10✓

300 65 9
                                    

19.56-15 Maret

Chaewon mulai menangis bahkan sebelum gadis itu menjawab pertanyaan Sanha. Ia menunduk. Menutup kedua bibirnya dengan telapak tangan guna untuk meredakan suara isakan yang dapat mengganggu orang lain.

Sanha terdiam. Hatinya tergerak untuk merengkuh tubuh Chaewon ke dalam pelukan. Selagi gadis itu menangis sambil bersender didadanya, Sanha meletakkan dagu di atas kepala Chaewon.

Posisi yang tepat bagi keduanya untuk menumpahkan perasaan masing-masing. Terbukti ketika kedua mata Sanha mulai berair.

"Felix kritis, ha. Dia kehilangan banyak darah karena kepala belakangnya ketiban reruntuhan besar. Sedangkan Nakyung..."

Chaewon tidak dapat menahan isakannya lagi. "Salah gue. Harusnya gue bantuin dia nyingkirin reruntuhannya. Kalo aja gue bantu, Felix gak bakal merasa kesakitan sendirian.

"Kalo Tuhan ngasih gue kesempatan buat tukeran tempat sama Felix, pasti udah gue lakuin daritadi."

Gadis itu tetap menyuarakan isi hatinya, bahkan disaat ia sadar jika Sanha tidak akan tahu apa yang ia katakan.

"Kita liburan di rumah baru Heejin buat apa? Buat ngehibur Felix yang abis berantem sama Eric, kan? Kenapa harus Felix? Kenapa yang pergi duluan harus Nakyung yang gak tau apa-apa?"

Chaewon mencengkram erat kasur rumah sakit. "Dan kenapa harus lo, ha? Abis ini lo gak bisa wujudin mimpi lo jadi penyanyi lagi..."

Percuma saja. Pelukan dan usapan pelan dikepala oleh Sanha tidak dapat menenangkan Chaewon. Yang ia butuhkan adalah semua kembali ke semula. Jauh sebelum pertengkaran itu terjadi.



19.15-15 Maret

"Aduh, ric. Gue bilang juga belom bisa kesana. Pemerintah Korsel lagi sibuk ngurusin korban tsunami. Makanya kebanyakan penerbangan dari sana atau ke sana itu di delay." Gadis yang lebih tua beberapa tahun dari Eric itu melipat tangan di depan dada sambil menyenderkan tubuhnya di senderan sofa. "Paling lusa baru bisa ke sana."

Mata Eric masih fokus menatap pada TV. Namun telinganya jelas mendengar apa yang Sang Kakak katakan. Masih kesal dengan Sang Kakak, lelaki itu memutuskan untuk diam.

Ting~ Tong~

Bel rumah Eric berbunyi. Eric dan kakaknya saling melirik. Berbicara lewat tatapan. Setelah kegiatan tatap menatap beberapa detik, akhirnya Eric mengalah dan beranjak membukakan pintu.

"Gowon?"

Gadis yang dipanggil Gowon itu tersenyum. "Seneng deh gue diinget. Jadi gak usah repot-repot ingetin lagi."

Eric mengangkat alisnya. "Ngapain ke sini?"

Gowon mengulurkan tangan kanannya. Menyerahkan sebuah map file. "From Olivia."

Lelaki itu mengernyit. Tangannya ikut terulur untuk mengambil map tersebut.

"Especially from me. But Olivia saids that you need this information mostly."

"Information?" Eric mengernyit sambil menatap lurus ke arah map coklat tersebut. Tak lama kemudian lelaki itu tersentak. Baru sadar mengenai informasi apa yang Gowon maksud. "I'm so grateful for you. Thanks."

Eric hendak menutup pintu. Namun Gowon menahan pintunya. "Wait!"

Eric menaikan satu alisnya. Bertanya melalui ekspresi wajah.

"Are you don't want to know where is Olivia?"

"I don't care. Sampain aja makasih dari gue," jawab Eric. Lelaki itu hendak kembali menutup pintu dan memeriksa isi map yang Gowon berikan. Namun perkataan Gowon selanjutnya membuat ia mengurungkan niatnya.

When The Sea Swallows Everything Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang