17 - Opsi Terbaik

7K 384 11
                                    

"Diatas pilihan-pilihan dalam hidup ini, selalu ada yang tak bisa kita pilih. Semau atau setidak mau apapun kita terhadap hal tersebut. Dia bernama takdir"

---------------------------------

-SRI-

Hari ini aku memutuskan untuk pergi menenangkan diri ke rumah Ummi. Entahlah, aku belum tahu akan menjawab apa saat Ummi dan Abah bertanya perihal keputusanku yang akan tinggal sedikit lebih lama disana. Aku hanya ingin menenangkan diri, itu saja. Melihat Mas Rahman terus-terusan ternyata bukan solusi terbaik, semakin sering mata ini melihatnya, semakin sering pula luka itu terasa.

Aku pergi dengan Hasna juga Hilma, dan membiarkan dua bujangku untuk tetap menamani Mas Rahman, sekalipun aku tahu Hafidz sempat menggerutu sebal dengan keputusanku, tapi aku memang tak bisa membiarkan Mas Rahman dimakan sepi sempurna.

Tepat pukul sepuluh, aku sampai di rumah Ummi. Ku lihat pintu depan terbuka saat tepat mobilku terparkir di halaman. Sesosok perempuan muda muncul dari balik pintu. Rupanya Linda yang menyambut kedatangaku. Linda memang masih tinggal bersama Ummi, sambil menyelesaikan kuliah S2 nya dia juga mondok disalah satu pesantren qur'an di kota provinsi. Jujur aku kaget mendapati Linda pagi ini. Ini akan menjadi hari dengan untaian panjang pertanyaan dari orang-orang rumah.

"Kamu kok pulang nggak ngasih kabar sama Mbak" tanyaku selepas salaman, mencoba untuk terlihat senormal mungkin.

Dia hanya nyengir memamerkan deretan giginya yang rapi mendengar pertanyaanku.

"Kapan pulang?" Tanyaku lagi.

"Baru sampai tadi Subuh, Mbak. Pengen pulang dari kemarin, tapi belum dikasih izin sama pihak pondok" jawabnya sambil membuntutiku masuk ke rumah.

Aku menghempaskan badan di sofa. Menyimpan tas berisi pakaian tepat dekat kaki ku.

"Itu apaan?" Tanya Linda menunjuk tas ku.

"Baju Mbak, Hasna juga Hilma. Mbak mungkin akan sedikit lebih lama tinggal disini" jawabku kemudian.

Dia menatapku heran. Keingintahuannya pasti kumat demi mendengar jawabanku barusan.

"Kenapa, gak boleh?" Tanyaku sedikit bercanda.

"Yaa. . Bukan gitu. Aneh aja gak biasa" ujarnya sambil menggaruk tengkuknya yang ku yakini memang tidak gatal.

"Oiya, Abah sama Ummi mana?"

"Tadi bilangnya mau ke rumah Haji Sobri, ada urusan jual beli sawah gitu katanya"

Aku hanya mengangguk pelan mendengar jawaban Linda.

"Hafidz sama Haikal nyusul belakangan ya? Tumben gak bareng? " Tanya Linda lagi. Dia memang Miss Kepo di keluarga ini.

"Mereka tetap di rumah nemenin Ayahnya, paling nanti sesekali ke sini" jawabku jujur, toh pada akhirnya Linda pasti tahu juga.

Linda semakin menatapku lekat. Dia beranjak dari tempat duduknya, merubah posisinya lebih dekat padaku.

"Mbak ada masalah sama Mas Rahman?" Tanyanya ragu dengan nada sedikit berbisik, dia menghindari suaranya didengar Hasna maupun Hilma.

"Mbak cuma lagi pengen ngasih ruang sendiri aja Lind, buat diri Mbak sama Mas Rahman, buat sama-sama saling introspeksi"

"Iya, tapi kenapa?" Tanyanya.

Saat pertanyaan Linda meluncur dari mulutnya, sejujurnya aku bingung harus menjawab apa. Sesaat aku diam sambil mencoba mencari jawaban terbaik. Dan saat aku hendak mengatakan jawabanku atas pertanyaannya, Ummi dan Abah datang menyelamatkan.

MaafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang