Bab 28

1K 87 0
                                    


"Berengsek!" umpat Aaron setelah menumbangkan Ian. Tangannya terkepal padat, mukanya merah menahan emosi.

Fio yang melihatnya pun setengah berlari dan berusaha menghentikan Aaron agar tidak bertindak lebih jauh.

"Mau kamu apakan Fio, hah? Masih punya nyali kamu deketin dia?!"

"Kak! Udah!"

"Nggak, Fi! Dia butuh dihajar!"

Tenaga Fio terlalu lemah untuk melawan amarah yang dikeluarkan Aaron saat ini. Laki-laki itu menarik kerah blazer Ian, kemudian tinjunya mendarat di rahang Ian hingga bertubi-tubi. Tak puas dengan itu, Aaron kini menyasar perut Ian. Ian tak melawan sama sekali, membuat Fio ketakutan. Ian bisa mati kalau ia tidak menghindar apalagi melawan balik.

"Kak Aaron! Cukup! Kakak bisa bunuh dia nanti!" teriak Fio yang tidak digubris. "Stop, Kak!"

Fio berdecak. Tak tahan karena Aaron tak mengindahkan ucapannya, Fio nekat mendekati mereka dan menarik tubuh Aaron dari Ian.

Duagh.

"Fio!" pekik Ian dan Aaron bersamaan saat tak sengaja Fio terjatuh setelah kepalanya terkena sikutan Aaron di tulang pipinya.

"Minggir sana!"

Aaron menjauhkan Ian ketika dirinya hendak membantu Fio. Gadis yang mereka perhatikan sekarang ini tengah mengerang hebat akibat rasa nyeri yang menjalar di kepalanya. Pusing.

"Fi, maaf. Aku nggak sengaja," kata Aaron sambil memapah tubuh Fio agar bisa berdiri.

"Ayo, kita pulang, ya?"

Fio mengangguk. Memilih untuk menjadi penurut daripada Aaron berbuat brutal seperti tadi. Mereka berdua pun berbalik badan meninggalkan Ian yang menatap cemas. Tangan Ian hanya tersulur di udara, seolah ingin menggapai Fio yang pergi darinya.

Fio, yang juga merasa khawatir akan keadaan Ian, hanya dapat menatap balik. Tampak betapa babak belur wajah lelaki itu. Ingin sekali Fio mengobatinya. Namun, setelah dilihatnya sosok Megan datang, pupus sudah harapannya.

Megan memandangi wajah Ian yang bengkak dan membiru, tangannya terulur menyentuh halus bagian berkesan tegas itu.

Sampai kapan pun, aku tidak bisa dibandingkan dengan Megan. Megan berada di level paling tinggi di atasku, dan aku hanyalah gadis kelas bawah yang terpandang karena status keluarganya, nggak lebih.

***

"Fi, sorry. Masih sakit?"

Aaron telaten mengompres pipi kiri Fio yang membengkak dengan es yang dibungkus kain handuk.

"Fi, maaf, tolong jangan diem aja."

"Aku mau sendiri, Kak."

"Hah?"

"Tinggalin aku sendiri."

Tanpa banyak bertanya, Aaron mengundurkan diri dari hadapan Fio. Meninggalkan gadis itu di kamarnya sendirian.

Ian ... mengingatku?

Kalimat itu terlintas di otaknya. Ian mengenalinya meskipun ia menyembunyikan diri di balik make up yang ia pakai. Bagaimana bisa? Ia bertanya-tanya, apakah make up yang ia pakai tidak cukup untuk menutupi wajah aslinya? Apakah riasan itu masih kurang cantik?

Bayangan Megan yang mencium Ian tiba-tiba kembali berputar di kepalanya, membuat Fio pasrah. Ia lelah dengan segala kejadian yang memilukan hatinya. Lalu, benarkah ia telah jatuh cinta pada Ian?

Imperfection ✔ #ODOCTheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang