SL 13 | Makanan halal

1.6K 184 8
                                    

Wanita memang seringkali mengatakan bahwa mereka butuh yang pasti-pasti saja, tapi kenyataannya, wanita butuh yang pasti-pasti dari orang yang dicintainya. Jadi kalau tidak cinta, meskipun pasti, kadang wanita tetap tak mau. Untuk kemudian malah memilih yang mungkin dan meninggalkan yang pasti. Tragisnya, penyesalan adalah hal akhir yang baru disadari.
.
.
.

|M a k a n a n H a l a l |
@MEGAMF_

Setelah Ilham mengatakan itu kemarin, mau tak mau, kini aku mengakui bahwa dalam hitungan minggu, statusku akan berubah. Bukan teman kecilnya, tapi istri masa depan dan sepanjang hidupnya.

Ya, aku mengatakan sepanjang hidup. Karena aku hanya ingin menikah satu kali seumur hidup.

Umma memberiku amanah untuk memberikan kue-kue yang baru saja Umma buat hari ini. Katanya untuk calon besan, sekaligus balasan karena kemarin Ilham sudah repot-repot memberi Umma bingkisan oleh-oleh dari Tangerang. Ibu-ibu memang suka sekali diberi peralatan dapur dan Ilham berhasil membuat Umma semakin menyukainya.

"Sekarang kamu yang harus bikin Bunda makin suka dan sayang sama kamu," kata Umma, memprovokasiku.

Aku menurut saja. Toh melawan perkataan Umma adalah dosa besar dan aku tidak mau itu terjadi. Aku mengenakan jaket, lalu menarik kerudung instan di deretan kerudung yang menggantung di lemari dengan hati-hati. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di depan rumah Ilham.

"Assalamualaikum."

Bunda dan Ilham seketika menoleh. Ibu dan anak itu sedang menghabiskan weekend di depan televisi. Menonton Ftv pagi yang tayang di SCTV.

"Masuk, Sayang." Bunda menyambutku sembari tersenyum, sedang Ilham kembali mengalihkan perhatiannya pada televisi. Ck, menyebalkan.

Aku memberikan goodiebag yang berisi beberapa misting dengan kue yang berbeda di dalamnya.

"Kata Umma ini kue buatan Umma hari ini. Sengaja membuat banyak untuk Bunda juga," kataku, mengikuti pesan umma yang diberikan padaku tadi.

Bunda mengangguk semangat, sejak dulu bunda memang sangat menyukai kue buatan Umma. Katanya tiada duanya. Apalagi kue nastar. Tidak ada yang bisa menandingi.

"Lea, bantuin Bunda." Bunda berbisik, seraya sesekali mencuri-curi pandang ke arah Ilham.

Dahiku berkerut.

"Bunda pengen banget makan mangga Mang Imin yang di sebelah itu loh. Tapi Ilham gak mau ambilin mangga buat Bunda."

Aku masih diam, mencoba mencerna.

"Tolongin Bunda, ya?"

Dahiku semakin berkerut lalu mataku seketika membulat, "Bunda nyuruh Lea manjat?" tanyaku, memastikan apa yang sudah berhasil dicerna otakku.

Bunda terlihat menimbang, "Bisa dibilang, tapi bukan itu maksud intinya."

Haduh, ibu-ibu satu ini seperti anak remaja yang mengode pacarnya segala. Meminta sesuatu dengan penyampaian yang terlalu berbelit-belit, tidak langsung pada intinya.

"Lea gak pinter memahami kode, Bunda," ujarku, seraya menggaruk tengkuk.

Bunda tertawa, "Maksud Bunda itu, kamu bujuk Ilham buat ngambil mangga bareng kamu, ya? Dia pasti mau kalo kamu yang bujuk."

Mataku membulat.

"Alea, Bunda? Bunda yakin dia mau?"

Aku menggeleng tak percaya. Aku tak percaya Ilham akan menyanggupi meski aku yang meminta. Bunda saja tidak berhasil, apalagi aku?

Skenario Langit |Revisi-On Going|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang