Pak Mogugwi hidup bersama isterinya selama lebih dari 59 tahun di area perkebunan aren. Semasa mudanya ia giat mengolah gula aren, tapi karena faktor usia ia tidak lagi sanggup melanjutkan pekerjaan itu. Sekarang ia bekerja sebagai pengrajin sapu ijuk. Pak Mogugwi dikenal sebagai orang yang rajin dan teliti, meskipun pekerjaannya lambat. Berbeda dengan Pak Mogugwi, istrinya yaitu Bu Kargigwu, adalah perempuan yang malas, kemproh dan apapun yang dilakukannya selalu tergesa-gesa.
Dibutuhkan berminggu-minggu bagi Pak Mogugwi untuk menyelesaikan sebuah sapu ijuk, karena ia terlampau teliti. Bahkan tiap helai ijuknya harus berukuran panjang 26,63 cm, kalau ada selisih 0,1 milimeter saja ia langsung keringat dingin. Sementara pak mogugwi membuat sapu, istrinya hanya duduk malas malasan mengisi TTS, bahkan untuk memasak tiap hari saja ia tidak pernah mau, ia hanya terima beres, masakpun terpaksa harus dikerjakan pak mogugwi. Pernah disuatu hari karena lupa memasak, istrinya membuatkan bagi suaminya sayur ijuk untuk makan siang, sebuah masakan yang ia buat sendiri berbahan baku serat ijuk yang direbus menggunakan air limbah pabrik tekstil. Pak mogugwi hampir mati karenanya, butuh waktu 7 bulan untuk memulihkan kesehatannya.
Setelah pulih dari keracunan, ia kembali melanjutkan pekerjaan membuat sapu. Dan setelah genap 12 bulan proses pembuatan, sapu itu akhirnya selesai. Ia membawa sapu itu ke pasar untuk dijual. Sapu itu laku dengan harga 35 ribu. Pak Mogugwi pulang dengan perasaan senang, buah kerja kerasnya terbayarkan. Sesampainya dirumah betapa terkejutnya ia melihat kondisi rumahnya yang kotor penuh debu dan ramat di tiap sudut rumahnya. Sampah berserakan dimana-mana. Baginya tempat itu lebih pas disebut TPS ketimbang rumah. Ia menyesal karena terlalu fokus membuat sapu tanpa pernah peduli kebersihan rumahnya. Menyalahkan istrinyapun percuma.
Akhirnya ia bertekad untuk menyapu rumahnya. Akan tetapi dirumahnya tidak ada sapu. Ia bimbang antara harus membuat sapu lagi atau harus membelinya di pasar. Jikalau membuat sapu, artinya butuh waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, tentu saja itu bukan opsi yang bagus, karena ia sudah tidak tahan dengan kondisi rumahnya. Makadari itu segeralah ia pergi ke pasar dan membeli sapu yang ternyata adalah sapu buatannya sendiri. Ia membeli sapu itu seharga 50 ribu. Lalu ia pulang dengan perasaan senang, “akhirnya aku bisa membersihkan rumah sekarang”, katanya.
