Chapter 22

52 2 0
                                    

Walaupun halloween masih lama, kamu masih saja melanjutkan kostum Red Riding Hood-mu yang setengah jadi. Mungkin karena dirimu benci melihat hal yang tanggung - tanggung, tanganmu selalu gatal untuk melanjutkannya.

Kamu meletakkan semua alat jahitmu diatas meja dan merenggangkan tanganmu. Kamu menyipitkan matamu saat melihat keluar jendela. Musim panas akan datang dan suhu di ruangan sudah cukup panas. Kamu mengipas wajahmu yang keringatan dengan kedua tanganmu. Kamu merogoh saku jaketmu untuk mencari sapu tanganmu.

"Hmm.. aku merasa ingin ke belakang sekolah.." gumammu.

Hampir semua daerah di sekolah sudah kau jelajahi, kecuali belakang sekolah yang membawa rasa ingin tahumu kesana. Tanpa kau sadari langkah kakimu sudah membawamu ke belakang sekolah. Suara yang menarik perhatianmu berubah menjadi rasa takutmu.

"Ri-Ritsu-senpai..." panggilmu. Iris violet milikmu melebar.

3rd Person

Ritsu menoleh ke sumber suara dan menunjukkan wajah terkejut. Gadis itu langsung menarik tangan Ritsu menuju UKS dan dia tidak menolak sama sekali. Wajah gadis itu benar - benar khawatir, dia menggigit bibir bagian bawahnya dan menatap ke Ritsu.

"Apa yang kau pikirkan..?!"

Matanya menahan air matanya untuk tidak mengalir. Tangan gadis itu gemetaran dan mulutnya menahan isakannya untuk keluar.

Sampai di UKS, Ritsu langsung duduk di salah satu ranjang yang ada di ruangan sedangkan (Name) mengambil obat dan perban. Isakan gadis itu lolos keluar bersamaan dengan air matanya.

"Bodoh, apa yang kau pikirkan..?! Kau membuatku khawatir setengah mati! Untunglah kau tak apa - apa." (Name) mengobati wajah Ritsu yang sedikit terluka, bukan hal yang besar untungnya karena poin dari seorang idol adalah wajahnya.

Setelah selesai mengobatinya, Ritsu langsung memeluk pinggang (Name). Gadis itu hampir kehilangan keseimbangannya. Dia mengelus rambut hitam milik Ritsu dengan lembut, rambutnya sangat halus dan (Name) sangat menyukainya.

Beberapa jam sudah berlalu, kaki (Name) sudah pegal menahan pelukannya.

"Ritsu-senpai..."

"Bisakah seperti ini beberapa saat saja...?"

KIta sudah satu jam berpelukan! Batin (Name), tapi pada akhirnya gadis itu mengangguk kecil walaupun Ritsu tidak bisa melihatnya.

"(Name).. apa kau ada acara besok?" Tanya Ritsu yang menatap lurus ke manik violet tersebut.

(Name) menunjukkan pose berpikir. Dia mencoba mengingat jadwalnya untuk besok. "Sepertinya tidak ada," jawab (Name). "Emang kenapa?"

"Aku ingin berdua bersamamu. Seharian penuh..~" rajuk Ritsu dan mengelus kepalanya ke perut gadis yang ada di depannya.

Sikap manjanya mulai keluar dan (Name) langsung bimbang. Apakah dia menuruti kata hatinya atau egonya? Yang pasti, keimutan Ritsu tambah beberapa kali lipat membuatnya susah untuk menolaknya.

(Name) benar - benar memerlukan Mao untuk menangani teman masa kecilnya yang manja ini. (Name) mengusap rambut hitam kelam itu dengan lembut. Kedua sayapmu mekar di belakang punggung. Sentuhannya sangat lembut bisa - bisa Ritsu tidur di dalam pelukannya tapi dia menahan rasa kantuknya yang sangat berat, dia ingin mendengar jawabannya.

"B-B-Baiklah..." kata (Name) yang terdengar seperti bisikan. Ritsu tersenyum senang dan langsung memeluknya lebih erat dari sebelumnya.

Ritsu bisa mendengar detak jantung (Name) yang sangat cepat. Wajah gadis itu benar - benar memerah. Tangannya menutupi wajahnya.

"Apa menemanimu berarti menemanimu tidur..?" Tebak (Name) dengan tampang datar.

"Oh... (Name) menunjukkan wajah datarnya. Apa kau akan marah kalau aku bilang iya?" (Name) menggeleng kecil.

"Malahan itu lebih baik."

~

Tidak ada jalan keluar untuk mereka yang tidak mau berusaha.

Ada peribahasa mengatakan, "Nasi sudah menjadi bubur" hal yang terjadi tidak bisa diulang lagi. Terimalah dengan ikhlas dan coba merelakan.

Beda dengan gadis bersurai coklat keemas - emasan ini. Kematian adalah suatu hal yang sangat kejam di dunia ini. Dan... dia sudah terlambat, tidak ada lagi yang mau mendengarkannya. Orang itu sudah pergi, tidak ada lagi di dunia ini. Hidup itu tidak seperti novel yang selalu dia baca, tidak ada karakter utama yang pura - pura meninggal dan mereka berdua akan bertemu di waktu ke depan. Sayangnya... tidak seperti itu. (Name) melihat kematian dan hari pemakaman sahabatnya dengan kedua matanya.

Dia ingin melindungi apa yang baginya berharga dan ingin mengatakan semuanya sebelum tersebut.

Tapi apa dayanya... dia saja tidak dapat melindungi dirinya sendiri pada hari itu.

Karena ke-naifannya... (Name) merasakan mimpi buruk yang selalu dia mimpikan di tidurnya.

Bulir bening keluar dari matanya. Dia menangis. Gadis itu tersedu dalam tidurnya dan memeluk boneka yang ada disampingnya. Begitu sesak hanya mengingat kenangan indah itu, sangat pahit.

"Aku mencintaimu.... Ritsu-senpai."

Matahari menyambut pagi (Name) dengan malu - malu. Keadaannya benar - benar berantakan hari ini karena matanya yang memerah dan ada kantung mata akibat menangis sampai dia terlelap. Dia menutupi kantong matanya dengan bedak, tidak terlalu tipis dan tidak terlihat tebal, jadi terlihat natural.

Hari ini tidak ada KBM, jadi dia bisa sedikit bersantai. Tentu saja dia tidak melupakan janji yang dibuatnya bersama Ritsu.

(Name) melihat penampilannya di depan cermin. Rambut diikat satu kesamping dengan hiasan mawar putih. Anting di kedua telinganya, ada kalung pita dan choker berwarna hitam di lehernya. Dia memakai baju berwarna biru donker yang dibalut dengan jaket berwarna hitam berkancing perak yang lengan panjangnya transparan hitam. Kedua tangannya memakai sarung tangan hitam tanpa jari. Roknya ada 4 layer, layer pertama hitam garis - garis putih, layer kedua berwarna hitam pekat, layer ketiga bermotif kotak - kotak abu - abu, dan layer terakhir transparan hitam. Ada dua rantai abu - abu bergelantung di rok bagian depan di layer pertama. Dia memakai stoking hitam jaring - jaring dan sepatu bot berhak berwarna hitam.

"Punk-like..." gumamnya sambil melakukan putaran kecil di depan cermin. "Mungkin seperti ini sudah cukup." Dia mengambil foto dirinya dan mengirimnya ke temannya yang kebetulan adalah teman kolaborasinya.

(Name) mengganti bajunya menjadi pakaian sehari - hari biasa.

"(Name), waktunya sarapan." Panggil ibunya dari luar kamar.

(Name) langsung berlari keluar dan mengambil tas kecilnya.

-

Setelah sarapan, (Name) langsung pamit dengan alasan main ke rumah teman. Kedua orang tuanya juga sedikit bingung dengan sikap putrinya akhir - akhir ini yang sering main keluar, padahal dulu dia anak rumahan. Dia tidak akan keluar sebelum ibunya menyeret dia keluar dari kamarnya.

(Name)'s PoV

Aku baru sadari setelah sekian lama. Akhir - akhir ini aku selalu menerima permintaan Ritsu-senpai, maupun yang logis atau tidak logis. Apa karena sikapku yang suka pasrah akan suatu hal?

Aku harus menghilangkan sikap itu. Lama kelamaan akan menjadi kebiasaan yang buruk.

Heeh... tanpa kusadari aku sudah sampai di depan gerbang hitam yang sangat besar. Setiap aku melihat rumah besar ini, kadang pikiranku berbeda. Kadang aku terposan, kadang aku merasa sedih hanya membayangkan kesepian yang dirasakan oleh Ritsu.

"Oh... (Name), kau baru datang." Ucap Ritsu dengan tatapan yang dingin. Sepertinya aku datang terlambat.

"Maaf kalau aku datang terlambat." Balasku dengan lesu.

"Daijobu, tapi kau harus menebus kesalahanmu."

Oh tidak! Senyuman mengerikan itu. Mampus!

Angel In My Heart (Ritsu Sakuma)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang