"Udah ketemu belum ting?" Tanya Marcus.
Ginting mengeleng lemas. "Belum Koh."
Kevin menghampiri Ginting. "Sumpah loh Gue tadi liat Lea ditarik sama Meiwa, ga mungkin salah liat Gue!"
Dengan sengaja, Agnes menyenggol bahu Kevin.
"Gausah bikin tambah ruwet Vin, suara Lo kecilin napa." Ujar Agnes.
Ginting menghela nafasnya gusar, ia bingung kemana lagi harus mencari Lea sedangkan kota ini sangatlah luas.
"Ting." Widya mengelus bahu Ginting. "Lo yang tenang dulu, percaya deh dia ga bakal kenapa-napa."
"Semoga aja mbak ga di apa apain sama mantannya Ginting, aneh deh cantik cantik tapi punya pikiran kriminal begitu---"
"Kevin!" Kompak Agnes, Widya, Marcus meneriakinya.
"Yah, kali ini Gue cuma bisa berdoa sama tuhan semoga Lea ga kenapa napa." Lirih Ginting.
Ginting melirik ke arah jam sekilas. Kemudian ia berdiri dan berjalan menuju pintu.
"Mau kemana Ting?" Tanya Marcus.
"Mau nyari Lea lagi Koh, ini udah lewat jam makan malem. Gue yakin dia belum makan."
Ia mengambil jaket lalu memaikainya, kemudian ia berjalan ke arah pintu kamarnya lalu membuka pintunya.
Seketika pandangan matanya membulat melihat apa yang ada didepannya setelah ia membuka pintu.
Ada Lea disitu. Sedang merogoh-rogoh tas nya.
"Kunci kamar Gue mana sih, di dompet ga ada---- nah nah ini nih kunci."
Lea mengeluarkan kunci kamar hotelnya dari tas, namun saat ia hendak membuka pintu kamarnya ia malah terkejut dengan posisi Ginting yang tiba tiba ada didepannya.
"Ginting! Astaga ya tuhan. Bikin kaget aja tau gak?!"
Tanpa izin terlebih dulu, Ginting menarik Lea kedalam pelukannya.
"Le, kamu dari mana sih. Kamu ga ngerti kalau aku khawatir sama kamu?" Ujar Ginting sambil mencium puncak kepala Lea.
"Ma--maaf."
Ginting melepas pelukannya. "Sini masuk dulu baru cerita, didalem ada Mbak Wid, Ci Agnes, sama Koh Sinyo mereka juga khawatir sama kamu."
Lea mengangguk, kemudian ia berjalan masuk ke dalam kamar mengikuti Ginting.
"Ya ampun Lea, Lo dari mana aja?" Tanya Widya.
"Bentar kali mbak, suruh dia duduk sama minum dulu." Ujar Agnes sambil memberikan air minum pada Lea.
"Makasih Ci."
Lea lalu meminum air pemberian Agnes.
"Coba Lo ceritain pelan-pelan itu gimana ceritanya Lo bisa bawa sama Meiwa dan tiba tiba sekarang lo muncul depan pintu kamar." Ucap Marcus.
Lea melihat marcus sejenak, kemudian ia menundukan kepalanya.
"Gue cape banget nih serius, lain kali aja ya?"
Marcus menghela nafasnya. "Yaudah deh, yang penting Lo udah aman disini. Nes, Mbak kita mending balik ke kamar aja biar Lea bisa istirahat."
Mereka bertiga pun berpamitan pada Lea dan Ginting kemudian pergi ke kamar mereka masing masing.
Lea menghampiri Ginting yang sedang duduk di samping ranjang, kemudian ia duduk disebelahnya.
"Marah?" Tanya Lea.
Ginting menoleh. "Kamu dibawa kemana sama Meiwa?"
"Dibawa ke restoran, eh gila enak banget makanannya!" Ucap Lea dengan mata berbinar.
"Aku serius." Tegas Ginting.
Lea terdiam, ia sadar akan sesuatu,
Sorot mata Ginting sangat tajam menatapnya, Lea sadar bahwa Ginting mengkhawatirkan Lea.
"Maaf." hanya itu kata yang keliat dari mulut Lea.
"Kamu dibawa kemana?" Tanya Ginting sekali lagi.
"Tempat kalian jadian."
Ginting tersentak mendengar ucapan Lea.
"Meiwa ngeliatin semua foto-foto dan video kalian berdua yang masih dia simpan. Dan.."
"Kalian keliatan bahagia banget, bahkan video terakhir yang diambil beberapa hari tepat pertemuan kita. Kamu keliatan bahagia banget."
Ginting terdiam, dia berada di momen ia tidak bisa berbicara sepatah katapun.
Entah kenapa lidahnya sangat kelu.
Lea kemudian menangkup sebelah wajah Ginting dengan salah satu tangannya.
Wajah mereka saling berhadapan, sehingga mata mereka pun saling bertatapan.
"Maafin aku udah ngerenggut kebahagiaan kamu sama dia, ga seharusnya jadi gini.."
"Le--"
"Kamu bahagia banget sama dia, tiba tiba ada aku yang datang gitu aja ngehancurin hubungan kalian yang lagi bahagia-bahagianya.."
"Lea--"
"Harusnya kita ga pernah ketemu, kita ga pernah kenal, atau kita pura-pura ga saling kenal. Mungkin kamu sekarang bakal bahagia banget bareng meiwa.. Ga kaya sekarang kamu mesti nanggung beban untuk bertanggung jawab jadi ayah untuk---"
Ucapannya terpotong, tak Lea lanjutkan.
Secara tiba tiba Ginting mencium tepat di bibir Lea. Tentu saja Lea tersentak, sudah lama ia tak melihat detail wajah Ginting sedekat ini.
Tanpa ia sadari, ia memejamkan matanya. Menikmati detik demi detik waktu yang di lewati.
Hatinya bergetar, seketika ada rasa senang dan rasa bersalah yang menyelimutinya. Tak terasa air matanya menetes.
"Lea.."
Lea membuka matanya, dan masih ada Ginting tepat di depan wajahnya.
Menyadari ada air mata yang menetes, segera Ginting menghapus air mata yang ada di wajah Lea.
"Maafin aku.." Ucap Lea.
"Aku gatau mesti jawab apa."
"Maafin aku, maafin." Lea menunduk, kembali air matanya mengalir tanpa ia kontrol.
"Hey, hey, kok nangis lagi?" Ginting menyentuh dagu Lea.
"Lea, dengerin aku.."
Lea kemudian menengadahkan wajahnya.
"Kamu mau tau apa yang akan membuat aku bahagia?"
Lea mengangguk pelan. "Apa?"
"Bahagiaku, ngeliat kamu dan anak kita sehat."
Mendengar ucapan Ginting membuat Lea menangis, bahkan tersedu sedu.
Ginting tersenyum, kemudian ia memeluk Lea.
"Jangan pikirin yang macem macem ya, aku udah komitmen sama kamu dan berjanji sama tuhan untuk ngejaga kamu, bahagiain kamu." Ginting mengusap punggung Lea.
"Makasih, makasih.." Ucap Lea dipelukan Ginting.
"Aku sayang kamu, aku juga sayang anak kita."
Bagai tuan dan nyonya yang dipeluk doa, mereka berpelukan sangat erat. Bahkan tak terpikirkan untuk melepasnya.
Lea merasa sangat nyaman, begitupula Ginting.
Namun, ada hal yang menganggu di pikiran Ginting.
"Walaupun rasa ini belum tumbuh sempurna, tapi ga ada yang boleh nyakitin Lea maupun anak ini. Ini Lea Gue dan ini anak Gue. Ga ada yang boleh ganggu kebahagiaan kita. Termasuk lo. Meiwa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rankle
RomanceEntah apa yang dimimpikannya semalam hingga kedua orangtuanya tega menikahkan anaknya dengan seorang perempuan---berbadan dua. "Udah bunting duluan, gesrek pula" -ASG