they meet their old love in that freezing winter night

883 48 5
  • Didedikasikan kepada justin bieber
                                    

    Angin musim dingin berhembus, membawa serta butiran-butiran salju yang menari-nari di sekelilingku. Kurapatkan mantel hangat yang kupakai hingga melingkupi tubuhku, kugosokkan kedua tanganku, mencoba mencari sedikit kehangatan dimusim dingin seattle ini.

    Mataku meneliti memperhatikan sekitar jalanan trotoar, tapi tak ada seorangpun. Aku sendirian di halte ini pada malam musim dingin yang membekukan tulang.

    Tiba-tiba cahaya lampu depan sebuah mobil menyorot begitu terang, membutakan mataku selama beberapa detik. Setelah pandanganku kembali jelas, tampak mobil porsche hitam berhenti didepan halte―didepanku.

    Pengemudinya menurunkan jendela, melongokkan kepalanya keluar. Dia memakai kacamata hitam, aku hanya bisa melihat samar-samar warna rambut coklat mudanya.

     “Apa kau Ariana Bromsen?” tanyanya padaku.

    Aku mengangguk singkat, “Maaf, tapi apa aku mengenalmu?”

    Ia membuka kaca matanya, menampilkan matanya yang beriris coklat hazelnut. “Kau mungkin sudah lupa padaku. Aku Justin Bieber, kita dikelas yang sama saat di Stratford High dulu.” Katanya dengan senyum hangat.

    Jantungku seolah berhenti berdetak saat itu juga. Ya, tentu saja aku mengingat lelaki ini. Justin Drew Bieber, seorang siswa populer di High School dulu. Dia dulu adalah siswa tampan yang menjadi kapten tim hockey serta basket di sekolah dan vokalis sebuah band lokal yang cukup terkenal. tentu Hampir semua siswi menginginkannya, termasuk aku, Ariana yang culun.

    Aku ingat malam pesta dansa saat Justin mengejekku dan mengerjaiku ketika dia tahu aku, Ariana Bromsen yang culun memendam rasa padanya. Tapi aku hanya mengangguk singkat mendengar pertanyaanya, menepiskan perasaan kecut dan sakit hati yang kini kurasakan.

     “Menurut ramalan cuaca, sebentar lagi akan ada badai salju. Aku bisa memberimu tumpangan kalau-kalau kau mau, Ari.” Ucapnya dengan nada lembut dan hangat―sama sekali berbeda dengan nadanya dahulu ketika berbicara padaku.

    Aku mengangguk pelan, menggsok-gosokkan jemariku karena kedinginan dan gugup. “Sure. Apa kau akan melewati arah upper east side? “

    Justin mengangguk, “Apartemenku ada didaerah itu. Kau juga, Ari?” tanyanya dengan nada terkejut.

     “Yah, begitulah.” Jawabku, kembali mengangguk singkat.

    Justin membuka pintunya dan melangkah keluar, lalu membukakan pintu penumpang bagian depan. Dia berdiri disana dan mempersilahkanku untuk masuk. “Thanks” ucapku pelan, lalu Justin mengedikkan bahunya―seolah itu bukan masalah besar.

Winter LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang