"Yaa gimana atuh, ngga bisa masak aa mah." Kata a Hendry.

"Yaudah ngga apa-apa, nasinya aja yang dibanyakin." Kataku. Lagian, mau gimana lagi. Kalaupun harus masak ulang, aku sudah terlanjur lapar sekarang.

Kami sarapan bersama, untuk hari pertama, di hari sabtu.

A Hendry yang masak, karena aku bangun telat setelah bergadang dengan Jefri semalaman. —Aku yang meminta Jefri tetap berjaga tengah malam, karena aku tidak bisa tidur. Dan rasa kantukku semakin menghilang saat waktu menjelang dini hari.

"Kamu sabtu ngga sekolah?" Tanya a Hendry, dan aku mengangguk.

"Mau ikut jalan-jalan ngga?" Tanya a Hendry lagi.

"Mau main sama Jefri." Jawabku. Membuatnya mendengus.

Sebenarnya tidak juga. Aku hanya beralasan karena tidak ingin dia menanyakan pertanyaan lain.

Pada awalnya aku memang senang ketika a Hendry ada disini. Tapi, baru saja beberapa hari, atau bahkan baru saja beberapa jam. Rasanya aneh, seperti nyaman tidak nyaman. Entah mungkin karena a Hendry sekarang seorang pria dewasa yang sedikit membosankan, atau ada alasan lain yang tidak aku ketahui.

Tapi yang jelas, aku tidak suka situasi seperti ini.

"Kamu suka misa sabtu sore?" Tanya a Hendry.

"Ngga." Kataku, sambil menggelengkan kepalaku, dengan mulut yang dipenuhi nasi.

"Sore ini harus berarti, temenin aku." Kata a Hendry, dan aku tidak bisa menolak ajakannya kali ini. Ini seperti a Hendry menggunakan Tuhan agar dia bisa pergi bersamaku.

Siapa yang mau menyia-nyiakan malam minggunya dirumah. Jaman sekarang, aneh rasanya jika remaja seusiaku ataupun seusianya berada dirumah. Dan berakhir menjadi bahan olok-olokan teman, ataupun yang lain.

Jadi aku tahu maksud a Hendry kenapa dia ingin mengajakku jalan-jalan. Belum lagi, teman-teman a Hendry di Bandung memang suka menyindir meski kesannya hanya candaan.

"Iya-iya." Aku mendengus lalu menyelesaikan makanku.

"A Hendry bekasnya cuci sendiri." Kataku, sambil berjalan kearah tempat cuci piring. "Sekalian sama yang aku." Kataku, lalu berlari kearah kamar, mengabaikan dia yang berteriak tidak terima.

P E R A H U  K E R T A S

Sudah aku duga. Kini, aku sendirian dirumah.

A Hendry pergi bersama teman-temannya yang sudah lama dia tidak temui. Dan dia akan kembali menjemputku nanti sore.

Menghubungi Jefri, tapi dari tadi dia belum menbalas pesanku. Mungkin dia sedang sibuk, atau bahkan mungkin dia ketiduran karena kemarin malam harus rela-rela terjaga karenaku.

Tapi aku jadi bingung harus apa.

Alarm ponselku berbunyi, itu berarti pertanda sudah masuk waktu Dzuhur. Dan sudah sesiang ini, Jefri hilang tidak ada kabar. 

"Yaa Tuhan!" Aku berteriak terkejut saat aku lupa kalau hari ini aku berniat akan melakukan puasa.

Sepertinya, belakangan ini aku terlalu jauh dari Tuhan hanya karena sebuah media.

Hari ini aku berniat puasa, berpantang dari media seperti ponsel, televisi dan lainnya. Tapi saat ini, aku malah memainkan ponselku.

Perahu Kertas | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang