(32) The Ring

179 53 41
                                    

Harry masuk ke dalam kamarnya dan menemukan Mauve yang masih tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Kejadian semalam membuat Harry tersenyum sendiri ditengah lamunannya. Pun Harry berjalan ke tempat tidurnya lalu meletakkan nampan di atas nakas. Harry membuatkan sarapan untuk Mauve, sedangkan ia sudah terlebih dahulu sarapan karena tidak mau memaksa Mauve bangun.

Harry duduk di samping Mauve yang masih tertidur pulas dengan tangan yang menyangga pipinya. Harry menunduk menggesekkan hidungnya di pipi Mauve, "Bangun sayang," bisik Harry.

"Ayo bangun. Kau belum sarapan." Mauve hanya bergumam dengan masih menutup matanya. Harry kembali meniup wajah Mauve agar bangun, "Hey, Zayn ada di luar." mata Mauve langsung terbuka lebar karena ucapan Harry barusan. Harry tertawa sendiri melihat Mauve yang sekarang sudah duduk dan menarik selimut menutupi dadanya tampak panik

"Kau serius?"

"Tentu. Tentu saja tidak."

"Ah. . . Harry, aku masih mengantuk," rengek Mauve lalu kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur.

"Ayo bangun," ujar Harry selagi menarik tangan Mauve membuatnya duduk. Harry mengambil nampan yang di atasnya terdapat makanan kemudian memangkunya. "Kau harus sarapan. Sebentar lagi waktunya akan lewat."

"Aku tidak lapar."

"Kau tidak boleh begitu, kasihan anak kita." Harry memainkan kedua alisnya mendekatkan wajahnya pada Mauve. "Semalam aku sudah memenuhi asupanmu. Sekarang kau harus gantian dengan dia, bukan hanya kau yang butuh asupan."

"Yang semalam butuh asupan kau atau aku," ucap Mauve membuat Harry menyengir padanya.

"Kita berdua," kata Harry lalu mengecup pipi Mauve singkat. Pun Harry meletakkan nampannya di depan Mauve. Ia juga memberikan Mauve bathrobe, "Pakai ini dan keluar dari dalam selimut."

Harry tiarap di atas tempat tidur, kedua tangannya ia gunakan untuk menopang dagunya menonton Mauve yang sedang menikmati makanannya. "What?" tanya Mauve pada Harry yang masih betah melihatnya makan dengan mulut yang menggembung karena penuh makanan.

"Nothing," kata Harry seraya menggeleng cepat.

"Kau lebih baik pakai baju dulu," ujar Mauve. Ia tahu kalau Harry sudah mandi karena aroma mint dari tubuh Harry yang menyeruak masuk ke penciuman Mauve.

"Nanti saja, aku masih betah melihatmu makan dengan lahap. Kau tidak mengidam sesuatu?"

Mauve mengedikkan bahunya. Selama ini ia juga belum pernah meminta hal yang aneh-aneh. Bahkan Zayn yang bukan ayah dari anak yang ia kandung saja selalu bertanya padanya akan apa yang ia inginkan agar Zayn bisa memenuhinya. Mauve menjentikkan jarinya, "Mungkin semua apa yang aku inginkan sudah ada di depan mataku, makanya aku tidak merasakan yang namanya mengidam."

"Ini tidak seru sama sekali, aku merasa tidak tertantang. Kau harus hamil lagi."

"Kau mau aku mengidam hal yang ekstrim? Kau harusnya bersyukur, anakmu tidak menginginkan hal yang aneh-aneh. Yang ini saja belum keluar. Kau saja sana yang hamil," ujar Mauve lalu meneguk susu yang tadi dibawa Harry. "Harry, kau memperlakukanku seperti ini karena aku sedang mengandung anakmu?"

Harry kembali duduk. Ia mencebikkan bibirnya. "Tentu saja karena kau ibu dari anakku. Aku benar-benar masih menyayangimu Chamomile, bukan hanya karena kondisimu yang sekarang."

Mauve meletakkan nampannya di atas nakas lalu kembali duduk di tempat tidur. Ia sedang memegang ponselnya untuk memeriksa panggilan, pesan ataupun pemberitahuan yang masuk. Saat jari lentiknya menggeser ponselnya sendiri, Mauve berhenti dan memperhatikan jarinya karena merasa ada yang hilang. "Harry, kau lihat cincinku?"

"Di jari tanganmu," ucap Harry yang lebih mirip seperti sebuah tebakan. Ia sedang memakai baju menggantikan handuk yang sejak tadi ia lilitkan di pinggangnya.

"Aku serius." Harry hanya berdiri membiarkan Mauve mengacak tempat tidurnya dan membuang apa saja yang ada di atas kasur untuk mencari cincin yang lolos dari jarinya. Mauve mengerang frustasi, "Sial! Aku kehilangan cincinnya."

"Cincin dari Zayn, ya?" tanya Harry selagi ia memungut selimut dan juga bantal yang dibuang Mauve di lantai. "Kau lebih baik mandi dulu. Biar aku yang cari cincin kalian."

"Bagaimana kalau cincinnya hilang," kata Mauve cemas. Ia menggigit kuku tangannya sendiri sambil terus mencari cincinnya, bahkan seprai juga ikut ia tarik. "Harry, bantu aku."

Harry memegang bahu Mauve agar berhenti membuat kekacauan di kamarnya. "Tenang. Aku akan mencarinya. Kalaupun hilang, aku akan menggantinya. Aku yang menemani Zayn membeli cincin itu bahkan aku yang memilihnya, jadi aku tahu persis bagaimana bentuknya. Kau tidak perlu khawatir."

"Maaf Harry."

"Tidak apa-apa. Aku akan membereskan ini dan juga mencari cincinnya," kata Harry sambil menunjukkan senyumnya pada Mauve. Senyum yang Harry tunjukkan lebih untuk menyemangati dirinya sendiri dan menutupi apa yang ia rasakan saat ini.

Selagi Harry menunggu Mauve selesai mandi, ia membereskan kamarnya sendiri yang sangat jauh dari kata rapi. Ia juga mengganti seprei yang sudah dipisahkan Mauve dengan kasurnya.

Saat ini Harry tidak mau menyinggung Mauve tentang status hubungan keduanya, ia tidak mau merusak suasana hati Mauve. Sejak tadi malam, sebisa mungkin Harry menghindari pembicaraan dengan Mauve yang bisa mengarah ke hubungan Zayn dan juga Mauve. Saat Mauve menceritakan tentang Zayn, Harry hanya menanggapinya dengan tanggapan yang bisa membuat pembahasannya jadi pendek. Harry juga tidak bisa bohong kalau ia masih tidak terima dan juga takut dengan hubungan Zayn dan Mauve, makanya ia lebih memilih untuk tidak membicarakannya.

Harry melipat selimutnya di atas tempat tidur lalu menumpuk bantalnya agar terlihat rapi. Baru ia ingin mengangkat nampan bekas sisa makanan Mauve, ponsel Mauve berdering, di sana tertera nama Zayn yang sedang memanggil. Harry meletakkan ponselnya kembali, membiarkannya berdering sampai selesai hingga kembali berdering lagi. Ia tidak mau mengangkat telepon Zayn karena tahu itu akan menimbulkan masalah untuknya, terlebih untuk hubungan Zayn dan Mauve kedepannya.

Harry bukan tidak berniat kembali lagi dengan Mauve, namun yang ia pentingkan saat ini adalah ia tidak mau Mauve mempunyai masalah hanya karena ia yang kembali lagi ke kehidupan Mauve. Harry tetap berusaha agar hubungannya dengan Mauve kembali lagi, tapi dengan cara tidak terlalu memaksakannya. Ia takut kalau usahanya terlalu nampak sampai Zayn membatasinya bertemu dengan Mauve.

Harry sudah bertemu dengan Zayn dan mengatakan kalau ia hanya ingin mengawasi Mauve selama ia mengandung anaknya dan memenuhi semua keinginannya. Harry seperti membuat kesepakatan dengan dirinya sendiri, yaitu kalau ia belum bisa mendapatkan hati Mauve kembali sampai anak mereka lahir, maka Harry akan merelakan Mauve untuk Zayn. Karena yang dipikirkan Harry saat ini, ia tidak harus memaksa Mauve kembali padanya, kalau Mauve juga bisa bahkan lebih bahagia dengan Zayn.

Intinya saat ini Harry hanya mengutamakan kebahagiaan Mauve, bukan kebahagiaannya sendiri.

"Harry. Besok aku mau ke dokter. Kau ikut ya!" kata Mauve tampak bersemangat. Harry mengangguk tanpa menghilangkan senyumnya setiap kali melihat perempuan itu.

"Uh. Kita berdua?"

"Dengan Zayn juga."

"Oh," gumam Harry. Ia mengalihkan pandangannya dengan cara mencari baju dalam closet yang bisa dipakai Mauve.

Bibir Mauve melengkung ke bawah karena tanggapan Harry yang tidak sesuai dengan harapannya. "Kau keberatan Zayn ikut. Aku juga tidak enak jika melarangnya ikut, karena selama ini hanya dia yang menemaniku. Semoga saja dia besok sibuk dan—"

"Tidak. Sungguh. Aku tak apa dia ikut. Dia calon suamimu 'kan. Dan itu artinya dia juga akan jadi ayah dari anak kita nantinya."

[]

ChamomileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang