MY FATHER MY SUPER DUPER HERO

299 3 0
                                    

My Father My SUPER-DUPER Hero

Kepada Ayahku Tercinta

Abajih Kaka..

Aku berharap kau selalu tersenyum…

Tulisan ini kubuat tepat ketika aku kembali melihat cahaya wajahmu yang telah beberapa bulan ini tidak terlihat dihadapanku. Betapa bersyukurnya aku melihatmu, seketika mengembalikan semua kepingan dalam hidupku, menyusun puzzle semangat juangku untuk selalu membanggakan orang lain, tahukah engkau wahai ayahku, bagiku membanggakanmu jauh lebih berharga ketimbang yang lainnya. Sayangnya sejauh ini upayaku masih belum maksimal. Aku berharap saat itu akan segera tiba dan kau akan memeluku dengan haru dan bangga. Amin.. 

Ayahku adalah orang paling baik sedunia, bahkan semua orang di keluargaku termasuk orang-orang yang telah lama mengenal ayahku selalu mengatakan bahwa ia adalah pria ideal semua wanita. Untungnya ia menikahi ibuku, perempuan tercantik di muka bumi ini dan memiliki hati yang begitu putih dan tulus nan bidadari. Sungguh bersyukur aku mewarisi bagian baik dari ibuku itu.

Sekarang aku termenung sambil memakan butiran buah anggur yang berada di piring kecilku. Kau duduk tepat dihadapanku, namun kau belum melihat kehadiranku. Aku hanya bisa termenung, membisu dalam diam. Rasanya aku tidak mampu menyapamu, tidak ingin sekedar menganggu suasana hangat nan riang yang sedang terjalin antara dia dan adik kakaknya. Lihatlah Ayah! betapa kehadiranmu membawakan keceriaan bagi sekitar. Meskipun kau sama sekali bukanlah orang yang cerewet ayahku, namun kebisuanmu justru begitu dibutuhkan bagi sekitar. Kehadiranmu yang bak pengamat itu sesungguhnya begitu berarti bagi orang disekitarnya karena hanya kaulah yang memberikan suatu perspektif lain bagi seseorang yang sedang membutuhkan saran. Sekarang ini aku sadar ternyata dari mana aku mewarisi bakat pengamat itu, karena apa yang sedang kulakuan sekarang ini sama persis dengan kebiasaanmu.

Kembali aku menyendokan butiran anggur hijau itu, buah-buahan adalah makanan favorit ayahku dan aku mulai menyukainya semenjak kutahu betapa kau begitu menyukai makanan itu. Kau terliah begitu riang, senyuman yang begitu kurindukan itu sedang terukir begitu indah di wajah tampanmu. Meskipun kau tak setampan pamanku yang seorang produser atau senecis  gaya kakak dari ayahku itu, namun bagiku kaulah pria tertampan yang pernah ku kenal. Hanya matamu yang berwarna coklat muda itu yang mampu memberikan keteduhan, mata yang persis dengan yang terwariskan dalam wajahku.

Senyumu mendeskripsikan rasa banggamu terhadap prestasi yang diukir oleh sang adiknya. Tahukah kau ayah? Adikmu sekalipun tidak akan mengenyam kebahagiaan itu tanpa jerih payahmu di masa lalu. Dahulu ketika aku masih kecil dan dibutakan oleh keindahan semata, aku selalu mengatakan pamanku lebih oke ketimbang ayahku (ayahku sama sekali tidak pernah tersinggung, ia malah semakin bangga dengan prestasi sang adiknya itu) namun semua itu tidaklah relevan sekarang. Betapa bangganya aku memiliki ayah sehebat dirimu. Ayah yang kaya akan kasih sayang dan harapan. Seorang motivator bagi anak-anaknya yang sangat manja itu.

Ketika usiaku beranjak dewasa barulah kumengerti mengapa hidupku tak sekaya pamanku dari segi materi. Ketika itu pamanku bercerita (sungguh bukan ayah yang menceritakan hal ini), ia berkata bahwa apabila ayahku tidak berhenti sekolah di masa mudanya dan ayahku tidak membantu ayahnya (yang berarti kakekku) di sebuah toko tekstil kecil di kotaku, maka tentulah pamanku tidak akan mampu dan sanggup untuk sekedar berkuliah dan belajar banyak hal. Ayahku yang baik itu ternyata memang begitu baik dari dulunya. Ia bahkan rela untuk tidak bersikap egois memikirkan masa depannya atau apalah, bahkan semenjak dia memasuki bangku sekolah dasar, ia menghabiskan sisa waktu yang seharusnya dipakai untuk bermain, untuk sekedar membantu ayahnya berjualan. Membantu mencari sumber nafkah bagi keseluruhan keluarga, betapa mulia hatinya bahkan semenjak ia kecil.

Bahkan tanteku sendiri pernah berkata bahwa ketika ayahku sedang sakit keras (saat itu ia beusia sekitar belasan tahun), ia tidak pernah menunjukkan raut wajah mengesalkan. Ia hanya diam. Tidak pernah sekalipun ingin merepotkan orang lain meskipun itu harus memendam rasa sakitnya. Sungguh luar biasa.

Aku sungguh bersyukur memiliki ayah seperti dia. My father is my hero. My Father is My Godfather (hehee.. ini salah satu film kesukaannya dan sekarang telah mutlak menjadi film kesukaanku pula, apapun itu ayah… aku pasti akan menyukai pilihanmu). Rasa syukurku untuk sekedar melihat cahaya di wajahmu bahkan telah mengalahkan rasa syukur ketika aku Juara Taekwondo tingkat Nasional. Sungguh begitu kejam jarak telah memisahkan kita Ayah, dari istana yang kau bangun untuk Mama itu, namun… semua itu aku lalui dengan tegar. Aku ingin suatu hari nanti Ayahku akan tersenyum bangga seperti itu, seperti yang sedang ia lakukan terhadap pamanku itu.

Suatu pepatah yang selama ini kuanggap aneh “Diam itu Emas”, sekarang kumengerti. Tidak ayah.. pepatah itu keliru. Diam itu Permata!

Ayahku…

Sekarang aku tengah tersenyum…

Sungguh berbahagia aku sebagai putrimu, mendengar antusiasmu ketika bercerita mengenai kekejaman para penjajah dan kisah G30S PKI sebagai pengantar cerita tidurku ketika usiaku baru empat tahun. Dan pelan-pelan meloncat pada perang dunia kedua dan terutama kisah lebih klasik seperti perjanjian Hudaibiah pada zaman Nabi pada saau usiaku lima tahun. Tak pernah sekalipun aku mengeluh mendengar ceritamu, semua itu selalu membawaku dalam imaginasi yang tak terbatas. Suatu imajinasi yang sungguh luar biasa yang ternyata telah kini kumengerti bahwa ia menjelma kedalam sebuah bentuk semangat juang dalam hati dan jiwa raga. Betapa aku sungguh bosan mendengarkan cerita ibuku yang hanya biasa menceritakan Richie Rich dan sesekai cerita Princess di negeri dongeng yang entah berantah ada diamana. Sungguh aku lebih menyukai cerita sejarah ayahku yang begitu memotivasiku untuk menjadi teladan yang lebih baik lagi. Untuk selalu senantiasa mencoba mempelajari sesuatu dengan perspektif berbeda, membuka wawasan dan cara berpikir yang lebih kompleks dan mengatasi segala hal dengan lebih sederhana. Ceritamu jauh lebih bermakna ketimbang systemic thinking di bangku kuliahku Ayah.. Kau dan ceritamulah sebagai panutan arahku untuk menyikapi segala masalah, bukan loop reinforcing ataupun balancing yang selama ini membantuku menyelesaikan berbagai perkara.

Suatu hal hebat kudapatkan dari cerita ayahku di masa kecil. Cerita yang terdengar tidak biasa, tidak ada basa-basi, tidak ada tertawa. Suatu cerita yang sungguh luar biasa dan mampu membuatnya bergetar ketika menceritakannya. Suatu nama.. Nama dari ibunda kesayangannya (yang berarti neneku) yang telah dilikuidasi sebagai nama depanku. Neneku yang tidak pernah kulihat wajahnya karena telah meninggal dunia jauh sebelum aku lahir itu bahkan berbaik hati untuk mampir ke dalam bunga tidur Ayahku. Tak pernah Ayah bermimpi sebelum-belumnya. Mimpinya berarti nyata! Sang nenek menyuruh Ayahku untuk memberi namanya sebagi namaku. Ayahku sebagai anak yang yang baik dan patuh itu mengiyakan dan likuidasi itu terjadi ketika aku dilahirkan tepat 10 bulan setelah ibuku mengandung. Aisha. Sungguh nama yang begitu indah dan hanya orang spesial yang kuperkenankan untuk memanggilku dengan nama itu. Aku berharap suatu hari nanti kumampu menjadi orang yang baik, sebaik hati neneku itu sebagai calon penghuni surga. Amin..

Ayahku..

Tahukah engkau?

Betapa Aku telah banyak mengecewakanmu selama ini, betapa ku egois dengan segala kemanjaanku. Sungguh ayah, maafkan aku. Aku memohon ampun padamu Allah, dengan segala kemurahan hatiMU untuk memaafkan kesalahan kedua orang tuaku. Rengkuhlah ayah-ibu selalu dalam dekapan hangatmu agar ku mampu bernafas lega.

Kini ku berdiri dihadapan ayahku, aku bersalaman, mencium kedua tangannya dengan penuh kerinduan. Sebagian hatiku berharap kumampu untuk bertemu ibuku, namun jika ayah kemari berarti ibu di rumah dan bila ibu kemari ayah dirumah. Sudah menjadi harga mutlak dan lagi-lagi ibuku yang baik itu hanya mengangguk mengerti. Sungguh luar biasa pula hatinya. Sungguh ku tak dapat menahan rasa haru di hatiku, kupeluk ayahku dengan hangat dan penuh cinta sambil berharap setidaknya ada sebagian dari sifat baiknya yang akan menular padaku. Air mata yang setengah mati kutahan itu turun tanpa ampun, maafkan aku Ayah.. Sungguh ku tak berniat membuatmu sedih. Sekali lagi kau hanya diam dan tersenyum senang saat kukatakan bahwa dosenku telah bertepuk tangan ketika kelompokku selesai presentasi. Hebat bukan? Bahkan 10 kelompok lainnya tidak ada yang disambut dengan tepuk tangan semeriah itu.

Sungguh suatu kebahagiaan luar biasa dikaruniai orang tua yang luar biasa. Adik dan kakak yang begitu baik dan pengertian. Ya Allah Yang Maha Pemberi Pentunjuk, tunjukkanlah kami semua dalam kemuliaan firdausMU kelak. Amin…

Oh Mera Dil.. Oh Meri Jaan, Oh I love you Daddy…!!

Your Daughter,

Aisha Farheen S

MY FATHER MY SUPER DUPER HEROWhere stories live. Discover now