Suasana kamar dengan keheningan.
Saat menghirup udara pagi untuk pertama kali setelah aku pulang dari kediaman Bilal,banyak perasaan yang kubawa pulang , entah perasaan rindu akan tante Mia , perasaan galau jika tak melihat wajah Bilal yang masih tak beraturan saat rasa haus selalu menderanya di subuh hari, dan perasaan –perasaan lainnya. Namun yang istimewa dari hari ini adalah rindu ku yang menggunung untuk mama dan kedua adikku yang kusayang telah kulampiaskan. Topeng yang harus kupakai setiap harinya kini sudah kutanggalkan dan hal itu membuat badanku sedikit terasa ringan, meskipun kenangan serta foto-foto saat berdua tante Mia tak dapat kutanggalkan dari memori handphoneku. Rutinitasku kembali seperti dulu lagi, ke kampusku menyelesaikan kuliah yang tinggal sebentar lagi, dan control seminggu sekali yang sebenarnya harus kulakukan meskipun aku tau tlah kulewatkan 2 kali pertemuan yang seharusnya kutepati dengan dokter ortopediku. Sudahlah , toh semuanya sudah berlalu. Kamarku yang tak berjendela ini (kecuali jendela mengintip ke dapur, bukan ke tetangga sebelah), membuatku merasakan hawa-hawa lembab pada sisi-sisinya,entah karena faktor apa yang membuatnya begini. Sarang laba-laba yang sering kulihat dirumah Bilal (khusunya di kamarku disana) kini bertransmigrasi kekamarku , fikirku. namun tidak menunggu waktu lama dipandangan mataku, tanpa mengurangi rasa tegaku dan rasa ibaku kepada laba-laba yang berusaha keras membangun rumahnya, aku menghancurkan tempat mereka (maafkan aku laba-laba.. hiks ), sangat tega kedengarannya sih, namun sebelum mama memberikan perkuliahan secara personal kepadaku sepanjang hari tanpa rasa lelah sebaiknya kulakukan dengan segera. Sembari membersihkan kamar, aku juga mengeluarkan isi tas besarku yang berisi peralatan aktingku selama seminggu saat dirumah Bilal, sebab semalam tak sempat kurapikan kedalam lemari, karena kelelahan terlebih dahulu merayuku untuk merebahkan tubuhku ketempat tidur. Aku memulai membongkar tasku dengan mengawali menaruh jam ayam sahabat sejatiku diposisi biasanya. Menaruh rambut palsu ditempat yang aman (aman dari jangkauan mama pastinya), dan ditengah-tengan kesibukanku aku dialihkan sejenak ke arah nada pesan di handphone ku yang sedang berbunyi, terlihat nama Deska yang berisi “hey gadis, kamu berutang penjelasan untuk kejadian 2 minggu kemarin, call me soon”, dan kepalaku mulai bekerja keras lagi untuk berfikir, harus jujur atau berbohong kepada Deska, tapi kufikir bohong untuk kesekian kalinya tidak begitu menyenangkan, sebaiknya untuk kali ini aku jujur saja, lagian Deska bisa dipercaya kok. Tapi aku harus mulai dari mana?, dan gimana caranya?, ah sudahlah, urusan nanti itu, sekarang waktunya membalas pesannya dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda “oke sip, besok bakalan aku jelasin Des”.
Hari senin akhirnya tiba juga, begitu cepat rasanya, hawa panas menusuk ke ubun-ubunku menandakan hari sudah nyaris siang, pukul 10.00 dan perkuliahan dimulai 2 jam lagi, tanda aku harus bergegas mandi dan mempersiapkan kata-kata yang padat dan jelas untuk membuat Deska paham maksud dan tujuanku melakukan semua ini. Semoga tidak ada sanggahan sedikitpun dari mulut Deska atas kekonyolanku memperjuangkan cintaku (lebay sih, tapi yah namanya juga cinta). Seusai mandi dan berpakaian, wajahku yang melebihi cantikku di 2 minggu terakhir kemarin sudah terpoles indah, dengan baju terusan berwarna biru langit senada dengan warna kamarku (kalau aku menempel didinding kamar, aku yakin tak terlihat). Ku semprotkan parfum beraroma bubble gum, ku pasang sepatu flatku yang berwarna biru jeans, ku ambil tas ransel andalanku dan bergegas ke kampus.
Perkuliahan berjalan normal, tak ada hambatan, seperti biasa, pertemuan pertama diawali dengan pengantar sepatah, dua patah, dan berpatah-patah kata dari dosen, sisanya adalah mendengar dosen mendongengkan sejarah tentang pelajaran ini. But its okey, so far, so good. 15 menit setelah dosen masuk, batang hidung Deska belum terlihat juga, yah, mungkin dia telat bangun atau ia sengaja untuk telat beberapa menit hanya karena malas mendengar kicauan dari dosen yang terkenal lebih banyak mendongeng daripada mengajar ini. 20 menit berlalu begitu saja tanpa Deska, 5 menit lagi bertambah dijam tanganku, aku sudah mulai khawatir dengan keadaannya, tak biasanya ia melewatkan kuliah tanpa memberitahuku terlebih dahulu,namun akhirnya Deska datang dengan santainya, dan mengambil tempat tepat dibelakang ku. “kamu ingat kan janji kamu kan?”, ucap deska tepat ditelingaku sesaat sebelum pantatnya merapat ke kursi tempat ia duduk. Ia begitu lincah. Aku tidak berbalik aku hanya menulis 3 huruf dikertas selembar dengan kapital berukuran besar , “IYA”.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conquer Your Heart
General Fictioncerita ini adalah cerita seorang gadis dewasa, yang sedang berjuang akan penyakit yang di deritanya, namun tiba-tiba harapan demi harapannya merekah ketika bertemu dengan seseorang yang dia temui dirumah sakit tiba menyapa hidupnya , ia memanggilnya...