Tangan Khatlin mengepal kencang, sementara kilatan amarah dari matanya mengunci pergerakan sang lawan bicara.
"Arka! Itu semua juga karna aku mikiri Mila!" seru Khatlin nyaring.
Mata Arka sebagai lawan memicing, sambil bersedekap dada.
"Oh tapi, gue masih ingat Khat, gimana cara lo memelas sama Mila buat bantu lo sama gue, sementara lo tau kalau Mila dan gue sama sama saling suka." papar Arka membungkam mulut Khatlin sejenak.
"Tapi kamu juga tau Ar, kalau aku minta hal itu ke Mila karena waktu dia untuk hidup juga sebentar!" Khatlin menghardik, tak juga mau kalah. Tangannya menunjuk tajam wajah Arka, memberi sedikit keberanian pada dirinya untuk membuka kenangan lama yang sudah lama ingin Arka lupakan.
"Bukannya seharusnya lo gak ngucapin hal itu ke Mila? Rasanya lo seakan ngehancuri pondasi Mila untuk terus bertahan hidup, dengan cara itu." tambah Arka.
Khatlin terdiam sesaat, sedikit membenarkan penuturan cowok didepannya. Menampar telak kata kata yang tadi sudah dia rangkai untuk beradu debat pada cowok itu.
"Lo taukan gimana sayangnya Mila ke lo?! Bahkan dia nyuruh keluarga dia buat ngangkat lo jadi anak mereka! Memperlakukan lo selayaknya anak kandung! Lo gak taukan?! Kalau kata kata lo tentang ngebantu gue sama lo begitu nyakiti Mila!" bentak Arka, membuat nyali debat Khatlin menciut.
Kata kata Arka benar benar membungkam mulut gadis itu. Rasanya dia begitu sulit untuk mempercayai ucapan Arka.
"Lo tau dari mana kalau Mila kayak gitu, bahkan waktu gue ucapin hal itu, dia nampak senang karna akhirnya ada yang gantiin dia."
"LO GAK TAU AJAH KALAU MILA GADIS YANG BEGITU BAIK!" sentak Arka menatap tajam bola mata Khatlin.
"Dia cuman berusaha kuat nerima kenyataan apa yang lo minta, asalkan lo bahagian. Sedangkan hati dia terluka denger ucapan lo itu!" Khatlin membeku, dia tak tahu bahwa sahabat sekaligus kakak angkatnya Mila merasakan hal itu.
Selama dia bersama Mila, untuk membicarakan perasaannya perihal tentang Arka, gadis itu tampaknya baik baik saja. Namun, benarkan Mila tersakit akan sikap dan ucapan Khatlin?
"Jangan muna Khat! Ditiap surat Mila, dia nyurahin gimana rasa terlukanya dia tiap lo minta buat bantu lo sama gue." nada bicara Arka sedikit melunak.
Membicarakan 'cinta pertamanya' itu lagi lagi mampu menghancurkan pertahanan hatinya untuk sekedar melupakan. Terlalu sulit bagi Arka mengubur sosok Mila yang begitu membenam dihatinya. Terutama terbilang 6 tahun keduanya sama sama saling menyukai.
"Ka--- kamu gak bohongkan?!" tanya Khatlin lirih. Matanya berkaca kaca menahan satu gejolak aneh yang menghunus perih hatinya.
"Lo kira gue pembohong? Mila itu gak pernah mikiri kebahagiaan dia, dia hanya mikiri gimana caranya buat lo yang ngerasa bahagia, jika memang dia 'harus' dia rela berkorban demi lo. Sementara lo? Lo cuma mikiri kebahagiaan lo sendiri tanpa mau tau apa yang Mila ingini." terang Arka.
Khatlin langsung saja meluruh diatas lantai studio. Air mata terus menetes dari pelupuknya. Sedangkan, tangannya membekap mulutnya sendiri agar tak terdengar isak tangisnya.
"A--a aku sama sekali gak tau soal itu." ujar Khatlin disela tangisnya.
"Jadi gue mohon sama lo Khat, gak usah bantu gue sama Dhena. Karena sikap lo yang mau ngedeketin gue sama Dhena itu buat lo seolah ingin Dhena ngalah karna simpati sama lo." Arka menambahkan.
"Lagipula, kalaupun Dhena ngalah karna simpati sama lo, gue kira gue gak bakalan bisa suka sama lo. Pada dasarnya, kita itu gak lebih dari seorang teman dari kecil." Arka mengakhiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Adhena (Complete√)
Genç Kurgu"Seharusnya gue tau Na, kalau lo itu hanya sebatas rubik, sulit buat ditebak. Kadang, semampu apapun kita buat susunan rubik itu jadi, tak berarti apapun. Malah rubik itu bisa makin berantakan." ucap pria itu dengan nada yang terdengar sedikit lirih...