Jatuh Cinta Sendirian

72 4 0
                                    

Bahagia itu sederhana, saat kita bisa melepas rasa sakit dan menderita. Bahagia itu sederhana, saat kita mampu menerbangkan segala kesedihan. Merubahnya menjadi senyum dan tawa. Dan kebahagiaan itu sederhana, saat keyakinan kita akan sebuah cinta dan jadi alasan untuk bertahan. Bertahan untuk tersenyum, bertahan untuk menyimpan rasa dalam diam, dan bertahan untuk hidup.

Sejak dua puluh empat april dua ribu empat belas, setelah satu tahun kita bersama. Kamu menyelinap dalam ruang hatiku. Menjadi sosok baru yang nampaknya menarik. Kamu menyukai apa yang aku suka. Tapi, kenapa kamu tidak pernah menyadari semua kenyataan bahwa kita mempunyai banyak kesamaan. Kita sudah saling tahu sejak satu tahun lalu. Pertemuan pertama kita terekam jelas di otakku. Aku sering memainkannya dalam gerak lambat. Mengingat mereka, merasakan setiap helai gerakanmu. Kita bertemu dalam sebuah ruangan kecil berwarna biru langit. Kamu ada di sana, aku ada di sana. Tidak saling mengenal.

Dalam diam aku mengagumi dirimu. Dalam diam juga rasa kagum itu tumbuh menjadi cinta. Cinta yang sederhana. Sesederhana hatiku memilih kamu, Farhan. Sesederhana aku menyimpan rasa ini sendirian. Rasa yang tidak pernah hilang. Datang dan pergi sesuka hati. Yang dapat mendatangkan rindu. Mencintaimu dalam diam... Bagaikan pungguk merindukan rembulan. Tapi bukankah cinta tidak harus memiliki dan terikat. Farhan, teman sekelasku sekaligus nama yang selalu mengisi setiap ruang kecil di dalam hatiku. Laki-laki baik dan menyebalkan. Laki-laki yang selalu membuatku tertawa dengan segala canda yang dia punya. Aku mencintainya, tapi sayang Farhan mencintai Tara. Perempuan yang sudah lama dia kenal, jauh sebelum aku dan dia bertemu pada akhirnya.

Aku menatap jauh ke dalam ruangan berwarna kelabu. Dia ada di sana. Duduk di sebuah bangku urutan kedua. Ruangan itu tampak sepi. Gerak tangannya begitu lincah saat dia memainkan ponsel berwarna hitam miliknya. Lalu, dia mengeluarkan headset berwarna putih miliknya. Mendengarkan sebuah lagu. Tak lama, aku melihat mulutnya komat-kamit melapalkan lagu jet lag milik simple plan yang merupakan lagu kesukaanku. Ah, Farhan kita begitu sama. Tapi kenapa kamu masih tidak menyadari semua itu.

"Jadi, dia laki-laki yang sudah membuatmu seperti ini, Al?" kata Lulu yang tiba-tiba sudah berada di sampingku.
"Eh, hei Lu. Sejak kapan kamu di situ?" tanyaku salah tingkah.
"Sejak kamu memperhatikan Farhan diam-diam." Jawab Lulu datar. Aku tersenyum simpul dan mencoba sekuat tenaga untuk tetap terlihat tenang di dekat Lulu. Aku tidak ingin orang lain tahu tentang perasaanku. Aku takut mereka menertawaiku, karena Farhan merupakan orang yang paling dibenci oleh teman-teman kelas.

"Kamu suka sama dia, Al?" Tanya Lulu. Aku hanya menggelengkan kepala. Perasaanku seketika tak menentu.
"Kamu bohong, Al!"
"Aku gak bohong, kok. Beneran deh."
"Mata kamu gak bisa bohong, Alisa. Aku sahabat kamu, aku udah kenal kamu lama, Al." tukas Lulu.
"Hhh I-iya deh aku jujur. A-aku suka sama Farhan, Lu." Kataku gugup.

"Serius? Kok bisa sih kamu suka sama laki-laki individualis yang dingin itu? Semua orang di kelas benci sama dia. Tapi kamu, kamu malah suka sama dia." Kata Lulu heran.
"Ya, terkadang jatuh cinta adalah hal yang paling tidak demokratis. Kita nggak bisa milih bahkan nolak untuk tidak menyayangi seseorang." Kataku santai.
"Bener juga sih, Al. Kalau gitu, kamu harus pertahankan rasa yang kamu punya buat dia. Kalau bisa sih kamu deketin dia. Siapa tahu dia punya rasa yang sama kayak kamu." Kata Lulu sumringah.

Aku tersenyum dan mematung. Memikirkan apa yang Lulu katakan. Bagaimana bisa aku mendekati Farhan. Laki-laki itu sangat dingin. Sudah satu tahun kita bersama, tapi kita tidak pernah bertegur sapa. Kita seperti dua kapal yang berpapasan sewaktu badai. Kita telah bersilang jalan satu sama lain. Tapi kita tidak membuat sinyal, kita tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kita tidak punya apa pun untuk dikatakan. Ditambah, aku tahu bahwa Farhan mempunyai rasa untuk Tara, bukan untukku.

Siapa PemiliknyaWhere stories live. Discover now