1🎵

236 34 13
                                    

Sudut pandang dari seorang Park Jiyeon:

Aku sangat menyukai musik, tanpa adanya musik di dunia ini maka rasanya akan hampa dan hambar.

Bagaikan teh tanpa gula, bagaikan sayur tanpa garam, dan bagaikan langit tanpa adanya matahari dan bulan disana.

Bagaikan teh tanpa gula, bagaikan sayur tanpa garam, dan bagaikan langit tanpa adanya matahari dan bulan disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak SD sampai menginjak jenjang SMA ku selalu belajar mengenai musik.

Saking cintanya aku akan musik, bahkan aku punya ruangan pribadi di rumah hanya khusus untuk segala jenis peralatan musikku.

Aku menyukai musik serta berbagai jenis alat musiknya karena seseorang.

Ya, seseorang yang ku sukai.

Bisa di katakan ia adalah seorang pemuda yang mampu membuat ku bangkit hanya dengan mendengarkan dentingan jarinya diatas bar piano yang bertuts warna hitam diselingi putih.

Warna yang sangat kontras.

Dulu ku pernah terjatuh.

Bukan tubuhku yang jatuh.

Tapi jiwaku, ya jiwaku rusak karena kedua orang tuaku.

Sewaktu aku masih menginjak usia lima tahun mereka selalu saja bertengkar, dan pertengkaran mereka itu berujung pada sebuah perceraian yang membuat jiwaku jadi sangat terluka.

Apakah mereka sama sekali tak pernah memikirkan diriku?

Papa, Mama. Aku disini.

Aku disini terluka karena kalian.

Sampai sekarang kisah itu masih terngiang di kepalaku.

Dan, pada saat itu. Aku melihatnya didalam sebuah ruangan.

Disaat aku berlari untuk mencari sebuah tempat berlindung dia ada didalam sana.

Ia memainkan tuts demi tuts piano itu dengan sangat piawainya dan sangat indah.

Untuk ukuran anak kecil dia sudah seperti seorang pianis yang sangat handal.

Jujur saja pada saat itu hatiku tiba-tiba berubah menjadi tenang hanya dengan melihatnya terpejam sambil menekan tuts-tuts itu.

Jari-jarinya lentik dan indah bagaikan tak pernah tergores oleh apapun.

Halus, putih, dan panjang.

Rambut hitamnya yang berkilau menambah kesan ketampanan serta kharisma.

Entah mengapa pada saat itu kakiku berjalan sendiri untuk melangkah mendekat kearahnya.

Saat ku hampir dekat dengannya kira-kira sudah tinggal sepuluh langkah lagi, jari-jarinya langsung berhenti bermain diatas sana.

Matanya yang semula terpejam, tiba-tiba terbuka.

Ku terpesona akan keindahan matanya.

Mata itu berwarna coklat madu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Girl x Seven Boys [18+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang