s a t u

16 2 0
                                    

Panca tidak pernah bisa mengerti. Kenapa perasaan seperti terasingkan selalu saja menemaninya dalam skala tak bertepi? Dari titik terendah sampai ke titik paling tinggi. Dia selalu berusaha menjadi yang terbaik, kendati acapkali tersakiti.

Setidaknya, menurutnya begitu.

Entah bagaimana menurut orang lain, bahkan bagi saudaranya sendiri. Dia tidak mau ambil pusing. Meskipun bisa saja label aneh dan berlebihan ditempelkan padanya.

Panca terbiasa memikirkan hal-hal sepele yang tanpa ia sadari bisa membebani pikiran. Beban terasa mengikuti ke mana pun ia pergi. Seperti pemburu yang telah menandai mangsa.

Hal yang paling tidak bisa dimengerti olehnya adalah: kenapa rasanya snagat sulit untuk melepas segala beban yang ada?

Hingga di suatu pagi yang penuh emosi, ketika ia tengah merapikan susunan barang-barang dagangan di tempatnya bekerja dengan setengah hati; seorang perempuan datang dan berdiri di sampingnya.

Sosok itu memiliki rambut sebahu dengan poni menyentuh alis, serta lesung pipi dalam di bagian kanan. Dia tersenyum dengan manis. Awalnya pemuda itu tidak mau ambil pusing. Terkadang memang beberapa konsumen suka sekali berdiri dekat dengannya ketika ia sedang menyusun beberapa produk di atas rak.

Panca balas tersenyum dan kembali fokus pada pekerjaannya. Meski dongkol dia tetap dituntut untuk profesional. Apapun emosi yang sedang ia rasakan, ada satu hal wajib yang harus dipertahankan. Dan hanya itu yang diperbolehkan untuk ditunjukkan pada pelanggan. Senyuman.

Fokus Panca buyar saat ia menangkap uluran tangan. Mau tak mau ia kembali memberikan atensi pada gadis di sampingnya. Senyumnya tetap bertahan, hingga satu untaian kalimat meluncur dari bilah bibir perempuan itu--yang kecil, tipis, dan berwarna pink.

"Saya Mint, Kak. Pegawai baru di sini."

Senyum rupawan milik Panca langsung hilang. Ekspresi bingung tidak dapat lagi ia sembunyikan. Karena seingatnya tidak ada karyawan yang keluar. Formasi pekerja di tempatnya mencari nafkah masih pas sebagaimana mestinya.

Apa mungkin ada penambahan karyawan baru?

Kalau benar, kenapa grup di WA-nya begitu sepi? Padahal biasanya akan begitu ramai jika ada info terbaru tentang apa pun. Apalagi mengenai kehadiran karyawan baru begini. Selanjutnya ia ikut memperkenalkan diri.

"Panca," balasnya sambil menerima uluran tangan dengan canggung.

Ia tidak terbiasa bersentuhan dengan perempuan yang baru ia kenal. Tangan gadis itu terasa dingin dan basah. Diam-diam ia berpikir, mungkin anak baru tersebut memiliki kelainan jantung.

Bisa juga karena terlalu gugup. Namun, opsi terakhir bisa saja salah. Perempuan di hadapannya kini terlampau tenang untuk mendapatkan label tersebut.

"Hm, Kak, maaf ... apa yang harus saya kerjakan?"

"Pak Fajar nggak ngasih tau tugas kamu apa?"

Gadis itu menggeleng.

Semakin aneh ketika tahu jika si Pemilik mini market yang telaten juga sedikit rewel tidak memberitahu apa-apa memgenai jobdesk gadis itu. Sejauh yang Panca ingat, tiap pekerja baru akan dikenalkan dengan apa yang harus mereka kerjakan.

Namun, kenapa gadis ini menjadi pengecualian? Menambah daftar kerjaannya saja.

"Yaudah, ikut saya!" ajak Panca dengan nada yang jauh dari kata ramah.

Panca sengaja mengajarkan Mint dengan ketus. Hari ini pemuda itu sedang tidak memiliki minat untuk bersikap manis. Apalagi berpura-pura menjadi senior baik hati bak peri. Tidak, Panca tidak punya energi. Karena selama yang ia tahu dan alami, kebanyakan juniornya malah akan bersikap seenaknya dan tidak lagi memiliki rasa segan.

MintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang