sebelas.

229 53 13
                                    

Ong Seongwu hadir di dalam ruangan Jinyoung pada pukul 11 malam.

Jinyoung masih terjaga. Masih menginginkan jawaban atas semua hal – hal kabur yang selama ini dianggap cukup ia ketahui.

Si hantu baru saja akan mengusap rambut Jinyoung seperti biasa, sebelum Jinyoung menepis tangannya dengan kasar. Seongwu terlihat sangat terkejut. Anak manis yang ia kenal selama ini bisa berubah menjadi begitu dingin.

Dengan tangan yang sedikit gemetaran, Jinyoung menyodorkan sebuah foto ke arah Ong Seongwu. Membiarkan sang hantu melihat potretnya dan ayah Jinyoung, Hwang Minhyun, dengan lebih jelas. "Kau, darimana kau mendapatkannya?"

"Kau mengenal ayahku."

"Aku—"

"Itu bukan pertanyaan. Tapi sebuah pernyataan." Tatapan Jinyoung menusuk Seongwu seperti panah yang tepat sasaran. "Kau. Mengenal. Ayahku. Dan kau tidak berkata apa – apa soal itu?"

Si hantu tampan tergelak sambil menepuk dahinya dengan telapak tangannya. Tawanya jelas bukan hal yang dikeluarkan karena sesuatu yang lucu. Tawanya terdengar pahit.

Ia menertawakan dirinya sendiri.

"Haha, benar – benar. Walau sudah ditutupi akan ketahuan juga ya?"

Ia sudah memasang ekspresi tegasnya dengan serius, namun wajah Seongwu yang kini seperti menyembunyikan beribu kisah sedih membuat pertahanannya runtuh. Nada Jinyoung melembut. "Ahjussi, aku meminta penjelasan. Aku ingin tahu mengapa kau menyembunyikan ini semua. Aku mohon, kali ini jangan berbohong."

"Tidak bisa, Jinyoung. Lagi pula jika kau tahu, hal itu tidak akan mengubah apapun."

"Namun aku berhak untuk tahu! Kau telah menjagaku selama 13 tahun. Selama itu, selama itu kau menyembunyikan semua dariku. 13 tahun adalah waktu yang lama, Ahjussi."

Kamar Jinyoung yang luas kini terasa sempit. Angin malam yang masuk melalui jendelanya tidak memberi rasa sejuk, namun memberi rasa dingin menusuk tulang. Semua terasa sesak, seperti tidak ada ruang untuk bergerak.

Semua, semua partikel udara dipenuhi oleh energi dari Ong Seongwu.

"Jika kau ingin mengorek masa laluku, maka kau akan ikut ke dalamnya, Jinyoungie." Bergantian, sang arwah yang kini menatap Jinyoung tajam – tajam. Mendadak matanya berubah menjadi kemerahan. Ia berbicara dengan suara yang lebih rendah dari sebelumnya

Jinyoung ketakutan setengah mati. Ingin sekali ia menghetikan ini, kembali tidur, dan melupakan fakta bahwa wajah seorang Ong Seongwu terpajang dalam album foto lama milik ayahnya.

Ia ingin berhenti. Namun, ia menyadari, seberapa besar kekuatan Seongwu, ia tidak akan sampai hati untuk menyakiti Jinyoung kan?

Jinyoungnya, yang ia jaga sejak kecil.

Ia balas menatap si arwah, berusaha membuat pandangannya lebih terlihat percaya diri. "Kalau begitu bawa aku."

"Hwang Jinyoung,"

"Bawa aku. Bawa aku ke masa lalumu, Ahjussi."

Rasa sakit kepala luar biasa melanda Jinyoung, memaksanya untuk menutup mata. Namun sekali terpejam, ia tak bisa membuka matanya kembali.

Kepanikan sempat menghampirinya beberapa detik, sebelum matanya yang tertutup sudah dapat terbuka kembali. Namun kali ini, ia tak berada di dalam kamarnya.

Angin yang dingin itu. Angin itu membawanya, dari kamar asrama berdinding coklat dan berlantai kayu, ke sebuah restoran ramyun, dan ke lokasi – lokasi lain yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.

[OngHwang] Our Feelings (Remain Unspoken)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang