.
.
Tiba di rumah sakit, keadaan Soonyoung sangat lemah. Kondisinya kritis, ia harus masuk Unit Gawat Darurat. ayahnya duduk di kursi tunggu dengan kepala tertunduk, terlihat tak berdaya. Ia tidak bisa menutupi rasa bersalahnya, namun, di sisi lain ia juga tidak bisa menerima putranya menyukai laki-laki. Dan laki-laki yang disukai putranya adalah adik iparnya sendiri-Paman Soonyoung.
Ia pikir Soonyoung akan menyerah. Anak itu masih 16 tahun, pikirannya masih mudah berubah-ubah; tapi ia tidak menyangka Soonyoung akan keras kepala bertahan hingga semuanya jadi seperti ini. Anak itu bertahan hingga mengabaikan nyawanya sendiri, pria itu menjadi lebih penting dari segalanya.
Duduk di sebelahnya, ibu Soonyoung tidak lebih baik. Ia hanya duduk sembari menatap lurus ke depan, menatap dinding putih di hadapannya dengan tatapan kosong. Wajahnya yang kurus tampak lelah, matanya bengkak karena terlalu banyak menangis. Di tangannya, ia memegang foto polaroid adiknya.
Dalam waktu singkat, hubungan keduanya sudah berkembang sejauh itu. Bahkan disaat ia kehilangan kesadarannya, Soonyoung masih menggenggam foto Seokmin seolah-olah hidupnya bergantung pada hal tersebut.
Soonyoung bukan lagi bayi laki-lakinya yang duduk di pangkuannya. Anak itu sudah membuat pilihan, dia sudah memilih jalannya sendiri. Walaupun semua orang membenci pilihannya tersebut, menekannya untuk kembali, namun anak itu terus berjalan tidak peduli apa. Bahkan jika jalan di bawah kakinya penuh duri dan batu tajam, dia tidak akan peduli; dia hanya terus berjalan ke depan, melalui jalan yang telah menjadi pilihannya. Dia tahu, mencintai Seokmin-yang adalah paman-nya sendiri-tidak akan mudah, jalan di depan mereka tidak akan mudah dilalui. Namun dia tidak peduli, dia hanya menatap lurus ke arah pria yang ia cintai seolah-olah dunianya hanya berputar pada satu nama.
Soonyoung berada di Unit Gawat Darurat selama dua hari. Setelah melewati masa kritis, pada hari ketiga dia sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Hanya satu dari anggota keluarga yang diperbolehkan melihat ke dalam ruang rawat. Kakek dan Nenek-nya-orang tua Seokmin-juga ada di sana, ikut menunggu cucunya yang sampai saat ini masih tidak sadarkan diri; terbaring di ranjang putih dengan berbagai alat medis di tubuhnya. Siapapun yang melihat pemandangan ini akan merasakan dingin yang menyelusup di hati mereka, sedih dan takut bercampur menjadi satu, mulut tertutup rapat kehilangan fungsinya untuk mengeluarkan kata-kata.
Orang yang pertama masuk ke ruang rawat adalah ibunya, lalu setelah itu nenek-nya, kakeknya, semua bergantian ingin melihat keadaan Soonyoung. Namun Tuan Kwon, bahkan sampai hari ketiga Soonyoung berada di ruang rawat biasa, ia masih belum memiliki keberanian untuk melihat wajah putranya. Ia merasa bersalah dengan semua yang terjadi, diam-diam menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu menekan Soonyoung. Tapi, bagaimana ia bisa diam saja jika di depan matanya putranya lebih memilih menjadi gay? Putranya mencintai adik ipar yang ia benci setengah mati, bagaimana mungkin ia membiarkan semua itu terjadi?
Tuan Kwon tidak pernah meninggalkan rumah sakit, ia setia menunggu putranya di luar ruangan. Duduk di kursi tunggu yang berada tepat di depan pintu ruangan putranya dirawat. Ia hanya akan ke luar untuk makan atau pulang sebentar untuk mandi, lalu kembali lagi ke rumah sakit. Bahkan ia harus meminta maaf berkali-kali pada timnya karena meninggalkan pekerjaannya begitu saja demi untuk menjaga putranya di rumah sakit. Timnya sangat mengerti, mereka tidak keberatan dengan hal ini. Orang luar hanya tahu putra Jaksa Kwon sedang sakit parah dan kehilangan kesadaran, mereka tidak tahu masalah internal yang sedang terjadi dalam keluarga ini.
Tentang kondisi Soonyoung, sampai sekarang hal ini belum sampai ke telinga Seokmin yang hingga detik ini masih berada di dalam penjara. Belum ada yang memberitahunya, ayahnya setiap hari datang mengunjunginya; mengantarkan makanan kesukaan putranya yang ia beli dari restoran.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCLE [SEOKSOON FANFICTION] ✔️
FanfictionKwon Soonyoung, remaja 16 tahun yang sangat membenci paman-nya sendiri, Lee Seokmin. Pria 35 tahun yang menjalani hidup dengan berhura-hura, tidur dengan lelaki sewaan yang ia bayar untuk memuaskan hasrat seksualnya. Suatu hari, kakak perempuannya...