Rara pulang ke rumah dengan perasaan yang tidak menentu. Wajahnya sangat murung dan sendu menambah kekhawatiran orang yang melihatnya. Entahlah apa yang ia butuhkan sekarang. Yang penting ia sangat membutuhkan ketenangan untuk menenangkan hati dan pikirannya. Ia hanya berharap Allah selalu menjaga Rama dimanapun Rama berada.
"Kamu kenapa cemberut gitu sayang? Kan tadi barusan ketemu sama Rama. Ayo senyum dong."
"Gak mau Ma. Rara lagi gak mood."
"Kamu kenapa sih sayang? Masih kepikiran sama mimpi kamu tadi pagi?"
"Heem." Jawab Rara dengan lemas.
"Udah udah jangan sedih terus. Kamu doa aja sama Allah biar Rama bisa pulang dengan baik-baik aja. Kalau kamu kayak gini itu gak bikin suasana jadi lebih baik. Yang ada Rama malah khawatir sama kamu."
"Hmm iya Ma."Rara pun pergi ke kamar mandi untuk mandi. Padahal tadi sore ia sudah mandi. Tapi entah apa yang menyuruhnya untuk mandi lagi. Yang terpenting ia bisa mendapatkan ketenangan. Rara pun menghabiskan banyak waktunya di kamar mandi. Ia merendam diri dan mandi dengan air hangat. Sungguh pikirannya benar-benar kacau kali ini. Setelah mandi pun ia memutuskan umtuk tidur. Mata nya tiba-tiba merasa berat akibat menangis tadi di bandara.
Malam ini rembulan bercahaya dengan sangat terang. Awan pun tampak terlihat indah menghiasi langit malam. Bintang pun nampak bertebaran di langit semakin mempercantik suasana malam ini. Tapi sayang itu sama sekali tidak mencerminkan hati Rara kali ini. Hati nya sangat berlawanan jauh dengan keadaan langit malam. Hatinya diselimuti dengan khawatir dan rasa takut. Ia masih tertidur dengan pulas di kasurnya. Mungkin hari ini banyak yang menguras pikirannya sampai ia selelah itu.
"Ra.... Rara.. Rara bangun nak. Mama mau tanya ke kamu. Ayo bangun Ra."
"Emm ada apa sih Ma? Rara masih pusing."
"Bangun Rara. Mama mau tanya hal penting ke kamu."
"Mama mau tanya apa?"
"Apa rama naik pesawat Lion air JT 610?"Mendengar nama Rama pun Rara langsung bangun dengan perasaan terkejut. Seketika khawatir dan rasa takut mulai menyelimuti hatinya lagi.
"Iya. kenapa, Ma? Mama kenapa tanya gitu?"
"Dengan rute Jakarta-Pangkal Pinang?"
"Iyaa Ma. Memangnya kenapa, Ma? Jawab Rara dulu kenapa Mama tanya gitu."
"Ada kecelakaan pesawat yang diberitakan di televisi."
"Hah?"Rara pun langsung terkulai lemas. Ia sangat syok mendengar berita itu. Apa ini alasannya yang membuat ia selalu khawatir dari tadi pagi. Ia pun langsung berlari mengambil remot tv untuk menyalakannya. Dan betapa terkejutnya saat semua siaran televisi memberitakan hal itu. Tanpa permisi, air matanya turun dengan deras melihat berita itu. Mama nya pun langsung memeluk Rara dengan sangat erat. Ia takut anaknya melakukan hal yang tidak-tidak akibat berita itu.
"Itu pesawat yang dinaiki Rama, Ma. Itu pesawat yang dinaiki Rama."
"Hiksss...hiksss Rama gapapa kan, Ma. Rama janji akan balik lagi, Ma. Rama janji gak akan ninggalin aku. Rama tadi bilang ia akan baik-baik aja. Aku yakin Rama gak papa disana. Aku yakin."Sekuat apapun keyakinan Rara akan keselamatan Rama. Tetap saja ia tidak bisa menahan tangisnya. Tak ia pungkiri rasa takut tetap hinggap di seluruh tubuhnya. Takut Rama kenapa-napa. Takut Rama meninggalkannya. Takut mimpinya menjadi kenyataan. Sungguh ia sangat takut melebihi apapun itu.
"Kamu tenang dulu ya. Kamu jangan berpikir yang buruk dulu sekarang."
"Gimana mau tenang, Ma. Nyawa Rama sedang dipertanyakan kali ini. Minggu besok aku akan tunangan sama dia. Kalau dia kenapa-kenapa...."
Ucap Rara yang tiba-tiba berhenti. Ia tidak mampu mengatakan kelanjutan kata-katanya itu. Sungguh lidahnya sangat kelu untuk mengatakan sesuatu lagi.Sepanjang malam Rara sudah menelfon Rama puluhan kali. Ia berharap Rama mengangkat telfonnya padahal ia yakin Rama tidak akan mengangkatnya. Semua anggota keluarga Rama juga sudah mengetahui berita ini. Semua keluarganya terkejut apalagi bunda Rama. Bahkan bundanya sempat pingsan setelah mendengar kabar kecelakaan pesawat itu.
Malam yang paling panjang dilalui Rara adalah malam ini. Ia habiskan malam ini dengan penuh tangisan dan ketakutan. Apa yang harus ia lakukan sekarang. Menelfon? Tentu tidak diangkat. Menangis? Itu tidak akan menghasilkan apapun. Berdoa? Iya bedoa. Itu lah yang harus Rara lakukan. Ia tidak bisa melakukan apapun kecuali berdoa kepada Allah demi keselamatan calon tunangannya tersebut.
"Ram kamu baik-baik aja kan. Hiks jawab aku Ram. Minggu besok kita akan merayakan anniversary hubungan kita ke 4 tahun dengan mengadakan pesta tunangan. Kau berjanji akan kembali ke Jakarta Ram. Kau berjanji akan kembali ke Jakarta hari rabu besok. Aku akan benar-benar marah jika kau tidak kembali Ram. Aku akan marah padamu hiks hiks." Ucap Rara bermonolog sambil memandang foto Rama.
Air mata yang sungguh pilu itu menetes ke ribuan kalinya. Matanya terasa berat dan panas. Hidung yang merah dan kondisi yang sangat berantakan. Tapi kondisi parah Rara saat ini masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kondisi hatinya. Hancur, sedih, takut, khawatir campur menjadi satu membentuk rasa yang sangat menyakitkan.
"Aku akan menunggumu Ram. Hari rabu kau harus sudah tiba di Jakarta. Akan ku tunggu kau."
.....
KAMU SEDANG MEMBACA
2R
RomanceAda kalanya kamu harus menerima takdir dan kembali bangkit agar tidak berakhir -tugas-