PART 2

913 55 2
                                    

toh dia sudah tidak berminat sekolah. Sebenarnya Rara merasa bosan karena harus mengulang pelajaran yang sama di tahun ini, karena tahun kemarin dia tidak lulus ujian SMA. Mama benar-benar kecewa terhadapnya. Setelah berpikir matang-matang dan karena hotelnya membuka cabang baru, beliaupun memutuskan untuk pindah ke luar kota dan menyekolahkan Rara di kota baru tersebut. Rara tahu mamanya berharap awal yang baru dan lingkungan yang baru dapat membuatnya berubah.

Rara berhenti di lorong kelas barunya. "jadi ini sekolah baruku !" katanya dalam hati.

Rara tahu saat itu juga bahwa dia tidak akan bertahan lama. Paling 1 atau 2 minggu. Tiba-tiba kupingnya menangkap suara merdu yang mengalun dari ruangan lorong itu. Suara piano itu sangat jernih dan indah, membuat Rara bergerak mendekati.

Di dalam ruangan itu ia melihat seorang murid cewek sedang memainkan piano.

Setiap dentingan tuts piano yang dimainkan membuat perasaan Rara berangsur tenang. Setelah lagu berakhir, Rara terdiam sambil memandangi pemain piano itu. Seolah ada yang memperhatikan, pemain piano tersebut menoleh ke belakang, tatapannya bertemu dengan Rara. Dia tersenyum.

Rara balas tersenyum sambil menyapa. "hai !"

"Hai !"

Rara memperhatikan cewek itu dari atas sampai bawah. Pakaiannya sangat rapi, rambutnya panjang dan berkelombang sebahu. Sangat kontras dengan Rara yang berantakan. "Tipe murid baik !" katanya dalam hati.

"Eh, kamu murid baru, ya ?" tanya cewek itu. "Rasanya aku belum pernah melihat kamu !"

Rara tersenyum kecil. "Ya ! baru pindah hari ini !"

"Kalau begitu, selamat datang !" katanya lagi.

Rara berfikir, dia tidak mau bergaul dengan murid seperti cewek dihadapannya. Terlalu membosankan. "nggak usah bersikap ramah !" tegas Rara.

Kata-kata itu membuat si pemain piano kaget. "Kenapa ?"

Rara menatapnya tajam. "Kau akan tahu 1 atau 2 minggu lagi, saat kau mengucapkan selamat tinggal padaku !" setelah itu Rara membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari ruangan.

Sementara itu Selfi, si pemain piano, tertawa perlahan, baru kali ini dia bertemu cewek yang sikapnya lain dari teman-temannya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika bel tanda masuk berbunyi, Rara melenggang masuk kelas dengan santai. Teman-teman sekelasnya menoleh ke arahnya dengan tatapan ingin tahu. Rara yakin mereka pasti akan membicarakan dirinya seharian ini. Matanya melirik pakaian seragam yang dikenakan teman-teman perempuannya. Semua baju seragam dimasukkan ke dalam rok dengan rapi, dan di pinggang mereka melingkar ikat pinggang hitam serupa. Rupanya mama Rara telah memasukkan dia ke sekolah beretikat tinggi. Rara jadi ingin tersenyum sendiri.

Pak Nassar, guru wali kelas 3IPA2, yang juga guru fisika, mengenalkan Rara pada teman-teman sekelasnya. "Ada yang mau kamu sampaikan, Rara?" lanjut pak Nassar. Ia sudah tahu bahwa murid baru ini murid bermasalah.

Rara menjawab dengan singkat."tidak."

Pak Nassar sedikit terkejut. "Tidak ada ? tidak mau menjelaskan tentang hobi kamu atau yang lainnya ?"

Rara memandang Pak Nassar dengan tatapan bosan. "Tidak !"

"Baiklah." Kata Pak Nassar, menyerah. "Kamu boleh duduk."

Ketika Rara berjalan ke arah tempat duduknya, Pak Nassar melihat blus seragam Rara yang setengah keluar dari roknya. "Rara !" katanya lagi. "Bisakah kamu merapikan pakaian seragammu ?"

Guru wali kelas yang cerewet sekali ! keluh Rara dalam hati. Rara menoleh ke arah Pak Nassar, lalu dengan tenang sengaja mengeluarkan seluruh blus seragam dari roknya. Setelah itu dia duduk di tempat duduknya.

Pak Nassar menarik nafas panjang melihat  tingkah laku murid barunya itu tetapi tidak mengatakan apa-apa. Tak berapa lama kemudian dia sibuk menjelaskan rumus-rumus di papan tulis. Rara mendengarkan penjelasan tersebut sambil menguap lebar. Hari ini bakal lama sekali, pikir Rara tidak senang.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pelajaran olahraga adalah satu-satunya pelajaran yang menarik minat Rara. DIa tidak perlu merasa bosan mendengarkan rumus-rumus aneh di dalam ruangan sementara semua orang memperhatikan sang guru. Rara lebih suka udara terbuka. Dan satu-satunya kesempatan hanya saat pelajaran olahraga. Dia memukul bola voli di tangannya keras-keras. Bola tersebut melambung tinggi ke daerah lawan dan jatuh tanpa ada yang bisa mengembalikannya, Rara tertawa. Dia sangat suka saat-saat seperti  ini. Rara menutup matanya dan menghirup udara segar. Setelah itu dibuka matanya dan tanpa sengaja tatapannya beradu dengan seseorang. Si cewek pemain piano itu memperhatikan dirinya dari lantai 2 gedung sekolah.

Rara tidak senang kalau ada orang yang diam-diam memperhatikannya. Dibalasnya tatapan cewek itu dengan sinis. Rara mengalihkan pandangannya pada teman disebelahnya.

"Hei !" katanya. "Kamu tahu nama cewek itu ?"

Temannya, yang memang agak takut dengan Rara, langsung menjawabnya. "Ya, Selfi !"

Rara menatap cewek yang bernama Selfi itu sekali lagi dan memberikan tatapan peringatan padanya. Saat Rara mendapat giliran untuk serve bola, dia melambungkan bola tersebut tepat ke arah muka Selfi.

Di lantai 2, dalam perjalanannya kembali dari toilet, Selfi tidak menyangka akan melihat si rambut merah yang ditemuinnya tadi pagi di lapangan voli. Ia menatap gadis itu. Namun gadis itu marah dan melambungkan bola kearahnya.

Sesaat sebelum bola tersebut mengenai mukanya, Selfi menghindar. Bola tersebut jatuh tak jauh dari tempatnya berdiri.Kemudian dia mengambil bola voli tersebut dan menatap si rambut merah. Dengan tenang dilemparkannya bola tersebut padanya sambil tersenyum, lalu masuk ke kelasnya. Rara dengan segera menangkap bola tersebut dengan wajah kesal.

Pulang sekolah, Rara terkejut melihat mamanya sudah menunggunya dirumah.

"Jadi, bagaimana hari pertamamu ?" tanya mama.

Rara menatap mamanya tanpa ekspresi.

"Kamu masih tidak mau bicara sama mama ?"

Rara tetap diam.

"Mama mengerti kamu sedih. Tapi setidaknya bicaralah pada mama.  Sudah hampir 1 tahun kelakuanmu tidak berubah. mama peduli sama kamu !"

"Benarkah ?" tanya Rara

"Ya ! tentu saja,  Rara ! bagaimanapun kamu anak mama !"

"Mama lebih peduli pada pekerjaan mama daripada aku !" jawab Rara ketus.

"Itu tidak benar !" kata mama keras.

"Tentu saja itu benar ! itu sebabnya papa pergi meninggalkan mama !"

"Rara ! cukup !"

"Mama ingin aku mengatakan perasaanku ?" balas Rara. "Oke ! aku tidak sedih, aku marah. Aku marah pada papa karena dia meninggalkan aku, dan aku marah pada mama karena membuatku tinggal disini ! puas ?" Rara berlari keluar sambil membanting pintu depan.




DETIK TERAKHIRWhere stories live. Discover now