(18)

3.5K 312 25
                                    

"Mas perlu bicara berdua sama kamu." Ucap Mas Zian dengan tatapan memohon, awalnya Fara terlihat nggak terima tapi gue sama Mas Zian memang harus bicara.

"Kalian keluar dulu kalau gitu." Sama halnya Fara, Jun juga terlihat sedikit keberatan mengingat keadaan gue sama Mas Zian sekarang tapi apapun, gue sama Mas Zian memang harus bicara berdua tanpa pendapat dari orang lain.

"Nggak papa, kalian keluar dulu." Gue kembali meyakinkan Fara sama Jun kalau gue bakalan baik-baik aja, gue juga mau nyari jalan keluar terbaik dan tanpa bicara nggak akan ada penyelesaian apapun, yang ada cuma prasangka dan saling menyalahkan.

Yakin kalau gue bakalan baik-baik aja, Juna keluar lebih dulu sebelum Fara ikut menyusul dengan langkah berat, beranjak dari ambang pintu, Mas Zian juga mendekat dan gue membiarkan Mas Zian duduk di sofa.

"Apa yang mau Mas jelasin sekarang?" Gue yang memulai pembicaraan lebih dulu karena Mas Zian nggak kunjung mengeluarkan kata-kata.

"Mas minta maaf, Mas tahu kalau keadaan kita berdua nggak akan baik-baik aja tapi apapun, Mas cuma berharap kamu akan bertahan, tolong jangan batalin pernikahan kita." Mas Zian tertunduk pasrah dihadapan gue sekarang.

"Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang Mas ngomog kaya gini sama aku? Kalau seandainya perempuan itu nggak datang nemuin Mas, apa selamanya Mas mau nutupin hal ini dari aku? Mas pikir aku apa?" Gue bahkan udah nggak punya tenaga untuk marah-marah sama Mas Zian.

"Harusnya Mas langsung jujur sama aku, seandainya Mas jujur mungkin aku nggak akan sekecewa ini." Ini yang gue sayangkan, Mas Zian nggak jujur dengan masalahnya dan berharap semuanya bakalan baik-baik aja, gue sangat kecewa dengan hal ini.

"Mas cuma takut kalau kamu akan ninggalin Mas, Mas takut kalau kamu akan membatalkan pernikahan kita, Mas takut kalau Mas harus kehilangan kamu." Mas Zian menatap gue setelah ngomong kaya gini.

Apa gue harus bahagia mendengarkan alasan Mas Zian barusan? Harusnya begitu tapi entah kenapa gue malah semakin kecewa, alasan Mas Zian terdengar basi dan gue sama sekali nggak paham, otak gue seakan nggak percaya, takut kehilangan bukan alasan Mas Zian sampai menghindari masalah.

"Terus Mas berencana nutupin ini sampai kapan? Sampai kita nikah? Sampai kita punya anak? Ini semua bukan alasan Mas." Mas Zian malah terlihat egois dan seakan cuma mementingkan dirinya sendiri, gimana sama gue? Gimana sama perempuannya?

"Mas kaya gini karena Mas terlalu mencintai kamu, Rana." Suara Mas Zian sedikit meninggi, nada bergetarnya juga terdengar sangat jelas, Mas Zian berbicara dengan mata berkaca-kaca tapi tetap aja, menurut gue pilihan Mas Zian ini salah.

"Kalau Mas cinta sama aku, kalau Mas peduli sama aku, kalau Mas percaya sama aku, Mas akan jujur, harusnya Mas yakin kalau aku nggak akan ninggalin Mas sendirian disaat kita punya masalah." Harusnya solusi bisa kita cari sama-sama, kalau memang Mas Zian cinta sama gue, dia nggak akan takut gue pergi, dia akan tahu pasti kalau gue nggak akan kabur gitu aja.

"Mas yang salah, Mas akui itu tapi tolong, jangan tinggalin Mas, kita masih bisa perbaiki ini sama-sama." Dan gue langsung menggeleng cepat, kalau begini kejadiannya, semua nggak akan sama.

"Mas mau memperbaiki keadaan kita sekarang dengan cara apa? Dengan cara melanjutkan pernikahan kita berdua dan ngebiarin perempuan lain terluka gitu aja? Apa itu rencana Mas sekarang?" Kalau memang Mas Zian mau pernikahan kita tetap berlanjut, gimana sama Mbak yang datang semalam?

"Memang itu yang Mas rencanakan sekarang, Mas akan tetap memilih kamu." Jawab Mas Zian tegas.

Mendengar jawaban Mas Zian, awalnya gue pikir kalau memang ini juga yang gue mau tapi rasanya ada yang salah, gue tetap nggak bahagia karena gue tahu, gue sadar ada perempuan lain yang terluka.

"Terus gimana sama perempuan kemarin?" Ini juga masalah, gue bahkan nggak tahu nama perempuannya siapa.

"Julia bukan siapa-siapa, Mas nggak punya perasaan apapun jadi Mas nggak akan bisa memberikan apa yang dia mau, itu cuma kesalahan dan Mas nggak bisa bertanggungjawab." Terdengar sangat jahat tapi dalam hati gue juga nggak akan rela kalau Mas Zian menikahi perempuan lain, gue juga nggak mau Mas Zian menikahi Julia.

"Tapi ini ngggak adil untuk Julia, kita berdua akan jadi orang jahat Mas karena mengabaikan perasaan Julia kaya gini." Gue tetap akan hidup dengan penuh rasa bersalah.

"Kamu nggak jahat, Mas yang jahat dan kalau memang harus, biarin Mas jahat untuk perempuan lain tapi bukan untuk kamu, kita juga haarus mikirin perasaan orang tua kita, sekali lagi Mas nohon, jangan batalin pernikahan kita." Mas Zian memohon dan dengan begitu jahatnya, gue juga mengiakan.

Denggan mutusin untuk nerusin pernikahannya, gue juga jadi pereempuan jahat, gue egois dan gue tahu kalau gue akan hidup dengan rasa berrsalah tapi gue lebih nggak mau mengecewakan Mama, gue nggak mau jatuh sakit, itu lebih penting.

.

Hari pernikahan...

"Ran, belum telat kalau lo mau mundur, semuanya mmasih bisa lo perbaiki." Fara nggak aada habisnya mengingatkan gue kalau keputusan gue masih bisa di ubah, bahkan disaat hari pernikahan sekalipunn, Fara masih nggak setuju dengan pilihan gue sekarang, alasan Fara ada disini sekarang cuma satu, itu karena  dia sahabat gue, bukan karena dia setuju dengan pilihan gue.

"Gue udah nggaak bisa milih, ini hari pernikahan gue Fa, lo nggak liat seramai apa orang di luar, kalau sampai guee berubah pikiran sekarang. Mama gue nggak akan sanggup." Kalau dari awal gue nggak bisa membatalkan pernikahannya, sekarang lebih nggak bisa.

"Gue tanya sekali lagi deh sama lo, kalau seandainya lo ada di posisi perempuan yang namanya Julia itu, setelah milik lo di rebut gitu aja dan lakki-laki itu  nggak mau bertanggung jawab, apa lo bakalan terima?" Fara kembali mengingatkan, gue juga uddah berulang kali mikirin ini dan gue udah memilih untuk meenjadi perempuan jahat.

"Biarin gue jadi perempuan egois kali ini aja Fa, gue_"

"Maksudnya apa? Julia itu siapa Dek? Apa Zian yang harus bertanggungjawab?" Mama masuk dengan raut wajah yang udah sangat pucat, seketika detak jantung gue bedebar dengan sangat kencang, gue udah nggak bisa mikkir apapun, yang gue takutkan cuma satu, Mama tahu masalahnya apa.

"Ma! Mama yang tenang, aku bisa jelasin." Gue bahkan meminta Mama untuk tenang disaat gue sendiri nggak bisa tenang sedikitpun.

"Kamu nggak perlu jelasin apapun lagi, Mama udah curiga dari beberapa waktu tapi yang Mama nggak sangka kalau anak Mama bisa seegois ini, apa bahagia diatas penderitaan perempuan lain adalah pilihan terbaik menurut kamu?" Bentak Mama ke gue, bukannya marah, gue malah takut sekarang, nafas Mama terdengar sangat berat.

"Batalin pernikahan kamu hari ini, itu lebih baik." Mama jatuh terduduk di ranjang kamar gue sekarang.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang