Senin pagi, Levi sudah sampai di kelasnya. Entah kenapa kelasnya sangat ramai sekarang. Murid perempuan berkumpul menjadi satuan terpisah dengan laki-laki. Levi segera menempatkan tasnya dan mengunjungi Isabel.
"Dimana Farlan?" Tanya Levi tanpa basa basi.
Isabel mengerutkan dahinya, "Dia sibuk mengurus segala urusan menyangkut hari ulang tahun sekolah, Levi. Kau lupa?"
Levi menepuk dahinya. Dia sedikit pelupa hari ini. Mungkin efek semalam dia kehujanan.
Levi menyadari sesuatu. Bagaimana keadaan Eren?
"Aku permisi dulu," pamitnya pada Isabel dan berlari keluar kelas. Dia akan menghampiri kelas Eren.
Tapi begitu sampai di kelas Eren, Levi tidak menemukan kekasih tingginya itu. Dengan segera ia mengambil ponselnya dan menghubungi Eren. Tidak terjawab. Bahkan setelah kesekian kali Levi menelfon Eren, tidak terjawab sama sekali. Ia khawatir.
Tiba-tiba sosok berwajah kuda keluar dari dalam kelas. Kuda tersebut nampaknya terkejut melihat seorang peri yang gelisah di depan kelasnya. Seperti dalam cerita hayal anak-anak, kuda tersebut mendekati Si Peri Gelisah dan mengejutkannya.
"Levi?" Panggil Jean tidak percaya. Kekasih sang Ketua Osis ada di hadapannya. Dia memang ingin melihat wujud asli kekasih Eren. Bukan lewat tangkapan kamera ponsel Eren, namun melihat secara langsung dengan kedua matanya.
"Ah, Jean-senpai, ya?" Tanya Levi ragu. Dia hanya mendengar soal orang ini dari Eren.
Jean terpana. Levi sangat manis dari sudut mana saja, apalagi tubuhnya yang mungil.
"Eh? Eh, iya," Jean menjadi salah tingkah sendiri. Ternyata Levi adalah orang yang pernah tertabrak oleh Eren di dekat tangga sana. Mendadak ada niat jahat terselubung di dalam dirinya, yaitu merebut Levi dari Eren. Ah, itu tidak boleh! "Cari Eren? Dia belum berangkat."
Levi mendesah kecewa. Pasti karena semalam dia kehujanan, batinnya kesal sendiri.
Karena lorong kelas sedang sepi, Jean memanfaatkan keadaan. Punggung Levi disentuh dan didorong pelan hingga mereka merapat ke pagar pembatas, "Bagaimana jika kita mengobrol sebentar? Aku ingin mengenalmu lebih jauh."
Levi merasa risih dengan kedekatan mereka. Punggungnya digerak-gerakkan supaya tangan Jean lepas. Namun, Jean malah mengurungnya di pagar pembatas, "Begini saja. Kau bisa bersandar di sini."
Bukan itu!, batin Levi kembali menjerit. Dia sungguh risih dengan kakak kelasnya yang satu ini. Dia ingin kembali ke kelasnya.
Tiba-tiba sebuah tangan menepuk kasar pundak kanan Jean, "Lepaskan dia! Tidakkah kau lihat dia merasa risih?"
Levi senang bukan main. Itu Eren yang menyelamatkannya. Tapi, Eren nampak beda hari ini. Wajahnya pucat, kantung mata hitam yang bertengger di bawah matanya, dan hidungnnya agak memerah. Menurut asumsi Levi, Eren sedang tidak sehat.
Jean melepaskan kurungannya. Tangan Levi segera Eren tarik dan mendekatkan tubuh mereka, "Jangan ganggu dia!" Nada bicaranya agak menekan, tanda bahwa Eren sedang menahan emosinya.
"Santai saja, Eren! Daripada itu, kau sehat?" Entah mengapa, pertanyaan Jean malah membuat Eren naik pitam.
"Kau ingin mengataiku gila?" Bentaknya.
Levi melongo. Eren salah paham. Jean menanyakan keadaannya, bukan kewarasannya. Otak besar Eren pasti terganggu karena Eren sakit. Tangan Levi yang bebas segera mengusap lengan atas Eren yang memegang tangannya, "Sudah, lah! Kau salah paham."
Eren diam. Dia baru sadar akan kesalahpahamannya. Tubuhnya menghadap Levi dan mendorong lengan mungil tersebut, "Pergilah ke kelasmu! Sebentar lagi masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Am I Your Boy?
FanfictionSebuah kecelakaan kecil membuat mereka perlahan menyadari perasaan sesama.