Empat: Vampir Terakhir

2.8K 259 6
                                    

Taeyong menarik kain sutra itu. Mengendus baunya berusaha mengingat 'rasa' itu lagi. Uff! Sial! Sejak terbangun dan terakhir kali mendapatkan 'makanan', hingga sekarang ia tak bisa makan apapun lagi. Mungkin ada yang salah dalam ritual pembangkitannya. Dan satu-satunya orang yang berhak disalahkan adalah Jhonny. Tapi Taeyong tidak bisa serta merta menghajarnya karena selama ini Jhonny yang sedang bertanggung jawab dan setia melakukan apapun untuk hidupnya. Memberi segala sesuatunya kecuali satu hal: Jisoo.

Ugh! Taeyong masih mengingat bagaimana gadis itu terbujur kaku di sampingnya, di dalam peti mati. Mungkin ia terjatuh entah bagaimana caranya, dan ia menimpa peti mati Taeyong sampai tutupnya bergeser dan tubuhnya melesak masuk ke dalam peti, menimpa tubuh Taeyong. Tubuhnya yang berlumuran darah seketika membangkitkan radar sel-sel pembangkit kematian di tubuh Taeyong. Rasanya seperti disirami air surga yang membawa kehidupan sementara ia sudah lama terperangkap dalam ruangan yang gersang. Ah, hiperbola. Taeyong bahkan tidak tahu surga! Tapi ia masih sangat ingat bagaimana rasa yang sangat menyenangkan itu. Saat aliran darah memasuki pori-pori kulitnya. Tetes demi tetes, yang berhasil meleburkan kristal yang membekukan tubuh Taeyong. Rasanya sama menyenangkannya seperti dulu ketika pelayannya membawakan secawan darah kesukaannya.

Damn it. Sekarang Taeyong ingin merasakan itu lagi, mengecap Jisoo seduktif dan mengalirkan darahnya ke kerongkongannya. Ia butuh Jisoo. Sekarang juga. Rasanya ia ingin memakan gadis itu hidup-hidup. Atau barangkali sedikit main-main dengan merasakan bagaimana gadis itu meronta agar jantungnya berdegup kencang ketakutan. Memancing untuk memompa memproduksi kubikan banyak darah dalam tubuhnya. Hah! Sial! Taeyong tau itu bakal nikmat hanya dengan membayangkannya. Dan sekarang ia jadi dirundung galau karena merindukan masa-masa betapa pandainya dia menyiksa buruannya, dan mendapatkan kepuasan terbaik ketika menggigit tepat di nadi yang menegang. Ouhf! Shit! Dia sangat membutuhkan Jisoo.

Pikiran Taeyong terganggu ketika terdengar bunyi berderit pintu gudang terbuka. Dan Voila, jekpot! Dia menangkap sosok yang 'tengah dirinduinya' itu.

"Hai," sapa gadis itu.

Taeyong jadi gugup dan buru-buru melihat sekitar, menyingkirkan kain sutra itu dan memastikan peti mati serta baju-baju usangnya sudah dirapikan Jhonny.

"Oh, hai," sapanya balik, begitu dirasa semua sudah aman.

"Gue gak ganggu lo, kan?" tanya Jisoo.

"Enggak kok. Ada urusan apa?"

Jisoo terlihat menimbang-nimbang dulu.

"Hm, perihal kejadian tempo hari," ucap Jisoo memulai.

"Ya?"

"Kenapa gue bisa tertidur di sini? Oke, maksud gue, kesadaran gue mungkin saat itu ilang, tapi yang gue tau gue kebangun dan gue pake baju lo, dan.. lo bilang gue tidur di samping lo?" Jisoo berusaha to the point. "Ada banyak hal yang mengganggu gue dan harus gue pastiin, dan gue kira lo tau jawabannya."

"Apa yang mau lo cari tau?"

Jisoo terhenyak. "Waktu itu lo ada di sini kan? Apa lo tau apa yang terjadi sama gue sebelum gue jatuh pingsan?"

"Sorry kalau yang itu gue gak tau."

"Berarti sisanya lo tau, kan?" Nada Jisoo meninggi. Ia penasaran setengah mati.

Giliran Taeyong yang terhenyak. Serasa ditodong tepat di mukanya. "Hmm.. ya beberapa."

"Oke," balas Jisoo. Ia kembali tenang, mencoba tak terburu-buru. "Saat itu apa gue terluka?"

Oh, Shit! Luka? Taeyong sangat suka luka! Taeyong sangat menyukai aroma itu! Dan sialnya Taeyong tidak sempat menyiapkan hati, tak menyangka Jisoo akan membahas langsung hal sesensitif itu sementara Taeyong dalam kondisi kelaparan parah. Jisoo malah mengingatkannya lagi, sama saja artinya tak langsung Jisoo memancing Taeyong lalu menyiksanya dengan rasa lapar itu.

Amorphous | [Taesoo (Taeyong - Jisoo)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang