Gue nyamperin Chaeyoung latihan gayageum di Moabit hari ini. Gayageum itu alat musik tradisional Korea yang dipetik kayak harpa. Nah di Berlin ada semacam unit buat belajar main gayageum ini, inisiasi dari komunitas diaspora Berlin. Terus udah setahunan ini Chaeyoung ikut latihan. Sebenernya latihan gayageum itu seminggu sekali, cuma karena sebulan lagi ada acara di kedutaan, per bulan ini latihannya jadi seminggu dua sampe tiga kali. Wajibnya Rabu, sisanya sesenggangnya antara hari Sabtu atau Minggu. Terus hari ini Sabtu dan gue butuh keluar buat nyetak foto project gue sama Paul. Jadi sekalian aja gue jemput terus jalan sama Chaeyoung.
Sebenernya gue males nemenin Chaeyoung latihan gayageum gini. Paling kalau nemenin pun, gue cuma nunggu di coffee shop deket studio. Literally gue nggak suka sama orang-orang di unit gayageum itu. Nggak semuanya sih, cuma pelatihnya konservatif. Kayak selalu ngerasa eksklusif gitulah, makanya kebanyakan orang disana lagaknya hampir sama sok-nya kayak si pelatih. Terus gue juga punya pengalaman jelek sama mereka, kayak pas event tahunan kemarin. Mereka literally cuma nyumbang nampil, terima beres. Mereka nggak ikut rembug konsep, dealing venue atau boro-boro ikut cari sponsor, tapi dengan nggak tahu dirinya masih bisa komplain soal panggung. Anjir lah.
Sebenernya perkara crash di event tahun lalu itu nggak sebegitu nyulut emosi gue. Yang paling parah adalah perlakuan mereka ke Chaeyoung. Gue inget banget itu menjelang festival winter dan Chaeyoung, tumben-tumbennya nyamperin gue ke kampus bawa dua cup Starbucks. Wajahnya merah karena kena angin dingin dan dia nggak pake mantel atau scarf yang proper. Tapi dia nyengir lebar banget sambil ngelambai-lambai ke gue. Katanya dia bawa kabar bagus, dia dipilih tampil solo main gayageum di festival winter itu. Dia nyeritainnya dengan ekspresif, persis kayak bocah. Bikin gue ikut ngerasain seneng atas kabar yang dia bawa itu.
Sialnya, H-1 acara, Chaeyoung dibatalin tampil karena kata pelatihnya kalau dipikir-pikir bagus kalau semuanya di-wrap up dengan tampilan group. Isi otak gue cuma misuh doang waktu tahu kenyataannya. Parahnya abis kejadian itu, mereka kayak nggak ada rasa bersalahnya ke Chaeyoung.
Gue marah waktu itu. Beneran marah. Aslinya gue jarang semarah itu sama orang lain kalau itu nggak menyangkut diri gue sendiri. Tapi gimana, Chaeyoung udah latihan bener-bener demi festival itu. Dia se-excited itu menyambut penampilan perdananya. Apalagi kalau inget dulu waktu pertama kali gabung di unit itu, itu Chaeyoung struggling setengah mati. Dia kayak dipandang sebelah mata cuma karena dia bukan orang Korea kayak mereka yang lahir dan gede disana. Mereka pikir Chaeyoung nggak bakal bisa catch up dengan cara mereka dan segala ke-eksklusifan yang mereka junjung.
Tapi yang namanya Park Chaeyoung, nggak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya. Dia bener-bener serius latihan bahkan dia nggak pernah absen, even dia lagi sibuk-sibuknya. Latihan gayageum itu semacam jadi prioritas buat Chaeyoung. Gue tahu itu, dan ngeliat orang-orang itu masih mandang sebelah mata ke Chaeyoung bikin gue kesel setengah mati.
"Keluar aja kamu. Buat apa kumpul sama orang-orang yang nggak bisa ngehargain kamu?" Kata gue waktu itu, waktu nelpon dia yang ternyata abis balik dari latihan gayageum pasca penampilan solonya yang dibatalin.
"Kalo aku keluar, terus aku belajarnya sama siapa?"
"Dari internet kan bisa. Kamu kan udah tau tuh dikit-dikit tekniknya"
"Beda Jaehyun, antara kita belajar sama orang dan belajar sendiri. Aku bisa lebih banyak tau kalo belajar sama orang"
"Chaeng, sebenernya apa sih yang kamu cari dari ikut unit itu? Kamu nggak dihargain sama mereka. Kamu cuma dianggap pelengkap, mereka literally nggak niat buat kamu berkembang" tutur gue frustasi. Bodo amat kalau kata-kata gue offended ke Chaeyoung. Gue nggak suka ada orang yang semena-mena ke dia. I treasure her a lot then they just throwing shit at her which is suck.
"Jaehyun, I love playing gayageum and I do want to improve. But it will be done by me, myself, not them. That's period."
Oke. Let's stop talking about that. Period. All stop.
Gue nggak lagi ngungkit-ungkit masalah itu ke Chaeyoung, termasuk gue juga berhenti peduli sama dia. Kesel banget gue waktu itu, gue udah peduli sama dia tapi dia justru nanggepin kepedulian gue kayak gitu. Dia emang tipikal batu yang akan bertahan sama sesuatu yang dia aspire. Even sesuatu itu toxic, minimal bagi gue. Tapi Chaeyoung selalu punya cara pandang yang lain, yang gue pikir selalu kelewat positif untuk dunia yang abu-abu gini.
"Minum apa kamu?" tahu-tahu Chaeyoung udah ada di depan gue sambil ngeliatin pesenan gue di meja. Bikin gue, yang lagi bengong, sedikit kaget.
"Capuccino" kata gue jawab pertanyaannya dia. "Udah selesai kamu?"
"Ehemm" gumam dia sambil nyendok cheesecake yang sebelahan sama cup cappucino gue. "Minta ya?"
"Buat kamu kok" kata gue. Gue emang pesen cheesecake buat Chaeyoung. Tahu gue kalau abis latihan pasti laper.
"Masa?" kata dia sambil menyipitkan matanya ke gue. "Kok tinggal setengah?"
"Nyobain dikit tadi. Taunya enak" jawab gue nyengir. Asli tadi tuh emang cake-nya buat Chaeng, gue cuma niat nyobain karena keliatannya jiggly gitu. Eh taunya beneran enak. Namanya juga hasrat, susah dikendalikan.
Chaeyoung cuma masang ekspresi annoying tapi ujung-ujungnya nyengir juga.
"Seru gak tadi?" tanya gue ngalihin topik. Kepalang tengsin gue.
"Apanya?" jawab dia sambil makan cheesecake itu. "Hm, sehr gud*" tambah dia sambil nunjuk cake-nya pake sendok.
Gue senyum doang atas pengakuan Chaeyoung itu. Jadi gue ambil sendok gue dan ikut nyendok cheesecake itu lagi. Emang gurih banget teman-teman.
"Latihannya lah" kata gue kemudian, jawab pertanyaan Chaeyoung tadi.
"Tipikal. Kayak biasanya aja"
"Diomelin berarti?"
"Dikit"
"Terus?"
"Terus..."
Terus dia cerita tadi latihannya ngapain aja. Gue dengerin doang sambil sekali-kali nyomot cheesecake. Mungkin gue udah pernah ngomong ini, tapi dengerin Chaeyoung cerita adalah salah satu favorit gue. Gue selalu penasaran dengan cara dia ngeliat dunia. Lebih dari itu, gue seneng berkontemplasi untuk lihat dunia kayak yang Chaeyoung liat. Rasanya gue kayak selangkah lebih deket dengan dia. Tapi lama-lama gue sadar kalau harusnya gue nggak merubah dunia gue kayak dunia dia. Ketimbang itu, harusnya gue berusaha memahami. Termasuk perkara latihan gayageum yang sempet bikin gue kesel sama dia.
Menurut gue, Chaeyoung buang-buang waktu dengan tetep ikut unit gayageum itu. Dia habisin energinya untuk bertahan sama orang-orang yang toxic, yang sedikit suportif dan nggak bisa menilai dia dengan objektif. Tapi kata Chaeyoung, apa yang dia lakuin akan nambah pengalamannya. So far that's fun, she said. She got new friends, new stories, new things. She's all positive. Dan gimana pun gue insist pendapat gue ke dia, yang menurut gue adalah benar, pada akhirnya Chaeyoung tetep akan jadi Chaeyoung dengan keteguhannya dan gue akan tetep jadi gue dengan pendirian gue.
Makanya, yang gue perluin itu sebenernya cuma ikhlas ngertiin dia. Menghormati setiap keputusan yang dia ambil even gue rasa itu nggak tepat. Dia punya hidupnya sendiri yang seratus persen tanggung jawab dia dan gue harus sadar sama fakta itu.
Kadang emang perlu gitu, gue cuma perlu nggak egois dan dengerin dia cerita kayak gini. Karena pada dasarnya dia yang paling tahu mana yang paling baik buat dia. Intinya, gue mau jadi support system yang tangguh buat dia.
*) Sehr gud = very good/enak banget
Selamat menyambut Senin!1!1!1!
May your entire week being blessed ❤️ aaaannddd I love yeah Rosé
KAMU SEDANG MEMBACA
dear, chaeyoung ✓
Hayran Kurguchaeng itu lebih dari arabiata pasta atau bobanya boboQ -jaerose au (in sequence with dear jaehyun)