Arka meringis kecil merasakan luka sayatan baru yang begitu melebar, pada bagian telapak tangannya. Darah segar menetes deras membanjiri sekitar tangannya.
Dia mencoba sekuat tenaga untuk tidak terlihat menahan sakit, terutama ketika dilihatnya dari arah depan rumah cowok itu, muncul gadis yang baru baru ini selalu memehuhi harinya.
Gadis itu memandang intens Arka, dari mata kaki hingga kembali pada wajah pria itu. Dia merasa ada yang salah pada lelaki itu, namun dia tidak tahu apa itu.
"Kak Arka mau kemana?" tanya Dhena mendekati Arka, yang masih berdiri mematung didekat pagar rumahnya.
Arka tampak enggan menjawab. Malah, tubuhnya ikut memundur, mencoba menyembunyikan luka ditangannya dari pandangan mata Dhena. Namun, gerak gerik mencurigakan Arka ditangkap langsung oleh sel sel otak Dhena yang menyambungkan pemikirannya kepusat kerja otak.
"Kak Arka nyembunyiin sesuatu?" tanya Dhena sarkas. Arka menggelengkan kepalanya sebentar.
"Kak Arka gak usah bohong, deh." Dhena mendesak, mencoba memancing Arka agar berkata sejujurnya.
Arka melongos berat, sembari menunjukkan luka menganga ditangannya kearah Dhena. Dia tahu, gadis kepala batu didepannya itu tak akan mudah menyerah untuk membuatnya jujur. Jadi, lebih baik baginya untuk segera memberitahukan gadis itu, daripada mempertahankan kebohongonnya, yang malah makin menambah rasa sakit yang menjalar disekitar luka itu.
Raut muka Dhena berubah cemas seketika, tangannya memegang lembut tangan Arka yang terluka. Mencoba memberi kekuatan agar setidaknya mengurangi rasa sakit luka cowok itu.
"Bi Ratna kemana? Kenapa gak nyuruh buat diobatin? Kenapa juga bisa luka? Kak Arka udah besar tapi gak pernah hati hati, yah?. Kalau lukanya sebesar ini, gak mungkin cuman diperban, kayaknya harus dapat beberapa jahitan. Kita keklinik depan komplek ajah, masih buka jam segini." Dhena berucap panjang kali lebar, memberikan serentetan pertanyaan pertanyaan berajuk kekhawatirannya.
"Ayok ikut gue," Dhena menarik lengan Arka kuat, tanpa mendengar jawaban dari pria itu. Dhena benar benar khawatir ini. Arka tak dapat membantah ucapan gadis itu, lagian dia juga benar benar butuh penanganan.
"Sakit banget?" tanya Dhena ditengah langkahnya, sambil sesekali menghembus nafasnya pada luka Arka.
Entahlah, perbuatan kecil Dhena malah membuat hati Arka sedikitnya tersentuh. Rasa perih yang tadi dia rasakan, sedikit demi sedikit mulai berkurang digantikan rasa senang yang kentara.
"Kak Arka jawab!" desak Dhena.
Arka tersenyum menunjukkan gingsulnya, kemudian mengangguk kecil menjawab pertanyaan Dhena.
"Kenapa bisa luka, sih?!" lanjut Dhena sedikit menggerutu.
"Tadi kabel gitar gue rusak, terus waktu gue pengen ngeperbaiki, tiba tiba gue nginjak kabelnya, terus keseleo, terus kena gores pisau yang tadi sempat gue pake." papar Arka menjelaskan singkat rentetan kejadian yang menimpanya. Dhena menggeng geleng tak menyangka mendengar penuturan Arka.
"Makanya lain kali hati hati, ceroboh, sih." sindir Dhena.
Arka lagi lagi tersenyum mendengarkan kekhawatiran Dhena.
"Kayak gak ceroboh ajah."
"Kak Arka, dibilangi juga suka ngeyel. Sebel banget, sumpah." Dhena mendesis kesal, sambil menghentakkan tangan Arka yang tadi dia pangku ditangannya.
Membuat cowok itu setengah meringis menahan rasa sakit dari lukanya yang tiba tiba berdenyut.
"Dasar cewek bar bar!" umpat Arka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Adhena (Complete√)
Teen Fiction"Seharusnya gue tau Na, kalau lo itu hanya sebatas rubik, sulit buat ditebak. Kadang, semampu apapun kita buat susunan rubik itu jadi, tak berarti apapun. Malah rubik itu bisa makin berantakan." ucap pria itu dengan nada yang terdengar sedikit lirih...