Delapan

36 8 2
                                    

Pagi-pagi sekali Alice memanggilku. Hari ini adalah hari pertamaku belajar. Di ruang yang sangat luas dengan cat dinding berwarna putih yang sudah di siapkan Laksa aku belajar. Tapi anehnya, hanya aku yang berada disana. Tak ada teman-temanku yang lain, tak ada teman baru, tak ada seragam baru, bahkan aku masih bisa memakai sendal jepitku yang lusuh.

Alice memberiku kertas yang berisi soal-soal, semua pertanyaan ku isi, tak ada yang terlewatkan. Entah jawabanku benar atau tidak, yang penting sudah ku isi.

Dua puluh pertanyaan itu sudah ku isi, namun Alice memberiku pertanyaan yang kedua kali dengan jumlah yang sama, namun dengan waktu yang lebih cepat dari yang tadi.

Selesai soal yang kedua, ia memberiku soal lagi, dengan jumlah yang lebih banyak, soal itu dua kali lipat, namun dengan waktu yang sama seperti tadi.

"Ya sudah untuk hari ini kita sudahi pelajaran kita". Kata Alice sambil membereskan bukunya.

"Alice, kenapa ga ada temen-temen yang lainnya? Kenapa cuma Elang yang belajar?". Tanyaku.

"Itu karena pilihanmu Elang". Jawabnya singkat sambil mencangklongkan tasnya di bahu.

"Kamu tidak pernah memberikanku pilihan Alice". Bantahku.

Alice masih berjalan "Siapa bilang aku tidak pernah memberimu pilihan Elang".

"Memang tidak pernah".

"Untuk apa aku membawamu ke rooftop kemarin?" Tanya Alice.

Aku mengingat pertanyaan Alice.

"Kau hanya memberiku pilihan, untuk memilih kura-kura atau kawanan burung, itu yang kau berikan padaku". Jelasku.

"Memang aku hanya memberimu pilihan itu". Kata Alice dengan sedikit menyunggingkan senyumnya.

"Laksa,, mungkin engkau memang beruntung Laksa." kata Alice setelah memasuki ruang kerja Pakde Laksa.

"Alice". Panggilku.

Pakde Laksa yang melihatku melakukan itu, mengernyitkan dahi "Kenapa Lang?" Tanyanya.

"Pakde, kenapa aku sekolah cuma sendiri Pakde? Tak ada teman baru?". Tanyaku.

"Sudah kuberi kamu pilihan Elang, kamu sendiri yang memilih jalanmu". Kata Alice.

"Kamu cuma memberiku pilihan antara kura-kura dan kawanan burung".

Pakde Laksa tersenyum padaku "Cukup dengan pertanyaan seperti itu, Alice sudah tau apa yang engkau butuhkan Elang.

"Tapi Elang ga mau sekolah sendiri, ga ada teman baru". Bantahku.

"Turuti saja apa yang diperintahkan Alice". Kata Pakde Laksa.

"Aku tidak mau Pakde, itu membosankan". Bantahku.

"Laksanakan apa yang ku perintahkan. Semua ucapanku adalah perintah". Kata Pakde dengan menaikkan beberapa oktaf suaranya.

Aku tidak mau membantah Pakde Laksa lagi, aku beranjak pergi meninggalkan ruang kerja Pakde.

"Panggil aku Laksa saja Elang, tak usah pakai embel-embel Pakde". Kata Pakde berteriak.

Aku hanya mengangguk lemah segera menutup pintu meninggalkan pakde Laksa dengan Alice di ruangan itu.

Para Penguasa NegeriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang