“Apa?” aku menoleh dan melihat
sebuah mobil kecil mengikuti taksi
kami. Benar, itu memang mobil
dari penginapan. Mengapa mereka
mengikuti kami?
Mobil itu semakin dekat dan kami
bisa melihat Ryuichi melambai dari
kursi depan. Kami berpikir apa
mungkin kami meninggalkan
sesuatu di penginapan dan
meminta sopir taksi untuk
berhenti. Ryuichi berhenti tepat di
samping mobil kami dan
menghampiri kami.
“Kalian tak bisa pulang begitu
saja!” katanya.
“Kami takkan pulang,” jawab Shoji,
“Kami tak bisa pulang dengan
keadaan seperti ini!”
Mereka sepertinya mampu
memahami perkataan satu sama
lain, namun aku dan Takumi
kebingungan. Kami tak mengerti
apa yang sedang mereka bicarakan.
“Hei, apa yang kalian maksudkan?”
“Kalian naik ke sana, kan?” ia
menatap langsung ke mataku.
Jantungku berdetak sangat
kencang. Bagaimana ia bisa tahu?
Aku merasa sangat takut. Aku
merasa seperti ketahuan telah
melakukan sesuatu yang sangat
buruk.
“Ya.” aku menjawab dengan jujur.
Ryuichi menghela napasnya, “Jika
kalian pergi seperti ini, kalian
hanya akan membawa- nya bersama
kalian. Kenapa kalian harus naik ke
atas sana? Seharusnya aku dengan
tegas melarang kalian untuk naik
ke sana.”
Apa yang ia maksud? Membawanya
bersama kami? Tapi, bukankah
kami sudah mengakhirinya dengan
pergi dari tempat itu?
Aku mulai cemas dan menatap
Takumi. Namun ia sama cemasnya
dengan kami. Ia menatap Shoji
dan Shoji akhirnya berkata.
“Tak apa-apa, teman-teman. Kita
akan diruwat. Kita akan
membicarakannya ketika kita sudah
sampai di sana.”
Diruwat ? Semacam upacara? Aku
KAMU SEDANG MEMBACA
RESORT
УжасыProlog Kisah ini bercerita tentang tiga sahabat bernama Takumi, Shoji, dan Yuuki (sang narator). Mereka memutuskan untuk bekerja selama liburan musim panas di sebuah penginapan terpencil. Mereka menduga Makiko, sang pemilik penginapan menyembunyik...