"Minggir lo! Duduk jangan di depan pintu, jadi perjaka tua, tau rasa lo. Eh anjir lupa, perjaka dari mana orang seminggu yang lalu, dua minggu yang lalu, tiga minggu yang lalu aja lo habis ML sama Julia." Biar kalau dikata songong, lututku dengan keras aku senggolkan ke bahu milik Jonas yang sedang duduk jongkok di dekat pintu rumah.
Apa-apaan dia, niat banget sampai jongkok depan pintu, frustasi banget apa gimana. Lagian, kenapa satpam bukain pintu gerbang buat Jonas segala sih.
"Kita jangan putus ya Lum. Apa yang Bobby kirim ke kamu waktu itu nggak sepenuhnya bener. Aku cuma korban Khilaf," Jonas mengejar langkah kakiku, lelaki berusia 20 tahun itu berlutut meminta belas kepercayaan. Kepercayaan dari Hongkong, jelas-jelas foto yang Bobby kirimkan itu asli 100% nggak ada tuh edit-editan.
Bobby yang merupakan teman dekat Jonas seminggu yang lalu di jam 2 pagi tiba-tiba kirim chat berupa gambar dan video Jonas yang lagi ML dengan beberapa cewek termasuk Julia --kakak tingkatku di kampus yang kalau dandan bedaknya setebal beton jalan tol. Bobby yang waktu itu lagi mabok, dia setengah sadar kirim foto dan video mesum Jonas ke aku. Aku sendiri nggak tau Bobby mendapatkan semua itu dari mana.
"Jonas, lo nggak malu berlindung pakai kata khilaf? Ternyata lo emang hobi banget bohong ya Jo, nyesel gue sebulan yang lalu jadian sama lo. Harusnya gue nggak ngasih kesempatan lo buat jadian sama gue." Kalau nggak ada jeruji besi, Jonas sudah aku tendang kepalanya. Marah, sesal dan kecewa campur aduk aku rasakan. Nggak boleh gegabah, aku harus tetap terlihat tenang dan nggak meledak-ledak.
Bodoh memang, harusnya aku sadar dari awal kalau cowok playboy biasanya tukang bohong. Ya dipikir aja, yakali Jonas dengan gamblang ngaku kalau juniornya nggak bisa tanpa banyak selangkangan.
Yang bikin aku sakit hati dan merasa dibohongi selain dia ternyata selingkuh, Jonas juga ngaku-ngaku masih perjaka dan berkali-kali dia minta ke aku buat perjakain dia. Apa-apaan coba dia? Tololitas tanpa batas.
Beruntungnya aku nggak termakan bujuk rayunya untuk ML sama dia. Jonas pembohong paling rapi, selama dekat dengannya aku nggak ada curiga sama sekali kalau dia penjahat kelamin. Atau sebenarnya aku ternyata nggak peduli sama dia? Sampai-sampai buat cari tau tentang Jonas saja aku mager nggak ketolong. Atau juga aku terlalu bodoh dan naif? Yaaa.. pikirku sebelumnya playboy sama dengan cowok yang sering gonta-ganti pacar, bukan gonta-ganti selangkangan.
Jadi, sebenarnya di sini siapa yang tolol? Aku, Jonas dan Bobby sepertinya tolol semua.
"Gue nggak mau putus, Lum. Gue cinta sama lo," Jonas meraih tanganku, tapi belum sampai digenggamnya tangan ini sudah aku tarik. Aku bersidekap.
"Nggak, nggak. Lo cintanya sama selangkangan. Lo bisa hidup tanpa cinta Jo, tapi hidup tanpa banyak selangkangan kayaknya lo nggak bisa." Aku menatap Jonas, lalu tersenyum miring. Perlahan aku dekatkan wajahku pada wajah memerah milik Jonas, "Lagian ya Jo, gue nggak mau deh punya hubungan khusus sama cowok yang tititnya aja udah pernah masuk ke lubang anus bokap tirinya. Udahlah jo, kenyataannya kita udah berakhir sejak beberapa hari yang lalu. Rahasia lo aman sama gue, lo sendiri tau kalau gue nggak ember." Aku menepuk bahunya, lalu berdiri. Aku tinggalkan wajah merah padam Jonas. Kira-kira dia malu atau marah?
Terima kasih Bobby, berkat kamu aku tau semuanya. Jonas memang berengsek, suami ibunya pun dia makan juga. Errr... lupa, aku nggak boleh menghakimi.
-- -- --
Julia menghindar setiap kali melihatku. Jonas juga demikian. Dua orang itu melihatku sudah seperti melihat malaikat pencabut nyawa. Aku sih bodo amat. Kalau Bobby dia nggak menghindar, tapi menganggap aku sebagai makhluk transparan. Tidak terasa sudah sebulan lebih mereka bersikap seperti itu padaku.