Reason Why Preface

17 1 0
                                    

Malam, pukul 21.00 waktu setempat.

Jessie yakin bahwa tak ada lagi orang yang berkeliaran di kampus malam itu. Setelah berjam-jam pingsan dan terbangun di dalam kurungan toilet ditambah sekitar 45 menit untuk memanjat keluar, penampilannya kini tak bisa dikatakan baik-baik saja. Namun, ia tak menghiraukan hal itu. Ia harus segera pulang sebelum kucingnya merobek sofa ruang tengah. Lagi.

Ia berjalan menyusuri lorong-lorong gedung yang sepi. Memaksa untuk meredam rasa takutnya di tempat yang sepi itu. Sepi dalam penglihatan biasa. Seumur hidup Jessie bersyukur ia tidak termasuk orang yang mampu melihat 'hal-hal' yang tidak perlu.

Tapak kakinya menggema sepanjang lorong. Perutnya berontak karena tak diberi jatah sejak siang dan kepalanya seolah akan jatuh kapan saja. Energinya jelas terkuras. Namun, adrenalin yang terpacu akibat suasana lingkungan seolah memberikan kekuatan tambahan padanya untuk mengayunkan kaki bergantian dengan tempo yang sedang.

Jessie melihat seseorang keluar dari ruang sekretariat BEM. Kontan ia berhenti.

Entah sial atau beruntung, di kondisi seperti ini ia justru dipertemukan dengan ketua BEM-nya. Jessie ingin berbalik, tetapi pertanyaan yang melayang dari bibir sosok ketua BEM membuatnya membatalkan niat. Cukup ia memiliki masalah dengan kakak tingkatnya, meski ia sendiri tidak paham apa salahnya. Tidak perlu menambahkan ketua BEM sebagai seseorang yang patut ia hindari empat tahun ke depan.

"Hei, kau! Apa yang kau lakukan di sini?"

Jessie panik. Ia menggaruk kepala belakangnya sembari menoleh ke arah lain sebelum kembali menatap seniornya itu.

"A-a ... bukuku ketinggalan, Kak," bohongnya.

Jeffreson merupakan primadona. Seorang lelaki dengan fangirls sejuta umat. Kedudukannya yang juga penting dalam organisasi mahasiswa maupun universitas juga menjadi penyumbang kepopuleran yang di sandangnya hingga kini.

Grogi. Jessie merasa seolah semua tenaganya ditarik keluar ketika sepasang iris tajam itu menyorotnya intens. Ia mengeratkan cengkraman pada tottebag-nya sembari berusaha agar matanya tidak bertemu langsung dengan Jeff. Beberapa saat kemudian, Jeff pun menyeletuk menyuruhnya pergi.

"Pulanglah."

Ia mengangguk sekali kemudian berjalan melewati Jeff dengan tegang. Ketika langkahnya berpijak dengan jarak selangkah setelah melewati Jeff, kembali kakinya berhenti bergerak akibat cengkraman di bahunya. Ia menoleh ketika Jeff kembali menarik tangannya. Lelaki itu menyodorkan antiseptik luka padanya. Jessie memandangnya linglung.

"Bersihkan lukamu. Kau perempuan tapi kau sangat kasar terhadap tubuhmu sendiri," sarkas Jeff sembari melirik goresan melintang di lengan Jessie. Jessie terdiam sejenak, sesaat fungsi otaknya terhenti.

"Kenapa diam saja? Cepat pulang. Bus terakhir lima menit dari sekarang."

Dan pikiran Jessie kembali bekerja.

"Ba-baik." Gadis itu berlari tunggang-langgang menyusuri koridor dengan tapakan sepatu yang semakin samar di telinga Jeff. Mempresentasikan jarak yang membatasi kini semakin besar. Jeff menutup pintu sekretariat BEM dan berjalan santai menyusuri lorong. Tangannya tanpa sengaja mengalami kontak langsung dengan tangan Jessie. Sehingga kenangan gadis itu beberapa jam lalu kembali dihidupkan oleh otaknya.

Jeffreson memiliki rahasia. Termasuk rahasia semua orang yang mengalami kontak langsung dengan tangannya.

 Termasuk rahasia semua orang yang mengalami kontak langsung dengan tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reason WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang