29. Rasa sakit.

553 29 0
                                    

Hari pertama di kota tersebut kita habiskan dengan berjalan-jalan dan sekarang hari kedua, Refal mengajak gue untuk kembali ke tujuan awal gue sama dia pergi ke kota ini.

"Fal, lo yakin?" Gue hanya memastikan, tidak ada maksud lain. Refal tersenyum hangat lalu mengangguk mantap.
Gue menghela nafas dalam-dalam, menyiapkan hati dan mental untuk yang akan dilalui kali ini. Pokoknya apun yang gue lihat nanti, gue bakal berusaha terima.

Saat ini gue sudah mengenakan topi dan kacamata hitam. Sedangkan Refal dia hanya menggunakan topi saja. Dan sekarang Refal menyodorkan sebuah masker putih. Buat apaan woy. "Buat apa?"
"Buat dipake lah, bego." gue mencibir kesal. Ya itu si gue juga tau, malah mungkin bayi juga tau fal. Gerutu gue. "Gue kan udah pake topi sama kaca mata, trus kenapa gue harus make masker juga?"
Tak habis pikir.

"Yaudah, gausah dipake."
"Lo ngeselin ya." gue menjitak kepala Refal kesal. Lalu keluar mobil, Refal menatap gue tak percaya. "Bagus juga kantor nya." ujar nya ketika masuk ke dalam lobi kantor yang cukup luas. "Iya dong." bangga gue.

Kita berjalan menuju meja resepsionis untuk menanyakan dimana keberadaan papih gue. Sebenarnya gue nggak usah pake topi + masker juga nggak bakal ada yang tau, kalo gue itu anak dari pemilik kantor ini. Karena gue juga baru pertama kali kesini. "Ada yang bisa saya bantu?" sapa Resepsionis. Refal mencoba untuk mengorek informasi tentang keberadaan papih gue saat ini melalui sang resepsionis. tapi ternyata gagal, kita tidak diberikan informasi apapun. Sebab kita tidak memiliki janji untuk bertemu. Sesibuk apa sih papih gue? Refal terus membujuk sang resepsionis nya. Gue menghela nafas lelah. Gue mendekati sang resepsionis, lalu memperlihatkan kartu identitas keluarga Kana. Terlihat ekspresi wajah Resepsionis itu langsung kaget, tentu membuat gue bingung. "Maaf, saya tidak tau kalau anda putri dari pemilik perusahaan ini."
Gue hanya tersenyum, "Boleh saya bertemu dengan papih?" Tanya gue. Resepsionis itu tampak bingung lagi. "Maaf, tapi Pak Tio nya kebetulan sedang tidak ada dikantor, beliau baru saja keluar untuk makan siang."
"Makan siang?" ujar serentak gue sama Refal, yang benar saja ini baru pukul 10 pagi. "Apa mbak tau dimana tempat nya? tolong beri tahu saya."

Resepsionis itu tampak menimang-nimang. Lalu akhirnya meng-iyakan dan menuliskan alamat nya di kertas. "Thanks mbak! jangan bilang sama papih ya, saya kesini." Sang resepsionis itu menganggukan kepala nya.
Gue sama Refal kembali ke mobil.

"Aneh ya Riss, kek ada yang nggak beres." ujar Refal disela - sela mengemudi nya. Gue cuma diem.

"Disini tempatnya?" Tanya Gue ketika Refal berhenti disebuah parkiran restoran Bintang 5.

Gue masuk ke dalam digandeng oleh Refal.

Lagi-lagi gue cuma bisa menghela nafas berat. Perasaan gue kini mulai nggak tenang, ada apa ini? tiba-tiba aja muncul rasa khawatir dibenak gue. Namun gue bener-bener penasaran juga, siapa sih orang yang udah buat papih berubah kaya gitu?

Refal dan gue mulai mencari keberadaan papih. Tapi tidak ada. "Belum datang kali Riss, kita tunggu diluar aja lah." Refal menarik lengan gue pelan. Gue pun pasrah.

Kami masuk lagi ke dalam mobil dan sepertinya memang lebih baik kami menunggu disini, lebih aman.

Setelah menunggu kira-kira 20 menit dengan Refal yang super berisik tak sabaran. Sebuah mobil hitam parkir tepat didepan mobil kami.
Refal segera membungkuk agar tidak terlihat dari luar. Setelah gue yakin itu mobil papih, gue juga ikut Refal membungkuk.

Tak lama kemudian, pintu mobil terbuka dan keluar lah sepasang pria dan wanita. mereka pergi masuk ke dalam restoran, Refal langsung mengiring gue untuk masuk ke dalam. Laki-laki tersebut gue yakin 100% itu papih Tio tapi- sosok wanita yang berada dalam gandengan papih gue, masih belum bisa dipastikan siapa dia.

Refal menggenggam tangan gue erat, mereka duduk di meja no.30 sedangkan gue sama Refal duduk di meja no.29 jadi lumayan dekat lah.

Papih Tio dan perempuan itu duduk membelakangi kami. Greget sumpah, siapa sih?

Dari suara nya kayak familiar, tapi gue lupa siapa.
Perempuan itu pergi melewati kami menuju kekamar mandi. Gue udah siap-siap mata. Tangan Refal masih saja menggenggam telapak tangan gue.

"Jangan panik," Bisik Refal, duh kenapa jadi keringat dingin gini. Gue menghembuskan nafas berat.
Perempuan tadi mulai mendekati kami, dan sosok yang nggak pernah gue kira, sosok yang nggak pernah terbayang sebelum nya.
Gue kenal perempuan itu, gue kenal. Gue yakin. Tubuh gue melemas, "Sa, are you okay?" Refal panik. "Gue mau pulang." Lirih gue menarik lengan Refal. "Lo tau dia siapa?" Tanya nya.

Gue menggeleng pelan lalu menunduk, Refal mendekati lalu memeluk gue. "Siapa pun orang nya, lo harus kuat." Ujar Refal mengusap rambut gue. Gue harus bagaimana sekarang? Gue bingung, mau percaya atau nggak. Tapi, ini udah jelas, mata gue nggak bakal salah liat kan. Kenapa harus dia? orang yang selama ini udah gue anggap seperti ibu kandung gue sendiri. Kenapa? Terlalu sulit buat gue percaya ini semua. Kenapa?

"Hiks, Hiks Hiks, Sakit Fal sakit." tangis gue pecah dalam pelukan Refal. Gue nggak tau mau cerita ini semua kesiapa. Gue bingung. Orang yang gue percaya perlahan lahan meninggal kan. Gue seorang diri sekarang. Tapi, gue masih bersyukur saat ini masih ada Refal yang bisa gue jadiin tumpuan kedua setelah bunda. Teman? Sahabat? Gue nggak bakal bisa cerita ini ke mereka. Nggak semua teman ataupun sahabat bisa dipercaya.

"Gue cuma punya lo Fal, Hiks" Memeluk Refal erat. Refal tersenyum, "Gue bakal selalu ada disamping lo Riss."

"Pulang yuk!" Refal menuntun gue masuk mobil.

Diperjalanan hanya terdengar isakan kecil. "Udah Riss, nanti lo kecapean"

Sampai Vila pun, gue hanya bisa nangis dipinggir kolam renang, Sampai Refal duduk dipinggir gue pun, gue nggak nyadar. Dia membawa secangkir coklat. "Semua orang bisa aja jahat, bisa juga baik dalam satu waktu." "Gaada yang tau Riss." Gue natap Refal dalam-dalam.

"Gue cape Fal."
"Semua orang juga cape Riss," Jawab Refal.

"Nggak ada yang bisa ngertiin gue."
"Lo salah, banyak yang ngertiin lo. Ada gue, tante Siska. Ada temen-temen lo."

"Tapi temen-temen gue jahat."
"Nggak semua temen lo jahat Rissa." Suara Refal meninggi. "Kalo lo terus berpikir nething kaya gini, lo bakal jatuh Riss." Refal menggenggam kedua tangan gue.

"Banyak yang peduli sama lo, percaya sama gue." Menyakinkan Gue. Seketika gue keinget sama Dania dan Wendy. Orang yang selalu ada buat gue selama ini. Mereka berdua nggak pernah jahat sama gue. Gue yang jahat sama mereka. Maafin gue Dan, Wend. Gue belum bisa jadi sahabat kalian yang baik untuk kalian.

"Sekarang lo tidur! Besok kita balik ke rumah lo." Gue hanya mengangguk. Gue berharap apa yang terjadi malam ini bukan jadi mimpi buruk buat gue.

Tbc 👉👇

1001  [COMPLETED]  +Revisi+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang