Part 5

5 0 0
                                    

Sebuah mobil hitam mewah sedang meluncur dengan kecepatan normal dari arah seol menuju Paju. Di dalamnya duduklah seorang pria tampan bak pangeran yang sedang sibuk menatap laptopnya. Berharap tidak ada waktu yang terbuang ketika dalam perjalanan. Kali ini ia sedang memperhitungkan kembali rencana pemberian kompensasi bagi penghuni tiga gedung yang akan mereka beli.  Pria itu adalah suho. Hari ini dia akan mengeawasi sendiri pemberian kompensasi tahap kedua bagi penghuni yang harus pindah. Berbeda dengan tahap pertama yang tugas bisa ia serahkan kepada bawahannya. Kali ini neneknya ingin pemberian kompensasi diliput oleh media Agar image perusahaan bisa lebih di naikkan sekaligus mempromosikan hotel baru mereka. Sehingga sebagai direktur pemasaran Suho bertanggung jawab langsung pada kesuksesan proyek ini.

"Boss! ....Boss!..." Sebuah suara menyadarkan Suho dari konsentrasinya pada laptop. Ia mengangkat kepalanya menatap sekertarisnya Lay yang saat ini merangkap sebagai supir. "Ahh... itu bos sepertinya handphonemu bergetar dari tadi" kata lay sambil melirik ponsel Suho yang di letakkan di kursi melalui kaca spion.

"Ah... iya kau benar! Aku lupa mengaktifkan kembali mode suaranya!" Sebuah panggilan yang menunjukkan nama "Nenek" muncul dalam layar.  Dengan cepat iapun mengusap tombol angkat.
"Halo nenek! Maaf aku lupa mengaktifkan mode suaranya!" Kata suho sopan.

"Ada apa nenek meneleponku!" Tanya Suho kemudian.

"Suho cucuku, bisakah malam ini kau makan malam bersama nenek! Ada seseorang yang ingin aku kenalkan padamu!"

"hmmm... akan ku usahkan nek! Aku sedang di paju sekarang. Mungkin sekitar pukul 19 baru bisa sampai di seoul" kata suho mengira-ngira. Ia tidak akan lama berada di paju mungkin hanya dua sampai 3 jam.

"Kau harus datang! Tidak boleh tidak mengerti!" Kata sang nenek lebih tegas.
Bagi Suho ini adalah titah yang harus ia laksanakan. Belum pernah sekalipun suho membantah perintah neneknya. Hanya sekali ia menolak perintah sang nenek yakni ketika ia memutuskan untuk tinggal sendiri dan tidak bergabung dengan keluarga besar. Dan konsekuensinya adalah suho harus mengurus yayasan sosial milik neneknya.
Sebenarnya ia menghindar dari rumah utama agar nenek tidak lagi terlalu fokus padanya untuk jadi penerus. Apalagi masih ada paman dong Hyuk sebagai orang yang lebih tua. Dan setelah itu Suho sebenarnya ingin kalau Jongdae lah yang menjadi penerus perusahaan karena selama ini yang suho tahu jongdae telah berusaha keras memajukan perusahaannya. Tapi sepertinya nenek tetap tidak mau menerima jongdae. Jongdae sendiri sejak kepindahannya justru marah pada Suho karena jongdae menganggap suho meremehkannya.

"Suho kau dengar apa yang nenek katakan!" Teriak suara dari dalam handphone menyadarkannya dari lamunannya.

"Ahh... iya nek aku dengar. Aku akan datang jangan khawatir!"
Setelah itu panggilanpun berakhir. Suho yakin kali ini neneknya pasti ingin menjodohkannya dengan anak menteri Bae. Nenek menginginkan Suho memiliki posisi tawar yang baik untuk menggantikannya sebagai presdir Goreo berikutnya.

Suho memang belum memiliki tambatan hati tapi ia merasa perjodohan bukanlah hal yang bisa ia terima begitu saja. Ia akan meminta waktu kepada nenek agar ia bisa menyesuaikan diri dengan Gadis itu. Karena jujur dia sendiri tidak kenal dengan anak menteri Bae tersebut. Walau rumor yang beredar bae joh yun anak menteri bae adalah gadis yang cantik, pandai dan baik tapi bagi Suho jika tidak cocok ya tidak bisa di paksakan.

"Bos kita sudah sampai!" Kata sang sopir. Suho menatap keluar melalui kaca jendela mobil. Sebuah bangunan lima lantai dengan model yang cukup tua dan tidak terlalu terawat berada di sisi kanannya. Sedangkan disisi kirinya ada dua gedung berlaintai tiga yang juga memiliki model klasik nampak sedikit kumuh. Ini adalah lokasi hotel mereka yang baru.  Tiga buah rusun yang ditinggali hampir seratus jiwa.
Beberapa barang nampak menumpuk di pinggiran jalan. Sepertinya ada beberapa penghuni yang sudah mulai memindahlan barangnya.
Suho pun keluar dari mobilnya. Ia memperbaiki posisi jasnya yang sedikit berantakan ketika duduk tadi hingga sebuah suara menyapanya dari belakangnya.

No More TearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang