Enam (Re-Publish)

8.6K 568 12
                                    

Renata menatap penuh selidik kepada dua orang di depannya. Si wanita sedari tadi menundukkan kepalanya sepertinya merasa malu. Sedangkan si pria menatapnya tenang seolah tak terjadi apa apa.

Sudah hampir setengah jam mereka hanya diam membisu. Tak ada yang berani membuka suara sejak mereka duduk di cafe Rumah sakit.

Renata akhirnya mengambil sikap.

"Jadi apa hubungan kalian sebenarnya? Apa kalian hanya akting di depanku seolah baru kenal dan bertemu?" ucap Renata tanpa basa basi.

Marinka mengangkat wajahnya menatap Renata.

"Tidak ada hubungan apa apa." ungkap Rafka memotong pembicaraan Marinka. Renata menatap Marinka. Ibu satu anak itu menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Rafka.

"Terus kalo ngga ada hubungan apa apa ngapain kalian tidur bareng?" cecar Renata.

"Ya allah kak. Kan udah aku bilang kita ngga tidur bareng. Mana tau kalo tidur ditempat yg sama." kilah Rafka.

"Itu benar mba. Kami tidak tidur bersama." ucap Marinka menjelaskan.

"Oke kalo emang begitu. Tapi elo ngapain ke rumah sakit, tengah malem lagi. Ada kepentingan apa elo kesana? Emang elo bapaknya ?!"

Rafka tak bisa menjawab.

Memang benar ia bukan ayah dari bocah yang semalaman ia peluk tapi entah mengapa semalam ia sangat ingin pergi ke rumah sakit dan benar saja bocah lucu dan tampan itu rewel.
Marinka terlihat tidak enak dengan Renata pun akhirnya angkat bicara.

"Maaf dokter Renata. Saya minta maaf atas kejadian semalam. Tapi jujur saya tidak menghubungi apalagi meminta mas Rafka untuk datang ke rumah sakit malam malam. Itu memang salah saya. Harusnya saya segera mengusir mas Rafka agar tidak terjadi kesalahpahaman seperti ini. Ini terakhir kalinya mas Rafka disini. Terima kasih atas semua bantuannya mas Rafka untuk putra saya. Saya sangat berterima kasih. Semoga Allah membalas semua kebaikan mas Rafka dengan yang jauh lebih lagi. Saya permisi. Assalamualaikum." ucap Marinka menahan sakit hatinya.

Ia lalu bergegas meninggalkan Rafka dan Renata sesegera mungkin. Air matanya tumpah begitu saja. Apalagi ucapab Renata yang tak sengaja di dengarnya semakin membuat hatinya sakit.

"Kakak keterlaluan!" ucap Rafka kesal.

"Oke kakak akui Kakak salah. Tapi Kakak ngga tau harus bilang apa ke papa dan Bunda kalau mereka tau kamu mulai menjalin hubungan dengan seorang janda. Kamu tahu sendiri kan Bunda paling ngga suka yang namanya janda." ucap Renata yang tanpa sadar didengar oleh Marinka.

Ibu satu anak itu meremas dadanya. Rasanya sangat sakit.

"Kak aku beneran ngga ada hubungan apa apa sama Marinka. Sungguh."

"Sekarang mungkin belum siapa yang akan menyangka kalau suatu hari nanti kalian menjalin hubungan. Kamu bisa memastikan hal itu tidak terjadi?" tanya Renata. Rafka gamang.

"Ngga bisa kan. Kakak akui Marinka adalah sosok wanita tangguh. Diusia sekarang ditinggal suami lalu mengasuh anaknya sendiri itu tak mudah. Tapi predikatnya sebagai janda pasti di permasalahkan oleh bunda. Kamu tau sendiri betapa hancurnya bunda saat papa selingkuh dengan janda?! Kakak bukannya melarang Kakang berhubungan dengan wanita manapun. Kakak justru sayang sama kamu dan berharap kamu segera terbebas dari masa lalu kamu. Tapi kakak mohon tolong jangan dekati yang namanya Janda. Kakak ngga sanggup lihat bunda sedih lagi untuk kesekian kalinya."

Rafka hanya bisa menundukkan kepalanya. Memang Rafka belum memiliki rasa apapun untuk Marinka tapi ia merasa rasa yang cukup dalam dengan Angga. Itulah mengapa ia tiba-tiba pergi ke rumah sakit malam itu.

TO BE WITH YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang